Sejarah Api Abadi Mrapen yang Kini Padam, Konon Muncul Saat Tongkat Sunan Kalijaga Tertancap di Tanah Halaman all - Kompas
Sejarah Api Abadi Mrapen yang Kini Padam, Konon Muncul Saat Tongkat Sunan Kalijaga Tertancap di Tanah Halaman all - Kompas.com
KOMPAS.com - Api Abadi Mrapen di Desa Manggarmas, Kecamatan Godong, Kabupaten Grobokan untuk pertama kalinya dalam sejarah padam total pada 25 September 2020 lalu.
Api abadi yang menyala 25 sentimeter dari mulut pipa sudah tak tak terlihat lagi.
Sebelum padam total, api abadi itu mengecil selama sepekan. Saat itu petugas berusaha membongkarnya dan bau khas gas serta suara gemuruh dari dalam tanah masih terdengar.
Setelah padam, petugas sempat membiarkannya selama lima hari dengan harapan api abadi itu akan berkobar lagi.
Nihil. Hingga Selasa (25/10/2020) api abadi tersebut tak pernah menyala lagi.
Dipercaya muncul dari tongkat Sunan Kalijaga
Tak lama kemdian lubang bekas tongkat Sunan Kalijaga menyemburkan api yang diyakini masyarakata sebagai titik awal munculnya sumber Api Abadi di Mrapen.
Sunan Kalijaga kemudian menancapkan kembali tongkatnya di tempat lain. Di lokasi kedua tersebut mundul semburan air yang bersih dan bening.
Semburan air yang tak jauh dari titik api tersebut kemudian dimanfaatkan rombongan prajurit Sunan Kalijaga untuk minum. Saat ini, titik yang berdiameter tiga meter dengan kedalaman sekitar 2 meter itu diberi nama Sendang Dudo.
Api biru di Mrapen tersebut mengukir sejarah panjang dan kerap dijadikan sumber nyala api obor beberapa agenda nasional dan internasional.
Dimulai pada tahun 1963. Saat itu api biru di Mrapen digunakan untuk nyapa api obor pesta olahraga Ganefo pada 1 November 1963.
Saat itu ada 2.700 atlet dari 51 negara di Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika Latin yang datang dan ikut bertanding.
Api Abadi Mrapen juga digunakan untuk nyala obor Pekan Olahraga Nasional (PON) XVII pada 23 Agustus 1966 lalu.
Selain itu, selama bertahun-tahun Api Abadi Mrapen juga digunakan untuk menyalakan obor saat upacara Hari Waisak bagi umat Budha di Jawa Tengah.
Api sempat mengecil pada tahun 1966
Namun api abadi tersebut bisa terselamatkan setelah petugas menemukan sumber gas baru dengan kandungan yang lebih melimpah. Sumber gas baru tersebut berjarak sekitar 75 sentimeter dari sumber gas lama.
Menurut pengelola Api Abadi Mrapen, David Diyanto petugas kemudian mengalirkan gas di sumber baru ke sumber gas lama mengguna pipa.
Api abadi yang sempat mengecil kembali menyala sempurna hingga akhirnya padam pada September 2020 lalu.
"Jadi awalnya hanya retakan tanah, kemudian direka sedemikian rupa dengan pipa dan sebagainya. Api Abadi Mrapen tercatat tak pernah padam dan terus menyala, hanya saat dirombak, kami matikan untuk keselamatan pekerja," ucap David.
Dari hasil penelitian sementara, penyebab padamnya api diduga karena berkurangnya pasokan gas metana (CH4) yang menjadi bahan bakar api abadi tersebut.
"Apakah retakannya tertutup karena deformasi, apakah pasokan gas habis, dan apakah migrasi gas ke tempat lain karena eksploitasi pembuatan sumur di sekitar? Jadi butuh waktu untuk melakukan kajian," kata Kepala Seksi Energi Cabang Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jateng Wilayah Kendeng Selatan, Sinung Sugeng Arianto
Dugaan gas habis hingga efek pengeboran sumur
Di antaranya kantos gas alam yang mensuplai api abadi telah habis dan tertutupnya jalan keluar gas alam berupa retakan tanah karena deformasi.
Dugaan terakhir penyebab matinya Api Abadi Mrapen antara laian efek pengeboran sumur yang berjarak sekitar 150 meter dari Api Abadi Mrapen.
Sebagai catatan, pengeboran untuk mencari sumber air yang digagas toko waralaba pada 12 September tersebut justru memicu semburan air bercampur gas setinggi 25 meter.
Pengeboran sedalam 30 meter tersebut pun akhirnya dihentikan.
"Bisa diindikasikan dari ketiga penyebab di atas, poin ketiga lah yang paling mendekatisebagai penyebabnya," ujar Handoko saat dihubungi Kompas.com pada Senin (5/10/2020).
Dia menjelaskan gas alam (metana) sumber api di tungku Mrapen mengalami penyusutan suplai karena bermigrasi dan keluar di lubang bor yang berwujud semburan air bercampur gas metana.
Ia menyebut, secara geologi di sekitar Api Abadi Mrapen bersemayam kantong-kantong gas di kedalaman dangkal yang kurang dari 50 meter.
Sehingga tidak heran jika sumur bor air penduduk banyak yang mengeluarkan gas.
Menurutnya, jika banyak sumur bor yang mengeluarkan gas maka secara otomatis akan mempengaruhi umur nyala api abadi karena pengurasan gas akan lebih luas,
"Semakin banyak sumur di sekitar yang keluar gas akan mempengaruhi nyala Api Abadi Mrapen. Berdasarkan info yang saya peroleh di lapangan, ternyata pasca-semburan air bercampur gas dari pengeboran sumur bor milik toko waralaba, banyak kompor penduduk yang suplai gas diperoleh dari sumur bor yang keluar gas, mendadak mati."
"Salah satunya keluhan dari penjual es degan yang sudah puluhan tahun menggunakan gas alam dekat kawasan Api Abadi Mrapen," ungkap Handoko.
Hingga saat ini, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jateng masih berupaya melakukan kajian terkait penyebab terhentinya suplai gas di sumber api legendaris tersebut.
SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Puthut Dwi Putranto Nugroho | Editor: David Oliver Purba, Khairina)
Komentar
Posting Komentar