Bagaimana Hukum Internasional Dapat Selamatkan Ukraina - Republika - Opsiin

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Bagaimana Hukum Internasional Dapat Selamatkan Ukraina - Republika

Share This

 

Bagaimana Hukum Internasional Dapat Selamatkan Ukraina

Kecil kemungkinannya Putin akan duduk di ruang sidang ICC.

Konvoi truk militer yang diparkir di sebuah jalan di Mykolaivka, wilayah Donetsk, wilayah yang dikuasai oleh militan pro-Rusia, Ukraina timur, Ahad, 27 Februari 2022.
AP/AP
Konvoi truk militer yang diparkir di sebuah jalan di Mykolaivka, wilayah Donetsk, wilayah yang dikuasai oleh militan pro-Rusia, Ukraina timur, Ahad, 27 Februari 2022.
Rep: Lintar Satria Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Invasi Rusia ke Ukraina merupakan serangan ilegal terburuk yang dilakukan satu negara ke negara lain sejak Perang Dunia II. Invasi ini jelas melanggar Piagam PBB yang melarang "penggunaan kekuatan terhadap integritas wilayah atau kemerdekaan politik negara mana pun."

Baca Juga

Baru-baru ini Presiden Rusia Vladimir Putin juga mengancam bila rakyat Ukraina terus melawan maka mereka "mempertaruhkan masa depan negara Ukraina." Selain itu juga muncul begitu banyak bukti kejahatan perang yang dilakukan Rusia di Ukraina termasuk serangan pada warga sipil.

Menurut profesor hukum internasional dari Yale Law School Oona A Hathaway pelanggar hukum internasional yang dilakukan Rusia diikuti langkah penegakan hukum yang luar biasa. Serangan Rusia mendorong Amerika Serikat (AS), Uni Eropa dan sebagian besar negara lain di dunia menerapkan sanksi terkoordinir terhadap Moskow.

Sanksi-sanksi tersebut diberlakukan sebagai bentuk hukuman karena Rusia melanggar Piagam PBB. Hasilnya sanksi-sanksi itu memberi pesan yang jelas: invasi ke Ukraina tidak hanya mengancam negara itu tapi juga ketertiban internasional.

"Dengan ikut menerapkan sanksi, negara-negara di seluruh dunia menegaskan, mereka juga, menolak invasi ilegal Rusia dan pelanggaran yang mencerminkannya," tulis Hathaway di Foreign Affairs, Selasa (15/3/2022).

Prajurit Ukraina membawa kereta bayi setelah menyeberangi sungai Irpin di jalur improvisasi di bawah jembatan yang dihancurkan oleh serangan udara Rusia, sambil membantu orang-orang yang melarikan diri dari kota Irpin, Ukraina, Sabtu, 5 Maret 2022. - (AP/Vadim Ghirda)
photo

Hathaway mengatakan hukum internasional kontemporer merespons pelanggaran tidak dengan perang. Tapi dengan apa yang ia dan Scott J Shapiro sebut sebagai outcasting. Ia menjelaskan outcasting adalah sanksi yang tidak mengizinkan sebuah negara yang melanggar hukum internasional mendapatkan manfaat dari kerjasama global.

"Dalam kasus ini, outcasting tidak hanya melibatkan sanksi-sanksi ekonomi tapi juga melarang atlet Rusia untuk berpartisipasi dalam ajang olahraga internasional, melarang pesawat Rusia terbang di langit Eropa dan AS, dan membatasi media Rusia mengakses audiens Eropa," tulis Hathaway.

Selain itu, tambah Hathaway, institusi hukum internasional yang mati suri dapat tiba-tiba bangkit kembali untuk merespons invasi. Beberapa hari setelah Rusia menyerang Ukraina, kepala jaksa Mahkamah Internasional (ICC) mengumumkan akan menggelar penyidikan atas kemungkinan kejahatan perang yang dilakukan Rusia.

Ukraina juga telah meminta ICJ untuk mengintervensi konflik ini. Dorongan untuk membentuk tribunal khusus untuk mempersidangkan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan juga kian menguat.

Meski masih terlalu dini untuk mengetahui keberhasilan usaha-usaha ini, respon terhadap invasi Rusia berdampak pada bangkitnya dan penegakan hukum internasional yang tidak diantisipasi Putin sebelumnya. Hathaway mengatakan keputusan Ukraina mengandalkan hukum saat Rusia menggunakan kekuatan brutal meningkatkan posisi mereka dalam konfrontasi ini.

"Konflik ini tidak hanya mengenai masa depan Ukraina, tapi pada masa depan ketertiban hukum global yang telah kami ketahui selama ini," katanya.

Pada 28 Februari lalu, tepat empat hari setelah invasi di mulai, Jaksa ICC Karim Khan mengumumkan akan meminta wewenang untuk membuka penyelidikan secepat mungkin. Rusia dan Ukraina bukan negara yang turut menandatangani Statuta Roma yang dibentuk ICC dan memberi mereka yurisdiksi.

Tapi pada tahun 2013 Ukraina menerima yurisdiksi pengadilan itu untuk menyelidiki kejahatan di wilayahnya. Khan mengatakan proses memulai penyelidikan dapat dipercepat bila negara anggota ICC merujuk krisis Ukraina ke kantornya.

Pada 2 Maret Khan mengumumkan ia sudah menerima 39 surat permintaan pembukaan penyelidikan. Ia menegaskan akan segera mulai proses investigasi. Hathaway mengatakan ICC tidak pernah merespon konflik secepat itu.

Pengumuman ini artinya, kata Hathaway, semua kombatan dan komandan mereka dari kedua belah pihak, termasuk Putin sendiri, dapat didakwa kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, atau genosida oleh ICC. Sebab ICC hanya dapat mendakwa agresi pada negara anggota Statuta Roma.

Hathaway menegaskan tidak ada lembaga hukum internasional yang dapat menghentikan invasi Rusia. Tapi lembaga-lembaga tetap memiliki wewenang.

Presiden Rusia Vladimir Putin menandatangani dokumen pengakuan kemerdekaan wilayah separatis di Ukraina timur di Kremlin di Moskow, Rusia, Senin, 21 Februari 2022. - (AP/Alexei Nikolsky/Pool Sputnik Kremlin)

"Bersama-sama institusi-institusi ini akan menyulitkan Putin memperkeruh masalah hukum dan mempertahankan sisa sekutunya," katanya.

Sejak invasi dimulai, pemimpin Rusia menyebutkan klaim tanpa dasar: Ukraina melakukan genosida di wilayah Luhansk dan Donetsk yang mayoritas berbahasa Rusia. Putin juga pernah mengatakan sanksi ekonomi merupakan deklarasi perang dan serangan yang ia sebut sebagai "operasi militer khusus" hanya menerima permintaan dari wilayah-wilayah "merdeka" di Ukraina.

"Namun otoritas ini semakin lemah dengan semakin banyaknya bukti kejahatan perang yang dilakukan pasukan Rusia serta bersatunya respons institusi hukum internasional untuk menundukan klaim-klaim Putin," tulis Hathaway.  

Hathaway mengakui kecil kemungkinannya Putin akan duduk di ruang sidang ICC. Rusia juga hampir tidak mungkin mematuhi perintah ICJ. Tapi, menurut Hathaway  hukum internasional mungkin senjata terkuat dalam menghadapi Rusia.

"Hukum telah menyatukan koalisi negara-negara di seluruh dunia yang tidak pernah terjadi sebelumnya untuk melawan intervensi Rusia dan membentuk program sanksi yang meningkatkan biaya agresi Kremlin," tambah Hathaway.

Hukum, kata Hathaway, mendorong negara-negara lain memberikan bantuan ke Ukraina. Termasuk dalam bentuk persenjataan untuk membela dirinya sendiri.

"Hukum menyatukan koalisi berbagai negara ini dengan menunjukkan sekali lagi dan lagi Putin tidak memiliki argumen sah yang ia andalkan," kata Hathaway.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Pages