Pakar Nilai Indonesia Diuntungkan dari Pembelian Pesawat Jet Rafale
TEMPO.CO, Jakarta - Pakar militer Beni Sukadis memandang wajar bila pemerintah, khususnya Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, memutuskan membeli jet tempur Dassault Rafale buatan Prancis.
Menurut dia, pembelian ini tidak bisa dikaitkan dengan kondisi ekonomi Indonesia yang masih dalam masa krisis akibat Pandemi Covid-19. Sebab, kata dia, kepentingan pertahanan harus dilihat secara komprehensif.
"Pertanyaan bukan urgent atau tidak urgent, tapi pengadaan ini harus dilihat secara komprehensif bukan parsial," ujar Manajer Program Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia ini saat dihubungi, Senin, 14 Februari 2022.
Apalagi, dia mengatakan, tidak wajar bila pembelian itu dikait-kaitkan dengan keharusan pemerintah menyejahterakan prajurit TNI terlebih dahulu ketimbang membeli 42 pesawat jet tempur yang harga per unit ditaksir sekitar US$115 juta.
"Kesejahteraan prajurit adalah kebijakan paralel yang telah dilakukan pemerintah sejak Presiden SBY, yaitu remunerasi jabatan dan lain-lain. Sehingga, semua berjalan dengan sinkron bukan zero sum game," kata Beni.
Ia menilai pembelian enam jet tempur Dassault Rafale patut dihargai karena ini merupakan bagian dari langkah yang tepat dalam memenuhi kapabilitas pertahanan untuk mencapai sasaran renstra atau Minimum Essential Forces (MEF) tahap III periode 2019-2024.
"Dari Renstra MEF tahap II kita baru mencapai 63 persen, sehingga menuju MEF ke III masih belum memenuhi target tersebut. Karena kita ketahui Indonesia hanya punya 2,5 skuadron pesawat tempur terdiri dari F16 dan Sukhoi," tuturnya.
Ia mengatakan dengan keberadaan alat utama sistem senjata tentara nasional Indonesia atau Alutsista TNI yang ada saat ini belum cukup mengamankan seluruh luas wilayah udara Indonesia. Oleh sebab itu, dia menganggap wajar Menhan Prabowo membeli pesawat jet generasi 4.5 tersebut.
"Untuk menjaga wilayah udara RI seluas 4 juta km persegi ini, apakah cukup? Tentu tidak. Dengan pembelian tahap awal sebanyak 6 merupakan suatu Langkah yang perlu diapresiasi dan tepat," ujar Beni.
Di sisi lain, ia menyatakan pembelian ini menarik karena diikuti dengan kerja sama offset berupa lisensi produk suku cadang dan atau transfer teknologi. Hal itu, kata dia, sesuai dengan Undang-undang Nomor 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan.
Dengan kerja sama offset ini, ia menilai, Indonesia diuntungkan dalam jangka panjang. Alasan pertama ialah dapat menghidupkan industri pertahanan dalam negeri yang akhirnya meningkatkan ekonomi negara.
Kedua, karena sebagian suku cadang dibuat di dalam negeri maka unit-unit jet Indonesia tidak sepenuhnya tergantung suplai suku cadang dari luar negeri. Bahkan, kata dia, bila memungkinkan juga menjadi pemasok bagi negara lain pemakai pesawat jet jenis Rafale seperti Mesir dan Uni Emirat Arab.
Ketiga, kerja sama ini dikatakan Beni bisa menyerap lapangan kerja dalam sektor industri pertahanan. "Selain itu, dengan situasi geopolitik saat ini langkah ini tepat karena secara teknologi dan strategis, Perancis merupakan mitra yang tepat dalam upaya pengadaan alutsista ini," tutur Beni ihwal pembelian pesawat jet jenis Rafale.
Komentar
Posting Komentar