Sederet Alasan NATO Tak Bisa Bantu Ukraina Hadapi Invasi Rusia - CNN Indonesia - Opsiin

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Sederet Alasan NATO Tak Bisa Bantu Ukraina Hadapi Invasi Rusia - CNN Indonesia

Share This

 www.cnnindonesia.com

Sederet Alasan NATO Tak Bisa Bantu Ukraina Hadapi Invasi Rusia

CNN Indonesia
5-7 minutes
Sabtu, 26 Feb 2022 18:40 WIB

NATO tak bersikap banyak dalam membantu Ukraina menghadapi invasi yang dilakukan oleh Rusia sejak tiga hari lalu. Berikut alasannya.

NATO tak bersikap banyak dalam membantu Ukraina menghadapi invasi yang dilakukan oleh Rusia sejak tiga hari lalu. Ilustrasi. (AFP/KENZO TRIBOUILLARD).

Jakarta, CNN Indonesia --

Pakta Pertahanan Negara Atlantik Utara (NATO/The North Atlantic Treaty Organization) tak bersikap banyak dalam membantu Ukraina menghadapi invasi yang dilakukan oleh Rusia sejak tiga hari lalu.

Padahal, keputusan penyerangan itu memanas usai Ukraina bersikap dan menyatakan keinginannya untuk bergabung dengan NATO.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky bahkan mengungkapkan kekecewaannya dan merasa negaranya diabaikan oleh Amerika Serikat dan NATO selama invasi yang kian meluas berlangsung.


"Kami dibiarkan sendiri untuk mempertahankan negara kami," kata Zelensky dalam pidato yang direkam video, dikutip dari AFP, Jumat (15/2).

Tidak terlibatnya NATO dalam konflik tersebut bukan tanpa alasan. Sejauh ini, NATO hanya mengerahkan NATO Response Force (NRF) ke wilayah negara anggota mereka untuk menjaga kedamaian dan mencegah serangan meluas.

I Newspaper, media berbasis di Inggris memberitakan bahwa eskalasi dan ketegangan dapat meningkat apabila NATO terseret dalam konflik tersebut.

Oleh sebab itu, hampir seluruh kekuatan pada blok Barat melakukan segala cara agar NATO tak terlibat. Pasalnya, hal tersebut dinilai dapat memicu perang dunia baru.

"Pasukan Inggris tidak akan dikirim untuk berperang melawan Rusia," kata Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace sebagaimana dikutip dari I Newspaper, Sabtu (26/2).

Selain itu, Ukraina dianggap bukan bagian secara resmi dari NATO sehingga serangan yang dilakukan nantinya dapat dianggap sebagai serangan terhadap aliansi.

Bukan hanya opsi keterlibatan dalam invasi secara langsung. Mempersenjatai pasukan Ukraina juga dinilai tak dapat dilakukan saat ini.

Peneliti institut Penelitian Perdamaian dan Kebijakan Keamanan Universitas Hamburg Ulrich Kuhn menilai bahwa dengan mempersenjatai pasukan Ukraina, maka skenario lain yang dapat memicu eskalasi secara tak sengaja dapat terjadi.

"Dapat menyebabkan pertempuran kecil antara personel Rusia dan NATO," ucap dia.

Sementara, anggota senior Institute Hudson Bryan Clark mengungkapkan bahwa situasi Perang Dunia III dapat terhindarkan apabila NATO tak melakukan intervensi dalam konflik tersebut.

Dia yang merupakan mantan Direktur Naval Operations Strategic Studies Group menilai bahwa konflik antara Ukraina dan Rusia dapat menjadi awal konfrontasi global yang memicu konflik di wilayah lain.

"Rusia dapat mengelola operasinya di Ukraina untuk menjaga agar konflik tidak meningkat di luar kendali," ucap dia sebagaimana dikutip dari VOA, Sabtu (26/2).

"AS, NATO dan Uni Eropa telah berdamai untuk tidak melakukan intervensi militer," tambah dia.

Guru Besar Hukum Internasiona Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menjelaskan bahwa negara-negara yang tergabung dalam NATO memerlukan legitimasi tertentu untuk berhadapan dengan Rusia.

Hal tersebut berbeda apabila Ukraina merupakan bagian dari NATO. Maka, serangan tersebut dapat dimaknai dilakukan terhadap seluruh anggota NATO.

"Jadi kalau bukan karena pertahanan kolektif atau dimandatkan oleh DK PBB maka tidak ada basis bagi negara Eropa Barat dan AS membantu Ukraina untuk melawan Rusia," ucap Hikmahanto saat dihubungi CNNIndonesia.com.

Menurutnya, Rusia memiliki ancaman serius apabila NATO mengintervensi serangan tersebut tanpa basis yang kuat. Rusia, kata dia, telah siap dengan senjata nuklirnya sehingga membuat NATO tak dapat berbuat banyak.

"Ujung dari serangan Rusia dugaan saya adalah menangkap da menurunkan Volodymyr. Lalu menggantikannya dengan Presiden yang pro Rusia," tambah dia.

Terpisah, Pengamat Hubungan Internasional Universitas Pelita Harapan (UPH) Aleksius Jemadu sependapat bahwa terdapat banyak risiko apabila NATO terlibat dalam konflik itu.

Presiden Rusia, Vladimir Putin dinilai memiliki tujuan untuk mengamankan Ukraina agar tak bergabung dengan NATO dibalik invasi yang dilakukan.

"(NATO) Mereka tidak melihat adanya urgensi untuk konfrontasi secara langsung dengan Rusia," jelas dia.

Kelompok tersebut menggunakan sanksi ekonomi sebagai alat yang dianggap paling tepat dan proporsional dalam menghadapi invasi tersebut. Selain itu, risiko yang timbul juga terkendali.

Pasalnya, kata dia, Putin tak memiliki ambisi untuk melakukan ekspansi ke Eropa Barat. Sehingga cara pemberian sanksi ekonomi merupakan salah satu hal yang dapat diupayakan oleh NATO saat ini.

"Kalau ada konfrontasi langsung dengan NATO itu berbahaya karena akan muncul dua variabel baru yaitu ketidakterpisahan AS dengan NATO dan peluang penggunaan nuklir oleh kedua pihak jika ada provokasi yang tak terkendali," jelasnya.

Salah satu cara meredam konflik itu ialah membiarkan dunia internasional melakukan tekanan kolektif agar gencatan senjata dilakukan. Kemudian, Ukraina dan Rusia dapat melakukan negosiasi melalui jalur diplomasi.

(mjo/agt)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Pages