HEADLINE: Putusan MA Wajibkan Pemerintah Sediakan Vaksin Covid-19 Halal, Implementasinya? - Liputan6
HEADLINE: Putusan MA Wajibkan Pemerintah Sediakan Vaksin Covid-19 Halal, Implementasinya?
Advertisement
Liputan6.com, Jakarta - Vaksin Sinovac kini bisa menjadi booster atau vaksin Covid-19 dosis ketiga di tanah air. Langkah itu diambil pemerintah sebagai tindak lanjut dari Putusan Mahkamah Agung (MA).
"Untuk itu masyarakat yang merasa nyaman untuk menggunakan vaksin Sinovac, kami membuka peluang vaksin tersebut untuk bisa digunakan juga sebagai vaksin booster," terang Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, seperti dikutip dari laman Kementerian Kesehatan, Selasa (26/4/2022).
Advertisement
Putusan MA Nomor 31P/HUM/2022, mewajibkan pemerintah menyediakan vaksin Covid-19 halal. Dengan putusan tersebut, lalu bagaimana ketersediaan vaksin Covid-19 halal di Indonesia?
Sampai saat ini, program vaksinasi Covid-19 yang diusung pemerintah mampu menyediakan enam regimen vaksin, yang sudah memperoleh izin penggunaan darurat dari BPOM. Keenam regimen itu yakni vaksin Sinovac, Sinopharm, Pfizer, Moderna, AstraZeneca, dan Janssen.
Regimen vaksin yang dipakai di tanah air didapat lewat sejumlah macam skema, baik lewat pembelian langsung, skema hibah, kerja sama bilateral dan multilateral, dan COVAX Facility.
Dari regimen yang disediakan pemerintah, hanya dua vaksin yang mendapat rekomendasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yaitu Sinovac dan Sinopharm. Sebenarnya ada dua vaksin halal lainnya yang telah memperoleh rekomendasi dari MUI, tapi tidak disediakan pemerintah.
Ada Vaksin Merah Putih yang direkomendasikan halal sebagaimana Fatwa MUI Nomor 8 Tahun 2022. Kemudian, Vaksin Zifivax juga halal seperti tertuang dalam Fatwa MUI Nomor 53 Tahun 2021.
Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahardiansyah, menyarankan pemerintah memproduksi vaksin Covid-19 yang halal, untuk menindaklanjuti putusan MA. Produksi vaksin Covid-19 halal, menurut Trubus, bisa dilakukan sebagai persiapan untuk waktu yang lama.
"Kalau untuk jangka panjangnya, pemerintah harus menyiapkan vaksin yang halal untuk masyarakat. Pemerintah harus bisa memproduksi vaksin sendiri yang halal," kata Trubus kepada Liputan6.com, Selasa (26/4/2022).
Kendati begitu, kata dia, ini merupakan rencana jangka panjang. Untuk jangka pendek, Trubus menilai pemerintah tidak masalah menggunakan vaksin yang sudah tersedia saat ini untuk mengejar capaian vaksinasi.
"Untuk sekarang, pakai saja yang sudah ada dulu, tak masalah. Karena kalau produksi kan cukup lama ya," ujarnya.
Sesungguhnya Vaksin Merah Putih merupakan produksi dari para peneliti Indonesia, yang dikembangkan Universitas Airlangga Surabaya dan PT Biotis Pharmaceuticals. Meski sudah bersertifikat halal, tapi Vaksin Merah Putih masih dalam proses untuk memperoleh persetujuan izin penggunaan darurat (EUA) dari BPOM.
Kepala Badan POM Penny K. Lukito, memperkirakan izin penggunaan darurat (EUA) dikeluarkan pada Juli 2022. Lalu, rencananya baru akan mulai diproduksi secara massal pada Agustus 2022. Jubir Vaksinasi Kemenkes, Siti Nadia, sebenarnya juga berharap Vaksin Merah Putih segera bisa dipakai untuk vaksinasi COvid-19 dan booster. Terlebih dengan adanya Putusan MA ini.
Tapi, Vaksin Zifivax mungkin bisa menjadi pilihan bagi mereka yang hanya mau menerima vaksin Covid-19 yang halal. Zifivax telah mendapat izin EUA dari BPOM dan memperoleh sertifikasi halal dari MUI.
Zivifax Siapkan Lebih dari 100 Juta Vaksin Covid-19 Halal
Direktur Utama (Dirut) Jakarta Biophramaceuticals Industry (JBio), Mahendra Suhardono, memastikan pihaknya sudah menyiapkan 100 juta lebih vaksin Zivifax untuk bisa disuntikkan kepada masyarakat.
"Kalau sampai akhir tahun cukup banyak, sampai 100 juta (vaksin), kita memang sudah komitmen kalau dibutuhkan pemerintah, ya, kita siap," ujar dia kepada Liputan6.com, Selasa (26/4/2022).
Mahendra menyatakan kesiapan pihaknya usai Mahkamah Agung (MA) memutus pemerintah harus menyediakan vaksin halal. Salah satu vaksin yang sudah bersertifikasi halal adalah Zivifax.
JBio merupakan salah satu produsen vaksin Zifivax."Kita komit menyuplai ke Indonesia, cukup besar, kita siapkan cukup besar, kalau sampai 100 juta, kita siap," kata Mahendra.
Terkait dengan adanya putusan MA yang mewajibkan pemerintah menyediakan vaksin Covid-19 bersertifikasi halal, Mahendra mengapresiasi hal tersebut. Menurut dia, sertifikasi halal ini sesuai dengan Undang-undang Jaminan Produk Halal.
