5 Alasan yang Bikin Banyak Warga RI Dukung Rusia Invasi Ukraina
Vladimir Putin saat bersama pemimpin Chechen Ramzan Kadyrov. (AFP/ALEXEY NIKOLSKY)
Jakarta, CNN Indonesia --
Peneliti Studi Rusia dan Eropa Timur di Hubungan Internasional (HI) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Radityo Dharmaputra menilai ada lima alasan warga Indonesia banyak mendukung invasi Rusia di Ukraina.
Radit menilai publik cenderung mendukung invasi Rusia karena beberapa variabel. Berikut lima faktor yang bikin banyak warga RI dukung invasi Rusia di Ukraina:
1. Sentimen Anti-AS
Sentimen terhadap Amerika Serikat (AS) menjadi salah satu faktor pendukung warganet menjadi pro Rusia dalam kasus invasi Rusia ke Ukraina belakangan ini.
Keberpihakan politik masyarakat Indonesia yang anti-Amerika dan anti-barat.
"Kecenderungan masyarakat kita, setelah masa perang melawan terorisme, perang Irak, masyarakat lebih anti-Amerika dan anti-Barat," ungkap Radit saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, Kamis (10/3).
Radit melanjutkan, sentimen warga yang seakan melabeli anti-Amerika tumbuh karena agresi Amerika yang dilakukan di negara-negara Timur Tengah, saat masa 'perang melawan terorisme' sejak September 2001 lalu.
Atas beragam kejadian itu, masyarakat Indonesia kemudian menganggap siapapun yang berseberangan dengan Amerika, maka pihak itulah yang harus dibela. Dalam konteks invasi Rusia-Ukraina, masyarakat seolah cepat mengambil kesimpulan untuk mendukung Rusia karena berseberangan dengan AS.
Radit mengungkapkan masyarakat Indonesia sulit untuk memandang bahwa konflik yang terjadi hari ini adalah antara Rusia dan Ukraina. Publik seakan melihat persoalan ini antara Rusia dan Barat.
Padahal pemerintah Indonesia pun secara resmi sudah mengambil sikap mendukung resolusi Majelis Umum PBB. Resolusi itu salah satunya berisi kecaman terhadap agresi Rusia, dan dilaporkan telah didukung oleh 141 negara di dunia.
"Kalau begitu narasi jadi mudah sekali dibuat, 'oh ini anti-Barat jadi kita harus dukung Rusia'. Ini tidak hanya terjadi di Indonesia, di banyak negara China, India, di Malaysia juga berpandangan seperti itu," lanjutnya.
2. Kagum Sosok Putin
Selain itu, Radit menilai masyarakat Indonesia mulai 'dibuai' dengan sosok Presiden Rusia Vladimir Putin yang kerap dipamerkan sebagai pemimpin dengan karakter kuat dan tegas.
Masyarakat, menurut Radit, cenderung melihat sosok Putin memiliki citra yang sama seperti Presiden Pertama RI Soekarno, serta tokoh militer Prabowo Subianto. Hal itu juga, kata Radit, menjadikan masyarakat Indonesia melihat sosok Putin lebih gagah dan tegas ketimbang Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky yang merupakan mantan komedian.
"Yang muncul, Putin adalah mantan intelijen. Sementara, Presiden Ukraina komedian. Seakan-akan kalau mantan intelijen bisa jadi pemerintah, sedangkan komedian jadi presiden kan dianggap negaranya enggak benar," ungkap Radit.
Sentimen agama hingga minim informasi, baca di halaman selanjutnya...
Sentimen Agama hingga Kecewa terhadap Barat
Tank Rusia di Ukraina. (via REUTERS/RUSSIAN DEFENCE MINISTRY)
3. Sentimen Agama
Lebih lanjut, Sentimen agama juga mendasari dukungan publik Indonesia terhadap Rusia. Hal itu merujuk kondisi kanal media dan publikasi Rusia yang kerap menampilkan citra yang bersahabat dengan Islam beberapa tahun terakhir.
Putin diketahui sempat mengangkat tokoh muslim Ramzan Kadyrov sebagai Presiden Chechnya, negara bagian di Rusia. Sementara nama Ramzan begitu masyhur di kalangan Muslim, seiring sorotan media, termasuk media Indonesia.
Selain itu, sebuah kanal YouTube Indonesia menampilkan konten yang membuat Rusia juga dipercaya sebagai bangsa Rum yang akan beraliansi dengan Umat Muslim di akhir zaman. Hal itu diperkuat dengan kelompok Azov neo-Nazi Ukraina yang melumuri pelurunya dengan lemak babi dan akan ditembakkan ke pasukan Chechen Rusia.
"Ini narasi yang beberapa tahun lalu sudah ada, dan tidak benar sebenarnya. Pandangan (Rusia adalah bangsa Rum) itu cocoklogi (mengada-ada) saja," kata Radit.
Sebaliknya, Rusia justru memiliki sejarah konflik yang panjang dengan negara Islam. Sebut saja masa invasi Soviet ke Afghanistan pada 1970-an dan perang Chechnya pada 1990-an. Kemudian, pada 2015 lalu militer Rusia juga menyerang Suriah. Hal itu memperkuat bahwa Rusia sebenarnya juga anti-islam.
4. Kecewa terhadap Negara-negara Barat
Radit kemudian melanjutkan, sentimen publik Indonesia yang mendukung invasi Rusia ke Ukraina juga didasari kekecewaan terhadap negara barat yang cenderung membiarkan konflik Israel dan Palestina.
Sikap Amerika yang cepat memberikan sanksi kepada Rusia ketika invasi dimulai. Sementara, di sisi lain mendiamkan serangan Israel ke Palestina yang sudah berlangsung lebih dari 70 tahun, dinilai sebagai sikap standar ganda.
"Amerika bersikap standar ganda, harusnya kecam ini, kecam semua. Tapi apakah karena kita kecewa dengan perlakuan Barat, lalu kita mengiyakan dan membiarkan Invasi Rusia ke Ukraina terjadi, kan tidak bisa begitu. Kita bisa kritik Barat, di saat yang sama kita mendukung supaya Rusia berhenti menyerang Ukraina," kata Radit.
5. Minim Informasi
Terakhir, aspek penting lain yang mendorong banyaknya pandangan pro-invasi Rusia di Indonesia adalah minimnya akses informasi di masyarakat. Hal itu dipicu keterbatasan media untuk mengirimkan jurnalis ke lokasi konflik hingga menghasilkan berita yang kredibel.
Persoalan itu juga tak lepas dari rendahnya literasi digital masyarakat Indonesia. Bias informasi menjadi hal berbahaya jika dikonsumsi mentah-mentah.
"Literasi digital kita memang masih rendah, masyarakat kita tidak dibiasakan mengecek sumber informasi yang lebih dalam dan kredibel," pungkasnya.
(khr/bac)
Saksikan Video di Bawah Ini:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar