Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home BBM Featured Mudik

    Konsumsi BBM Melonjak Saat Mudik, Pengamat: Momentum Terapkan Subsidi Langsung - tempo

    4 min read

     

    Konsumsi BBM Melonjak Saat Mudik, Pengamat: Momentum Terapkan Subsidi Langsung

    Reporter:

    Antara

    Editor:

    Rr. Ariyani Yakti Widyastuti

    Selasa, 3 Mei 2022 05:31 WIB
    Konsumsi BBM Melonjak Saat Mudik, Pengamat: Momentum Terapkan Subsidi Langsung
    Petugas menerima uang dari pengendara yang mengisi kendaraannya dengan bahan bakar Ron 90 Pertalite di SPBU kawasan Tanah Abang, Jakarta, 24 Juli 2015. Tempo/Tony Hartawan

    TEMPO.COJakarta - Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (Iress) Marwan Batubara menyarankan pemerintah segera memutuskan kebijakan penyaluran subsidi langsung dalam menyalurkan bahan bakar minyak atau BBM.

    Menurut dia, membeludaknya pemudik Lebaran pada tahun ini yang menggunakan BBM seharusnya jadi momentum pemerintah untuk mengubah cara penyaluran energi ke arah yang benar. Ia menilai, mekanisme penyaluran BBM Bersubsidi seperti yang dilakukan pemerintah selama ini terbukti tak efektif.

    Ia mencontohkan, pemerintah yang menambah kuota solar subsidi dari 15 juta kiloliter (kl) menjadi 17 juta kl. Sedangkan Pertalite yang menjadi BBM penugasan ditingkatkan kuotanya dari 23 juta menjadi 28 juta kl.

    “Kebijakan pemerintah saat ini yang memberikan subsidi kepada produk BBM dapat dipahami," kata Marwan. "Tapi cara tersebut justru menyulitkan pemerintah sendiri."

    Marwan meminta pemerintah tak membandingkan dengan negara seperti Arab Saudi atau negara yang bisa produksi minyak dalam jumlah besar.

    Menurut dia, pemerintah hanya tinggal menerapkan harga dengan prinsip keekonomian yang jelas. Beberapa hal yang jadi pertimbangan adalah berbagai komponen pembentuk harga seperti harga bahan mentah, harga impor crude oil, ditambah biaya pengilangan, biaya penyimpanan.

    Belum lagi ada biaya distribusi, margin dan pajak. "Itu menjadi harga keekonomian. Jadi merujuk ke mana-mana," katanya. Harga keekonomian itu yang kemudian bisa dibandingkan dengan harga-harga BBM yang dipasarkan oleh badan usaha selain Pertamina.

    Lebih jauh, Marwan menyatakan harga jual produk BBM Pertamina saat ini sudah berada di bawah para perusahaan pesaing, termasuk Solar subsidi. Harga Solar subsidi mencapai Rp 5.150 per liter sedangkan harga Solar nonsubsidi (Dexlite) Rp 12.950 per liter, dan harga Pertamina Dex Rp 13.700 per liter.

    Menurut dia, dengan masyarakat Indonesia masih membutuhkan bantuan berupa subsidi untuk urusan bahan bakar, tapi mekanisme yang digunakan saat ini yang justru merugikan negara. Sebab, subsidi tersebut tidak tepat sasaran sehingga menyebabkan nilainya terus membengkak.

    Dari hitungannya, jika subsidi diberikan kepada orang yang tepat, nilainya tak sebesar subsidi barang. "Kalau barangnya yang disubsidi, bisa 2-3 kali lipat (nilainya)," ucap Marwan.

    Selain itu, badan usaha juga berhak untuk bertahan dan beroperasi meskipun dibebani untuk menyalurkan BBM penugasan maupun subsidi. Oleh karena itu, menurut dia, cara terbaik adalah dengan membiarkan badan usaha menjalankan operasi tanpa harus terus menanggung beban keuangan.

    Deputi Bidang Koordinasi dan Pengembangan Usaha Milik Negara, Riset dan Inovasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Montty Girianna, sebelumnya mengatakan rencana kenaikan harga BBM bersubsidi seperti Solar dan Pertalite serta elpiji harus segera direalisasikan.

    Pasalnya, hanya dengan kebijakan itu, menurut dia, beban subsidi dan kompensasi yang makin membesar hingga triwulan pertama tahun ini bisa segera dipangkas.

    Montty menjelaskan, saat ini beban subsidi dan kompensasi untuk BBM sudah mencapai sekitar Rp 280 triliun. Angka tersebut naik dua kali lipat dari perencanaan awal pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 di posisi sekitar Rp 140 triliun.

    “Kalau harganya stay LPG Rp 4.259 per kilogram atau sekitar Rp 12.000 per tabung maka kita harus nombok menambah sekitar Rp 130 triliun sendiri untuk LPG. Belum solar dan Pertalite, kita harus nombok sekitar Rp 200-an triliun. Jadi total kita harus nombok Rp280 triliun kalau tidak melakukan kenaikan harga,” ujar Montty saat memberi keterangan dalam Energy Corner, Senin, 25 April 2022.

    Adapun pertimbangan mendasar rencana kenaikan harga BBM bersubsidi itu, menurut Montty, berasal dari selisih harga jual dengan harga keekonomian yang kian lebar saat ini.

    Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya mencatat harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) per Maret 2022 sudah mencapai US$ 98,4 per barel. Angka tersebut 56,1 persen lebih tinggi dari asumsi APBN 2022 yang dipatok pada level US$ 63 per barel.

    Menteri ESDM Arifin Tasrif pada pertengahan April lalu memberikan sinyal bahwa harga BBM (Pertalite dan Solar), Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 kg, dan tarif listrik akan naik dalam waktu dekat.

    Ia menyebutkan, kenaikan harga BBM, elpiji serta tarif listrik itu sebagai upaya jangka menengah dan dan panjang guna menghadapi harga minyak dunia yang kini berada di atas US$ 100 per barel. Hal tersebut disampaikan Arifin dalam rapat kerja bersama Komisi VII DPR pada 13 April 2022.

    ANTARA | BISNIS

    Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

    Komentar
    Additional JS