"Menurut saya bagus itu kan berarti sesuai dengan UU di kita. Di kita, kan, ada UU Jaminan Produk Halal, kemudian jadinya bagus untuk masyarakat karena ada pilihan, masyarakat kalau memang konsern terhadap kehalalan bisa memilih, gitu kan, saya kira bagus," jelasnya.
Selain itu, menurut Mahendra, dengan adanya sertifikasi halal MUI dalam vaksin Covid-19 ini akan mendorong masyarakat untuk lebih bersedia menerima vaksin.
"Ya, kita harapkan memang demikian, kepedulian masyarakat untuk divaksin lebih besar, terutama masyarakat yang terutama selama ini masih ragu, masih nunggu yang halal," ungkapnya.
"Jadi, itu kan, memang membantu pemerintah juga, kan, masyarakat yang nanti berharap-harap jadi ada pilihan lain," imbuh Mahendra.
Advertisement
Tujuan Program Vaksinasi Maksimal
Pemerintah terus mengakselerasi laju vaksinasi, yang merupakan bagian dari persiapan transisi Indonesia dari pandemi ke endemi. Putusan MA diharapkan juga dapat meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap Vaksin Covid-19.
Dengan ketersediaan vaksin Covid-19 halal, mereka yang sebelumnya menolak divaksin karena alasan haram, akhirnya bisa menerima vaksinasi. Harapannya, jumlah warga Indonesia yang divaksin Covid-19 bertambah.
"Vaksin yang sudah beredar secara luas di Indonesia ini juga merupakan vaksin-vaksin yang banyak digunakan di negara muslim lainnya seperti Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Suriah, Pakistan, Malaysia, Bangladesh, Iran, Mesir, Palestina, Kuwait, Maroko, dan Bahrain, dan terbukti juga di negara-negara muslim tersebut kasus COVID- 19 dapat terkendali hingga saat ini," beber Siti Nadia.
Data Kemenkes menyebut bahwa sampai 25 April 2022, cakupan vaksinasi Covid-19 dosis pertama mencapai 198,98 juta dosis atau 95,54 persen dari target sasaran.
Sementara capaian dosis kedua 164,06 juta atau 78,78 persen dari target. Untuk capaian dosis ketiga atau booster, baru menyentuh 35,26 juta dosis atau 16,93 persen dari target.
Laporan Kemenkes lainnya memperlihatkan bahwa masih banyak provinsi yang cakupan vaksinasi Covid-19 dosis ketiga atau booster masih di bawah 30% sampai 17 April 2022. Sebanyak 25 provinsi diketahui belum memiliki cakupan vaksin booster di atas angka tersebut pada sepekan menjelang puncak arus mudik Lebaran 2022.
Jubir Vaksinasi Kemenkes, Siti Nadia, menambahkan, cakupan vaksinasi booster di Indonesia masih terbilang relatif rendah. "Baru ada 9 provinsi dengan cakupan vaksin booster di atas 30 persen," beber Siti Nadia beberapa waktu lalu.
Di sisi lain, Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahardiansyah, mendorong pemerintah mengedukasi masyarakat lebih gencar lagi, sambil menyosialisasikan dengan jelas mengenai vaksin Covid-19 halal. Hal itu agar masyarakat memperoleh pemahaman penuh mengenai vaksin Covid-19 halal.
Kabulkan Permohonan Uji Materi
Sebelumnya, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan uji materi Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI) mengenai vaksin COVID-19 halal. Dengan kata lain pemerintah wajib menyediakan vaksin COVID-19, khususnya bagi umat Muslim.
Putusan MA tersebut merupakan hasil judicial review yang dilakukan YKMI terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan vaksin. Hasil ini tertuang melalui Putusan Mahkamah Agung Nomor 31 P/HUM/2022 dalam status 'Kabul Permohonan Hak Uji Materiil.'
Penetapan hak uji materiil YKMI dibacakan pada 14 April 2022 dalam tingkat proses 'Peninjauan Kembali.' Pengajukan permohonan YKMI untuk menguji materiil vaksin halal tercatat teregistrasi di MA tertanggal 7 Februari 2022.
Bunyi putusan MA dalam salinan yang diperoleh Health Liputan6.com, yakni:
Mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon: YAYASAN KONSUMEN MUSLIM INDONESIA (YKMI) tersebut
Menyatakan Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentangPengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam RangkaPenanggulangan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yaitu ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan ProdukHalal, sepanjang tidak dimaknai:
“Pemerintah (Menteri Kesehatan, Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional, dan Kepala Badan Pengawas Obatdan Makanan), wajib memberikan perlindungan dan jaminan tentang kehalalan jenis Vaksin COVID-19 yang ditetapkan untuk pelaksanaanVaksinasi Covid 19 di wilayah Indonesia."
Ada sejumlah alasan YKMI mengajukan permohonan pengujian Formil Perpres 99/2020 untuk penyediaan vaksin COVID-19 halal, sebagai berikut:
1. Bahwa dengan tidak dilibatkannya Kementerian Agama yang bertanggung jawab langsung terhadap urusan agama dalam penyusunan Rancangan Peraturan Presiden a quo terkait penetapan vaksin sebagai produk biologi yang dikonsumsi oleh penduduk lndonesia yang mayoritas adalah beragama lslam, membuktikan bahwa pembuatan Peraturan Presiden dimaksud "tidak melalui harmonisasi", sebagaimana diatur datam peraturan perundang-undangan dan menyalahi ketentuan hukum formilnya.
2. Bahwa pembentukan Peraturan Presiden yang menjadi objek permohonan a quo nyata-nyata tidak didasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, khususnya asas Keterbukaan, yaitu asas yang menekankan bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka.
Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
Advertisement
Komentar
Posting Komentar