Biografi KH. Sholeh Darat: Guru Spiritual KH. Hasyim Asy’ari, KH. Ahmad Dahlan, Hingga Raden Ajeng Kartini By Pedoman Tangerang - Opsiin

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Biografi KH. Sholeh Darat: Guru Spiritual KH. Hasyim Asy’ari, KH. Ahmad Dahlan, Hingga Raden Ajeng Kartini By Pedoman Tangerang

Share This

 

Biografi KH. Sholeh Darat: Guru Spiritual KH. Hasyim Asy’ari, KH. Ahmad Dahlan, Hingga Raden Ajeng Kartini

By
Ahmad Zaenul Aziz
google.com
7 min
Biografi Lengkap KH. Sholeh Darat, Guru Spiritual KH. Hasyim Asy’ari, KH. Ahmad Dahlan, Hingga Raden Ajeng Kartini. /Tangkapan layar Instagram/ @maktabah_rizkiawaniyah/
Biografi Lengkap KH. Sholeh Darat, Guru Spiritual KH. Hasyim Asy’ari, KH. Ahmad Dahlan, Hingga Raden Ajeng Kartini. /Tangkapan layar Instagram/ @maktabah_rizkiawaniyah/

Pedoman Tangerang - KH. Sholeh Darat merupakan sosok ulama yang memiliki andil besar dalam penyebaran Islam di Pantai Utara jawa Khususnya di Semarang. 

Ayahnya yaitu KH Umar, adalah ulama terkemuka yang dipercaya Pangeran Diponegoro dalam perang Jawa melawan Belanda di wilayah pesisir utara Jawa.

Melihat keragaman kitab-kitab yang diperoleh oleh KH. Sholeh Darat dari beberapa gurunya, menunjukkan betapa kemampuan dan keahlian KH. Sholeh Darat di bidang ilmu agama.

Beliau telah berhasil mencetak murid-muridnya menjadi tokoh, ulama, kiai, dan para pendiri pondok pesantren.

Salah satu murid beliau dari sekian banyak diantaranya; KH. Hasyim Asy’ari (Pendiri NU), KH. Ahmad Dahlan (Pendiri Muhammadiyah), Juga Raden Ajeng Kartini.

Biografi KH. Sholeh Darat

Muhammad Shalih ibn Umar as-Samarani atau yang lebih akrab disapa dengan panggilan KH. Sholeh Darat lahir pada sekitar tahun 1820 /1235 H di Dukuh Kedung Jumbleng, Desa Ngroto Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara. Dikutip tim Pedoman Tangerang dari laman Laduni.id

Nama Darat yang dipakai oleh KH. Sholeh berawal dari kehidupannya yang tinggal di kawasan dekat pantai utara Semarang yakni, tempat berlabuhnya (mendarat) orang-orang dari luar Jawa. Kini, nama Darat tetap lestari dan dijadikan prasasti nama kampung, Nipah Darat dan Darat Tirto. Saat ini kampung Darat masuk dalam wilayah Kelurahan Dadapsari, Kecamatan Semarang Utara.

KH. Saleh Darat wafat di Semarang pada hari Jum’at Wage 28 Ramadan 1321 H atau pada 18 Desember 1903 dalam usia 83 tahun. Beliau dimakamkan di pemakaman umum Bergota Semarang.

Setelah beliau meninggal dunia, setiap tanggal 10 Syawal, masyarakat dari berbagai penjuru kota berziarah untuk menghadiri haul beliau.

Selama hayatnya, KH. Sholeh Darat pernah menikah tiga kali. Pernikahannya yang pertama adalah ketika ia masih berada di Makkah. Tidak jelas siapa nama istrinya. Dari pernikahannya yang pertama ini, ia dikarunia seorang anak yang diberi nama Ibrahim. Tatkala KH. Sholeh Darat pulang ke Jawa, istrinya telah meninggal dunia dan Ibrahim tidak ikut serta ke Jawa. Ibrahim ini tidak mempunyai keturunan. Untuk mengenang anaknya (Ibrahim) yang pertama ini, Kiai Shalih Darat menggunakan nama Abu Ibrahim dalam halaman sampul kitab tafsirnya, Faidh al-Rahman.

Pernikahannya yang kedua dengan Sofiyah, puteri KH. Murtadha teman karib bapaknya, Kiai Umar, setelah ia kembali di Semarang. Dari pernikahannya ini, mereka dikarunia dua orang putra, Yahya dan Khalil. Dari kedua putranya ini, telah melahirkan beberapa anak dan keturunan yang bisa dijumpai hingga kini. Sedangkan pernikahannya yang ketiga dengan Aminah, putri Bupati Bulus, Purworejo, keturunan Arab.

