Kesepakatan FIR RI-Singapura Dipertanyakan, Ini Kata Jubir Luhut Halaman all - Kompas.com
JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mempertanyakan Indonesia yang justru memberikan otoritas penerbangan ke Singapura, pada ketinggian 0-37.000 kaki di atas Kepulauan Riau dan Natuna.
Malah, dengan memberikan otoritas tersebut, ia menilai Indonesia belum siap melayani jasa penerbangan di wilayah itu.
Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jodi Mahardi buka suara dan menjelaskan bahwa pemberian otoritas navigasi yang disepakati dalam penandatangan perjanjian penyesuaian batas wilayah informasi penerbangan (flight information region/FIR) antara RI-Singapura, Selasa (25/1/2022) kemarin, tak berkaitan dengan ketidaksiapan.
"Saya bisa jelaskan bahwa kerja sama ini tidak ada kaitannya dengan kemampuan Indonesia. Indonesia sangat siap dan mampu menyelenggarakan jasa pelayanan penerbangan di wilayah FIR yang batasnya telah disepakati. Sekali lagi pendelegasian pelayanan jasa penerbangan lebih lebih terkait dengan keamanan dan keselamatan penerbangan," kata dia dalam siaran persnya, Rabu (26/1/2022).
Jodi bilang, Indonesia mendelegasikan pelayanan jasa penerbangan kepada Singapura untuk menjaga keselamatan dan efektivitas pelayanan penerbangan yang masuk dan keluar dari Bandara Internasional Changi Singapura melalui FIR Indonesia.
"Melalui skema dalam perjanjian ini, Indonesia mendelegasikan pelayanan jasa penerbangan secara terbatas (di zona dan ketinggian tertentu kepada otoritas Singapura). Hal ini agar pengawas lalu lintas udara di Singapura, dapat mencegah fragmentasi dan mengkoordinasikan secara efektif lalu lintas pesawat udara yang akan terbang dari dan menuju Singapura di ketinggian tertentu," jelasnya.
Kesepakatan Kelola Navigasi Udara di Atas Wilayah Kepulauan Riau dan Natuna
Selasa kemarin, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Menteri Transportasi Singapura di hadapan Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Lee Hsien Loong menandatangani persetujuan penyesuaian batas FIR Jakarta-Singapura, di Bintan, Kepulauan Riau.
Penandatanganan persetujuan ini menandakan telah selesainya negosiasi bilateral Indonesia-Singapura untuk penyesuaian batas wilayah informasi penerbangan sesuai hukum internasional. Negosiasi realignment FIR sendiri telah dilakukan Indonesia dan Singapura sejak 1990an, namun baru bisa menuju penyelesaian komprehensif sejak beberapa tahun terakhir.
Dengan penandatanganan kesepakatan ini, kedua negara masih harus secara bersama menyampaikan kesepakatan batas FIR ini kepada Organisasi Penerbangan Sipil internasional/ICAO untuk disahkan.
"Persetujuan penyesuaian batas FIR Jakarta dan Singapura telah turut menegaskan kedaulatan dan hak berdaulat Indonesia. Sebagai negara pihak UNCLOS 1982, Singapura juga mengakui penerapan prinsip negara kepulauan dalam penentuan batas wilayah negara dan yurisdiksi Indonesia di perairan serta ruang udara di kepulauan Riau dan Bintan," tutur Budi Karya.
Lima elemen kesepakatan RI-Singapura
Ada lima elemen penting dari kesepakatan tersebut.
1. Penyesuaian batas FIR Jakarta yang melingkupi seluruh wilayah teritorial Indonesia sehingga perairan sekitar Kepulauan Riau dan Natuna yang sebelumnya masuk dalam FIR Singapura menjadi bagian dari FIR Jakarta.
2. Indonesia berhak dan bertanggung jawab atas Penyediaan Jasa Penerbangan (PJP) pada wilayah informasi penerbangan yang merupakan FIR Indonesia yang selaras dengan batas-batas laut teritorial. Terkait hal ini, Budi Karya menjelaskan bahwa Indonesia akan bekerja sama dengan Singapura memberikan PJP di sebagian area FIR Indonesia yang berbatasan dengan FIR Singapura.
Indonesia akan memberikan delegasi pelayanan jasa penerbangan pada area tertentu di ketinggian 0-37.000 kaki kepada otoritas penerbangan Singapura. Di area tertentu tersebut, ketinggian 37.000 kaki ke atas tetap dikontrol Indonesia. Hal ini agar pengawas lalu lintas udara kedua negara, dapat mencegah fragmentasi dan mengkoordinasikan secara efektif lalu lintas pesawat udara yang akan terbang dari dan menuju Singapura pada ketinggian tertentu tersebut.
Pendelegasian PJP secara terbatas pada area tertentu FIR Jakarta kepada Singapura tentu tidak mengecualikan kewenangan Indonesia untuk melaksanakan aktivitas sipil dan militer sesuai kedaulatan dan hak berdaulat di ruang udara Indonesia. Otoritas penerbangan Indonesia tetap mengoordinasikan penerbangan di seluruh area FIR Jakarta.
3. Selain menyepakati pengelolaan ruang udara untuk penerbangan sipil, Singapura juga menyepakati pembentukan kerangka kerja sama sipil dan militer untuk manajemen lalu lintas penerbangan (Civil Military Coordination in ATC-CMAC). Tujuannya, untuk memastikan terbukanya jalur komunikasi aktif yang menjamin tidak terjadinya pelanggaran kedaulatan dan hak berdaulat Indonesia.
Untuk itu, Pemerintah INdonesia akan menempatkan beberapa orang personel sipil dan militer di Singapore Air Traffic Control Centre (SATCC). Hal ini telah tertuang di dalam perjanjian FIR yang telah ditandatangani. Selain itu, sebagai bagian dari delegasi PJP terbatas ini, Otoritas Penerbangan Udara Singapura juga berkewajiban mencegah dan menginformasikan kemungkinan pelanggaran wilayah udara oleh pesawat asing kepada otoritas pertahanan udara Indonesia.
4. Singapura juga berkewajiban menyetorkan kutipan biaya jasa pelayanan penerbangan yang diberikan kepada pesawat yang terbang dari dan menuju Singapura kepada Indonesia. Pendelegasian PJP ini juga akan diawasi dan dievaluasi secara ketat oleh Kementerian Perhubungan.
Evaluasi terhadap delegasi PJP akan dilakukan terhadap Singapura secara berkala maupun secara melekat dengan penempatan personel Indonesia pada menara pengawas penerbangan udara Singapura.
5. Indonesia juga berhak untuk melakukan evaluasi operasional atas pemberian pelayanan navigasi penerbangan yang dilakukan oleh Singapura guna memastikan kepatuhan terhadap ketentuan ICAO.
Komentar
Posting Komentar