Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Featured

    KF-21 Boramae Indonesia Teknologinya Tak Handal, China Sarankan Negara Lain Jangan Beli By Pikiran Rakyat

    14 min read

     

    KF-21 Boramae Indonesia Teknologinya Tak Handal, China Sarankan Negara Lain Jangan Beli

    By
    Beryl Santoso
    zonajakarta.pikiran-rakyat.com
    6 min
    KF-21 Boramae /DAPA
    KF-21 Boramae /DAPA

    ZONAJAKARTA.com - KF-21 Boramae ialah wujud Indonesia ikhtiar untuk berdikari di bidang alutsista.

    Banyak pihak yang pesimis baik dari dalam maupun luar negeri atas keberlangsungan KF-21 Boramae Indonesia.

    Apalagi saat Indonesia diberitakan nunggak membayar iuran proyek KF-21 Boramae.

    Saat itu mendadak banyak pihak menjadi pengamat militer.

    Mereka berujar KF-21 Boramae tak cocok bagi Indonesia, kemahalan hingga buang-buang anggaran.

    Mungkin pihak-pihak tersebut tak tahu bila mengusahakan sebuah kemandirian alutsista tak segampang membalik telapak tangan.

    Harus ada yang namanya halangan hingga kegagalan.

    Menyoal proyek KF-21 Boramae yang kemahalan, memang semua program pertahanan semuanya berduit.

    Contoh saja program pengadaan Rafale dan F-15 Eagle II Indonesia yang ditotal mencapai Rp 300 triliun lebih.

    Sementara KF-21 Boramae 'cuma' Rp 20 triliun itu pun nanti Indonesia menerima setidaknya 30 unit jet tempur.

    Dua angka di atas termasuk murah, terlihat receh jika sebagai gantinya ialah tegaknya kedaulatan Indonesia.

    Contoh lain lagi sebagai perbandingan pengembangan KF-21 Boramae ialah F-35 Amerika Serikat (AS).

    Asal tahu jika konsep dan proyek F-35 sebetulnya sudah ada sebelum tahun 1980.

    Bahkan rancang bangun F-35 lebih dulu lahir sebelum F-22 namun si Raptor dibuat duluan.

    Jika diitung-itung proses pengembangan dan pembuatan F-35 memakan waktu seperti namanya, 35 tahun lebih.

    Untuk biayanya tak usah disebut di sini, yang pasti bisa 5 kali lipat dari ongkos KF-21 Boramae.

    Sedangkan Indonesia sebetulnya di posisi menguntungkan dalam pembuatan KF-21 Boramae.

    Sebab Indonesia cuma membutuhkan dana Rp 20 triliun, sudah disediakan teknologi, senjata hingga research.

    Sehingga secara teori Indonesia sudah mendapatkan teknologi pembuatan KF-21 Boramae tanpa susah-susah melakukan penelitian dari nol.

    Cepat, ringkas, murah, hemat waktu serta tenaga.

    Bayangkan saja cuma butuh waktu total 16 tahun dan KF-21 Boramae siap operasional serta bisa dibuat oleh Indonesia.

    Bandingkan dengan F-35, hal itu karena AS melakukan research and development sendirian sehingga memakan biaya nan waktu tak sedikit.

    Korea Selatan sebagai mitra pembangunan KF-21 Boramae juga tak pernah terlintas dibenaknya untuk memutus kerja sama dengan Indonesia.

    Indonesia dibutuhkan Korsel sebagai 'sales' serta sumbangsih kemampuan para insinyur republik sangat luar biasa dalam program ini.

    Program pembuatan KF-21 Boramae juga memberi makan ratusan ribu pegawai Korsel dan bila Indonesia mengundurkan diri maka susah hati Seoul.

    "Menurut pemerintah Korea Selatan, 719 bisnis Korea telah berpartisipasi dalam pengembangan KF-21.

    Sekitar 65 persen dari lebih dari 30.000 suku cadang yang digunakan dalam prototipe pesawat dibuat di Korea, dan Administrasi Program Akuisisi Pertahanan dan KAI berencana untuk meningkatkan persentase ini.

    Pemerintah memperkirakan proyek tersebut telah menciptakan 2,1 triliun won dalam efek ekonomi dan 12.000 pekerjaan dari 2016 hingga 2020.

    Ketika memasuki produksi massal, 100.000 pekerjaan baru akan diciptakan dan 5,9 triliun won nilai tambahan akan dihasilkan," lapor The Korea Times paa 9 April 2021.

    Sementara itu nunggaknya Indonesia membayar KF-21 Boramae ada alasan tersendiri.

    Indonesia agak kecewa dengan Korsel lantaran insinyurnya pernah tak diberi akses teknologi pembuatan KF-21 Boramae.

    Indonesia kemudian memutuskan memulangkan sementara para insinyurnya dari Korsel.

    Lantas Jakarta menahan pembayaran iuran untuk meminta negosiasi ulang agar jelas semua lagi duduk perkaranya.

    Saat proses negosiasi ulang itulah Indonesia melancarkan psywar yang cukup membuat Korsel kebingungan.

    Ya, Indonesia melakukan proses pembelian Rafale.

    Korsel geram namun takut diungkapkan, Indonesia nunggak bayar ratusan juta dolar AS ke Seoul namun malah mau membeli Rafale senilai 8,1 miliar dolar AS.

    "Namun, seperti yang dilaporkan bahwa pemerintah Indonesia, yang mengatakan bahwa mereka tidak punya uang, sedang mempertimbangkan untuk memperkenalkan pesawat tempur 'Rafale' baru buatan Prancis, menunjukkan bahwa "Bukankah itu niat untuk menarik diri dari bisnis KF-X di masa depan?" ujar donga.com pada Maret 2021.

