Tampil di Podcast Deddy Corbuzier, Rhenald Kasali Bongkar Flexing dan Broker Saham Bodong
:extract_focal()/https%3A%2F%2Fassets.promediateknologi.com%2Fcrop%2F0x0%3A0x0%2Fx%2Fphoto%2F2022%2F02%2F02%2F1178978309.png)
SUARAMERDEKA.COM - Rhenald Kasali pada Rabu, 2 Februari 2022 tengah trending di berbagai media sosial usai tampil dalam acara podcast bersama Deddy Corbuzier.
Dalam acara tersebut, Rhenald Kasali membongkar adanya broker saham tak bertanggung jawab yang kerap flexing dalam strategi marketing demi menarik minat pelanggannya.
Lewat broker saham bodong ceruk pasar akan dimanfaatkan dengan para pemain baru yang masuk ke dunia pasar modal, ungkap Rhenald Kasali.
Bahkan, Rhenald Kasali membeberkan terdapat 2 sampai 4 juta investor baru yang menanamkan modal di pasar modal Indonesia. Namun, ada bahaya yang mengintai mereka.
Bagi kamu yang masih asing dengan istilah broker saham simak penjelasannya yuk.
Broker saham adalah pihak ketiga yang menghubungkan investor dan pasar efek saham. Broker juga disebut dengan istilah pialang.
Lantas, ada sejumlah broker saham ilegal yang mencuri kesempatan untuk melakukan penipuan terhadap para investor.
Sementara, flexing menurut Rhenald Kasali adalah perilaku yang memamerkan harta kekayaan kepada orang lain. Kini melalui platform media sosial, flexing mudah dilakukan.
Dalam memamerkan barang-barang mewah seperti mobil, rumah, hingga gaya hidup untuk menunjukkan kesuksesannya.
Broker saham yang flexing kerap menunjukkan seolah-olah mereka untung besar dari bermain saham maupun komoditas yang lain, sehingga membuat investor-investor baru tergiur.
“Bisnisnya apa? Bisnis online. Nggak tahunya mereka broker dan sebagian adalah kepanjangan tangan dari orang-orang tertentu,” ucap Rhenald Kasali.
Broker saham bodong ini, menurut Rhenald Kasali, menjadi permasalahan yang harus dihadapi dan diselesaikan oleh seluruh pemegang penting di ekosistem pasar modal di Indonesia.
Itulah arti broker saham dan flexing menurut Rhenald Kasali.
Rhenald Kasali menjelaskan, broker saham dan flexing saat ini membahayakan di ekosistem pasar modal Indonesia.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar