Inilah Dampak Perang Rusia-Ukraina di Indonesia, BBM Elpiji dan Listrik Bisa Naik, Ini Keuntungannya - Bangkapos.com

BANGKAPOS.COM-Perang antara Rusia dan Ukraina yang masih berlangsung hingga saat ini tak hanya berpengaruh terhadap dua negara yang berseteru itu saja.
Dampaknya juga dirasakan negara-negara lain di dunia.
Salah satunya adalah Indonesia.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mewaspadai tren harga minyak dunia yang terus meningkat akibat memanasnya konflik antara Rusia dan Ukraina.
Harga minyak Brent saat ini sudah di level 103 dollar AS per barrel.
Kenaikan itu turut berpengaruh pada harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) yang per 24 Februari 2022 sudah mencapai 95,45 dollar AS per barrel.
Padahal asumsi ICP dalam APBN 2022 hanya sebesar 63 dollar AS per barrel.
"Sejak ICP naik diatas 63 dollar AS per barrel, kami terus monitor dan antisipasi dampaknya. Tidak hanya harga minyak, tapi harga LPG seperti CP Aramco," ujar Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Agung Pribadi dalam keterangannya, Senin (26/2/2022) seperti dikutip dari kompas.com.
ICP naik, subsidi BBM dan LPG ikut naik

Kenaikan harga minyak pun turut mempengaruhi kondisi APBN. Lantaran kenaikan ICP menyebabkan harga keekonomian bahan bakar minyak (BBM) meningkat sehingga menambah beban subsidi BBM dan LPG serta kompensasi BBM dalam APBN.
Agung menjelaskan, setiap kenaikan 1 dollar AS per barel berdampak pada kenaikan subsidi LPG sekitar Rp 1,47 triliun, subsidi minyak tanah sekitar Rp 49 miliar, dan beban kompensasi BBM lebih dari Rp 2,65 triliun.
Sebagaimana diketahui, subsidi BBM dan LPG 3 kilogram dalam APBN 2022 sebesar Rp 77,5 triliun. Subsidi tersebut dengan perhitungan asumsi ICP sebesar 63 dollar AS per barrel.
"Beban subsidi, khususnya BBM dan LPG juga meningkat dan bisa melebihi asumsi APBN 2022. Belum lagi biaya kompensasi BBM. Namun yang pasti, pemerintah terus mengamankan pasokan BBM dan LPG," kata Agung.
Dampak kenaikan ICP ke subsidi listrik
Di sisi lain, kenaikan ICP juga memberikan dampak terhadap subsidi dan kompensasi listrik, mengingat masih terdapat penggunaan BBM dalam pembangkit listrik.
Setiap kenaikan ICP sebesar 1 dollar AS per barrel berdampak pada tambahan subsidi dan kompensasi listrik sebesar Rp 295 miliar.
Selain dampak terhadap APBN tersebut, lanjut Agung, kenaikan harga minyak juga berdampak pada sektor lainnya khususnya transportasi dan industri yang mengkonsumsi BBM non-subsidi. Harga minyak yang terkerek turut membuat harga keekonomian BBM, termasuk yang nonsubsidi turut naik.
"Tren kenaikan harga minyak dunia, mengerek harga keekonomian BBM," kata dia.
Sebagai gambaran, kisaran harga BBM non-subsidi di beberapa negara ASEAN, antara lain Singapura Rp 28.500 per liter, Thailand Rp 19.300 per liter, Laos Rp 19.200 per liter, Filipina Rp 18.500 per liter, Vietnam Rp 16.800 per liter, Kamboja 16.500 per liter, dan Myanmar Rp 15.300 per liter.
Keuntungan dari Perang Ukraina Vs Rusia Bagi Indonesia
Indonesia sebagai negara yang kaya komoditas dinilai memiliki posisi strategis atas konflik geopolitik antara Rusia-Ukraina.
Sejumlah pengamat pasar modal memproyeksikan hal tersebut akan mendorong optimisme harga komoditas, pasar modal dan ekonomi di tanah air.
Nikel
Founder of Forum Saham, Tape Trader8 & Beta Trader Yuzha Sha menjelaskan, tulang punggung ekspor dari Rusia adalah komoditas.
Mulai dari minyak, gas, batu bara, hingga barang mineral hasil olahan tambang seperti tembaga, berlian dan emas.
Konflik geopolitik Rusia-Ukraina mendorong kekhawatiran menipisnya pasokan nikel dunia.
Dia mengatakan, pada 2021 ekspor nikel Rusia menurun 66,5 persen menjadi 45.400 ton dari 135.000 ton pada tahun sebelumnya.
Sedangkan Indonesia adalah salah satu negara penghasil nikel terbesar di dunia.
Menurut data badan survei geologis Amerika Serikat (AS) atau US Geological Survey, produksi nikel Indonesia mencapai 1 juta metrik ton pada 2021 atau menyumbang 37,04 persen nikel dunia.
“Ini akan menjadi salah satu potensi yang menjadikan ekonomi Indonesia hebat kembali. Sebagai contoh untuk nikel hanya ada beberapa country yang mempunyai jutaan ton di dalamnya. Belum ada yang bisa menggantikan energi semurah coal. Jadi memang ini menarik terutama untuk komoditi baik itu nikel, coal, copper, aluminium dan lain-lain,” ujar Yuzha dalam acara Investment Talk bertema Ekonomi Indonesia Hebat, yang digelar secara daring oleh D 'ORIGIN Financial & Business Advisory dan IGICO Advisory, Minggu (27/2/2022).