    Korsel sadar dalam hal ini Indonesia ingin menyampaikan jika mereka tak suka Seoul ingkar janji.

    Janji pertama ialah memberikan semua teknologi pembuatan KF-21 Boramae kepada Indonesia, harus ditepati tak boleh lagi ada tawar menawar.

    Pemimpin proyek KF-21 Boramae, Jung Kwang-sun juga sudah mengerti maksud Indonesia sehingga ia dan jajarannya rela secara mendadak harus wara-wiri ke Indonesia.

    "Kami akan melakukan yang terbaik untuk mengadakan pembicaraan tingkat kerja sesegera mungkin dan menyimpulkan diskusi tentang masalah pembayaran," ujar dikutip dari defenseworld.net pada Agustus 2021.

    Indonesia lantas mendesak Korsel dalam negosiasi ulang supaya porsi kontribusinya dikurangi saja.

    Juga penggunaan skema imbal dagang menjadi alasan Indonesia meminta negosiasi ulang.

    "Korea Selatan dan Indonesia mencapai kesepakatan pada hari Rabu tentang pembayaran yang harus dilakukan Indonesia untuk proyek jet tempur bersama mereka.

    Indonesia akan melakukan pembayaran selama lima tahun ke depan hingga 2026, dan tiga puluh persen dari itu akan menjadi transfer dalam bentuk barang.

    Kami memiliki rutinitas terpisah, jadi apa yang kami buat di sini masuk ke gudang kami dan apa yang dibangun oleh orang Indonesia di sana akan masuk ke milik mereka," lapor Korea Herald, Kamis 11 November 2021.

    Kemudian Indonesia nampaknya akan memasukkan penawaran pembelian CN-235 kepada Korsel.

    "Pada tahun 2018, sebuah sumber mengatakan kepada FlightGlobal bahwa Jakarta memanfaatkan program KF-21 untuk mendapatkan pesanan tambahan untuk CN235 buatan Indonesia."

    "Kesepakatan pembayaran dalam bentuk barang disebut dapat membuat Korea Selatan mendapatkan tambahan transportasi taktis Airbus Defence and Space CN235, yang dibangun oleh Aerospace Indonesia di bawah lisensi di Bandung," ujar Flight Global.

    Sebenarnya menyoal teknologi, KF-21 Boramae Indonesia terbilang canggih.

    Ia disinyalir lebih baik dari F-16 dan Rafale sekalipun.

    Senjata yang dibawa KF-21 Boramae juga oke punya.

    Ada MBDA Meteor, Taurus KEPD hingga segala bom standar NATO.

    Korsel juga akan mengembangkan drone pembunuh Loyal Wingman bagi KF-21 Boramae yakni Kaori X.

    Peran Indonesia? di sini Jakarta terima jadi plus teknologi pembuatannya juga didapat sehingga tak perlu repot-repot melakukan penelitian.

    Untung berlipat bagi Indonesia dalam proyek KF-21 Boramae.

    Tapi China tak yakin jika KF-21 Boramae Indonesia bisa sedigdaya yang digembor-gemborkan.

    Bagi China kemampuan KF-21 Boramae tak sesuai standar.

    "Kinerjanya tidak sesuai standar (handal) dan tindak lanjutnya tidak terjamin," ujar media China

    China juga menjelaskan tak akan ada upgrade signifikan dari KF-21 Boramae sehingga kemampuannya terkesan biasa saja.

    "Menurut situasi yang ada, pesawat tempur KF-X yang tidak memiliki pemeliharaan tekannologi inti hanya dapat mencapai tingkat pesawat tempur generasi 3,5 dan membutuhkan beberapa peningkatan untuk mencapai indikator generasi keempat," paparnya.

    Mereka ragu KF-21 Boramae cuma jet tempur biasa saja tak lebih dari yang sudah-sudah namun cuma ganti badan.

    "Keberhasilan penerbangan pertama pesawat tempur KF-X dan dilengkapi dengan Angkatan Udara Korea Selatan bukanlah masalah besar, tetapi apakah kinerjanya dapat melebihi pesawat tempur generasi tiga setengah yang ada masih menjadi tanda tanya besar, dan harapan pencapaian ekspor juga sangat tipis," ujarnya.

    Kemudian China menyarankan negara lain jangan beli KF-21 Boramae.

    Mending nambah sedikit uang untuk akuisisi Rafale atau F-35 sekalian.

    "Keseluruhan biaya penelitian dan pengembangan proyek mungkin mencapai 10 miliar dolar AS, dan biaya pembuatan perangkat keras terkait, pemeliharaan logistik, dan peningkatan harus dihitung secara terpisah.

    Alhasil, harga satuan pesawat KF-X yang diproduksi secara massal menjadi murah.
    Lebih baik kalau ditambah uang untuk membeli pesawat tempur Rafale, F-15EX atau F-35 yang sudah jadi," paparnya.

    China menjelaskan tak semua negara bisa mengembangkan jet tempur generasi kelima, hanya sedikit saja di dunia.

    "Proyek KF-X sekali lagi membuktikan satu hal: ada banyak negara yang membutuhkan pesawat tempur siluman, tetapi tidak setiap negara dapat melakukannya sendiri!" serunya.

    Tapi Indonesia yakin KF-21 Boramae bakal siap duel dengan J-20 China sekalipun.*

    Komentar
    Additional JS