Dari pernikahannya ini, mereka dikaruniai anak. Salah satu keturunannya adalah Siti Zahrah. Siti Zahrah dijodohkan dengan KH. Dahlan santri KH. Sholeh Darat dari Tremas, Pacitan. Dari pernikahannya ini melahirkan dua orang anak, masing masing Rahmad dan Aisyah. KH. Dahlan meninggal di Makkah, kemudian Siti Zahrah dijodohkan dengan KH. Amir, juga santri sendiri asal Pekalongan. Pernikahannya yang kedua Siti Zahrah tidak melahirkan keturunan.

Pendidikan

Sebagaimana anak seorang Kiai, masa kecil dan remaja KH. Sholeh Darat dilewatinya dengan belajar al-Qur’an dan ilmu agama. Sebelum meninggalkan tanah airnya, ada beberapa guru yang dikunjunginya guna menimba ilmu agama, diantaranya:

KH. M. Syahid.

Untuk pertama kalinya KH. Sholeh Darat menuntut ilmu dari Kiai M. Syahid, seorang ulama yang memiliki Pesantren Waturoyo, Margoyoso Kajen, Pati. Pesantren tersebut hingga kini masih berdiri. KH. M. Syahid adalah cucu KH. Mutamakkin yang hidup semasa Paku Buwono II (1727-1749M). kepada KH. M. Syahid ini, KH. Sholeh Darat belajar beberapa kitab fiqih. Di antaranya adalah kiab Fath al-Qarib, Fath al-Mu’in, Minhaj al-Qawwim, Syarh al-Khatib, Fath al-Wahab dan lain-lain.

KH. Raden Haji Muhammad Shaleh bin Asnawi, Kudus.

Kepadanya KH. Sholeh Darat belajar Tafsir al-Jalalain karya Imam Suyuti.

KH. Ishak Damaran, Semarang.

Kepadanya KH. Sholeh Darat belajar Nahwu dan Sharaf.

Murid-Murid

Berkat kedalaman ilmu yang dimiliki oleh KH. Sholeh Darat, beliau telah berhasil mencetak murid-muridnya menjadi tokoh, ulama, kiai, dan para pendiri pondok pesantren. Murid-murid beliau diantaranya:

KH. Hasyim Asy’ari

(pendiri NU)

KH. Ahmad Dahlan

(pendiri Muhamadiyah),

KH. R. Dahlan Tremas, seorang Ahli Falak (w. 1329 H)

KH. Amir Pekalongan (w. 1357 H) yang juga menantu Kiai Shaleh Darat

KH. Idris (nama aslinya Slamet) Solo

KH. Sya’ban bin Hasan Semarang yang menulis artikel “Qabul al-‘Ataya ‘an Jawabi ma Shadara li Syaikh Abi Yahya, untuk mengoreksi salah satu dari salah satu bagian dari kitab Majmu’at al-Syari’ah karya Kiai Shaleh Darat.

KH. Abdul Hamid Kendal

KH. Tahir, penerus pondok pesantren Mangkang Wetan, Semarang

KH. Yasir Areng Rembang

RA Kartini Jepara.

Pemikiran

KH. Sholeh Darat dikenal sebagai pemikir di bidang ilmu kalam. Ia adalah pendukung paham teologi Asy’ariyah dan Maturidiyah. Pembelaannya terhadap paham ini jelas kelihatan dalam bukunya, Tarjamah Sabil al-’Abid ‘ala Jauhar at-Tauhid. Dalam buku ini, ia mengemukakan penafsirannya terhadap sabda Rasulullah SAW mengenai terpecahnya umat Islam menjadi 73 golongan sepeninggal beliau, dan hanya satu golongan yang selamat.

Menurut KH. Sholeh Darat, yang dimaksud Nabi Muhammad SAW dengan golongan yang selamat adalah mereka yang berkelakuan seperti yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, yaitu melaksanakan pokok-pokok kepercayaan Ahlussunah Waljamaah, Asy’ariyah, dan Maturidiyah.

KH. Sholeh Darat juga selalu menekankan kepada para muridnya untuk giat menuntut ilmu. Beliau berkata “Inti sari al-Qur’an adalah dorongan kepada umat manusia agar mempergunakan akalnya untuk memenuhi tuntutan hidupnya di dunia dan akhirat”.

Dalam Kitab tarjamah Sabil al-‘Abid ‘Ala Jauharah al-Tauhid, KH. Sholeh Darat menasehati bahwa, orang yang tidak mempunyai ilmu pengetahuan sama sekali dalam keimanannya, akan jatuh pada paham dan pemahaman yang sesat.

Misalnya, paham kebatinan menegaskan bahwa amal yang diterima oleh Allah Ta ’Ala adalah amaliyah hati yang dipararelkan dengan paham manunggaling kawulo Gusti-nya Syekh Siti Jenar dan berakhir tragis pada perilaku taklid buta. Iman orang taklid tidak sah menurut ulama muhaqqiqin, demikian tegasnya.

Lebih jauh diperingatkan juga, agar masyarakat awam tak terpesona oleh kelakuan orang yang mengaku memiliki ilmu hakekat tapi meninggalkan amalan-amalan syariat lainnya, seperti sholat dan amalan fardhu lainnya. Kemaksiatan berbungkus kebaikan tetap saja namanya kebatilan, demikian inti petuah religius beliau.

Sebagai ulama yang berpikiran maju, ia senantiasa menekankan perlunya ikhtiar dan kerja keras, setelah itu baru bertawakal, menyerahkan semuanya pada Allah. Ia sangat sedih jika ada orang yang tidak mau bekerja keras karena memandang segala nasibnya telah ditakdirkan oleh Allah SWT. Ia juga tidak setuju dengan teori kebebasan manusia yang menempatkan manusia sebagai pencipta hakiki atas segala perbuatan. Tradisi berpikir kritis dan mengajarkan ilmu agama ini terus dikembangkan hingga akhir hayatnya.

Karomah

Salah satu muridnya yang terkenal tetapi bukan dari kalangan ulama adalah Raden Ajeng Kartini. Karena RA Kartini inilah Mbah Shaleh Darat menjadi pelopor penerjemahan Alquran ke Bahasa Jawa. Menurut catatan cucu Kiai Shaleh Darat, RA Kartini pernah punya pengalaman tidak menyenangkan saat mempelajari Islam. Guru ngajinya memarahinya karena dia bertanya tentang arti sebuah ayat Alquran.

Kemudian ketika berkunjung ke rumah pamannya, seorang Bupati Demak, RA Kartini menyempatkan diri mengikuti pengajian yang diberikan oleh Mbah Shaleh Darat.

Saat itu beliau sedang mengajarkan tafsir Surat Al-Fatihah. RA Kartini menjadi amat tertarik dengan Mbah Shaleh Darat. Dalam sebuah pertemuan RA Kartini meminta agar Alquran diterjemahkan karena menurutnya tidak ada gunanya membaca kitab suci yang tidak diketahui artinya.

Tetapi pada waktu itu penjajah Belanda secara resmi melarang orang menerjemahkan Alquran. Mbah Shaleh Darat melanggar larangan ini. Beliau menerjemahkan Alquran dengan ditulis dalam huruf arab gundul (pegon) sehingga tak dicurigai penjajah.

Kitab tafsir dan terjemahan Alquran ini diberi nama Kitab Faidh Ar-Rahman, tafsir pertama di Nusantara dalam bahasa Jawa dengan aksara Kitab ini pula yang dihadiahkannya kepada R.A. Kartini pada saat dia menikah dengan R.M. Joyodiningrat, seorang Bupati Rembang.

Sebagai Wali Allah Mbah Shaleh Darat juga dikenal memiliki karamah. Makamnya pun menjadi tujuan ziarah banyak orang. Salah seorang wali terkenal yang suka mengunjungi makamnya adalah Gus Miek (Hamim Jazuli).

Dikisahkan bahwa suatu ketika Mbah Shaleh Darat sedang berjalan kaki menuju Semarang. Kemudian lewatlah tentara Belanda berkendara mobil. Begitu mobil mereka menyalip Mbah Shaleh, tiba-tiba mogok. Mobil itu baru bisa berjalan lagi setelah tentara Belanda memberi tumpangan kepada Mbah Shaleh Darat.

Di lain waktu, karena mengetahui pengaruh Mbah Shaleh Darat yang besar, pemerintah Belanda mencoba menyogok Mbah Shaleh Darat. Maka diutuslah seseorang untuk menghadiahkann banyak uang kepada Mbah Shaleh, dengan harapan Mbah Shaleh Darat mau berkompromi dengan penjajah Belanda.

Mengetahui hal ini Mbah Shaleh Darat marah, dan tiba-tiba dia mengubah bongkahan batu menjadi emas di hadapan utusan Belanda itu. Namun kemudian Mbah Shaleh Darat menyesal telah memperlihatkan karomahnya di depan orang. Beliau dikabarkan banyak menangis jika mengingat kejadian ini hingga akhir hayatnya.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Pages