Batu bara
Di sisi lain, karena konflik dengan Ukraina, Rusia tengah menghadapi sanksi boikot ekonomi dari dunia internasional yang tentunya mengganggu ekspor negeri Beruang Merah tersebut.
Sehingga pasokan komoditas dari Rusia kepada dunia perlu digantikan oleh negara-negara pesaingnya. Salah satunya untuk batu bara adalah Indonesia.
Menurutnya, kondisi ekonomi global akan lebih baik jika konflik (invasi Rusia ke Ukraina) segera berakhir. Karena hal itu dapat menjaga momentum pertumbuhan ekonomi global pasca terhantam pandemi.
Yuzha menyebutkan, ke depan investor pun harus memperhatikan faktor lain, yakni pada 2025 Uni Eropa menetapkan kebijakan nir-karbon. Seperti diketahui, batu bara selalu menjadi kontroversi ketika terkait emisi.
“Analisa saya, komoditas memang akan berjaya tetapi potensi akan ada yang sunset komoditas terutama untuk fuel. Sementara nikel, sebagai alternatif-alternatif komoditas yang telah menjadi bagian dari hidup kita dalam penggunaan handphone, smart card dan lain lain mempunyai potensi untuk mendorong produksi dan otomatis mendorong super siklus komoditas terjadi,” urainya.
Harga emas dan harga sawit mentah
Dengan pertumbuhan itu, akan mendorong inflasi karena masyarakat lebih konsumtif sehingga membutuhkan banyak uang beredar. Dengan tingginya kebutuhan cadangan emas negara, tentunya akan mengatrol harga logam mulia.
Sementara minyak sawit mentah atau CPO, akan sangat bergantung pada ketentuan dari Eropa dan mengikuti harga minyak mentah.
Mendekati level Commodity Boom 2010-2011?
Senior Portfolio Manager of Samuel Aset Manajemen Agung Ramadoni mengatakan, hampir semua harga komoditas dalam kurun satu tahun terakhir meningkat cukup tajam, mendekati level commodity boom pada 2010-2011.
Namun hal ini perlu dicermati lebih dalam akankah berkelanjutan atau tidak.
Dia menilai, hal tersebut bergantung pada oil capital expenditure (capex) dari mayoritas perusahaan minyak di dunia. Oleh karena itu, untuk mestimulus mayoritas perusahaan minyak dunia mengeluarkan capex secara progresif, kondisi politik global harus lebih stabil dengan berhentinya konflik di Eropa.
“Sejauh ini capex mereka dibandingkan dengan 2011 atau 2014 masih terbilang jauh. Dari segi inventory masih sangat rendah. Baik dari copper, nikel, aluminium, dan timah masih terbilang rendah. Masih in early stage bagi commodity price saat ini. Jadi kita tunggu,” ujarnya.
Meski demikian, Agung melihat ekonomi dalam negeri dengan penuh optimisme. Misalnya di sektor ritel yang mulai ada perbaikan sejak 2020 lalu yang jatuh akibat terhantam pandemi.
Dari perbankan, likuiditas melimpah dengan tingkat kredit bermasalah yang terkendali.
Hal itu pun mendorong ekonomi pulih lebih baik. Sehingga terlihat dari penjualan produk otomotif dan properti yang meningkat.
Investor diminta cermat dan tak panik pada berita-berita soal perang
Dalam kesempatan yang sama, Founder of GaleriSaham.com Rio Rizaldi mengimbau untuk bersikap lebih hati-hati dalam berinvestasi.
Indikator-indikator ekonomi menurutnya harus dilihat untuk menentukan price action. Di mana pasokan dan permintaan sangat berpengaruh termasuk sentimen positif maupun pesimisme.
Oleh karena itu, sebenarnya lebih baik jika kondisi ekonomi bertumbuh pada kondisi ideal tanpa adanya konflik seperti yang sedang terjadi di Benua Biru.
“Investor harus tahu konsep dasar pergerakan harga, tidak hanya melihat impact perang Rusia vs Ukraina, tapi proyeksi ekonomi Indonesia, defisit neraca perdagangan, dan lainnya. Untuk itu, investor perlu aware untuk sentimen market sekarang dan akan datang tetapi tidak perlu reaktif terhadap berita-berita sekarang,” ujar Rio.
Rio menekankan, investor di dalam negeri jangan panik menghadapi sentimen konflik Rusia-Ukraina terhadap pasar, yang kemudian menjual sahamnya. Dengan selalu melihat kondisi fundamental usaha emiten.
“Sebagai investor harus mengikuti konsep pebisnis yaitu mencari jalan supaya survive. Mereka berusaha tetap bertahan bahkan growing dalam kondisi apapun. Mungkin trader bisa mengikuti pebisnis.
Sehingga lebih siap dengan segala keadaan dan berusaha terus tumbuh,” tambah Rio.
Rekomendasi saham yang terimbas isu positif
Founder of Syariah Saham Asep M. Saepul Islam atau akrab disapa Mang Amsi dalam acara tersebut merekomendasikan beberapa saham dalam konteks sentimen masalah geopolitik Rusia-Ukraina.
Dia mengatakan investor bisa berinvestasi pada saham-saham emiten yang terimbas dampak positif dari isu tersebut, seperti UNTR, AALI, INCO, BTPS, ITMG, hingga SIDO.
“Ini karena mereka sudah rilis laporan akhir tahun dan kinerjanya signifikan naik. Kalau yang full year 2021 membukukan kinerja moncer, terlebih lagi ditopang kenaikan harga CPO, nikel dan batu bara untuk ITMG, AALI, INCO dan UNTR. Rasio utangnya masih di bawah 1 (DER < 1),” ujar Saepul.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar