Mengapresiasi Misi Sulit Jokowi yang Melewati Nyali Modi dan Xi Jinping Halaman all - Kompas - Opsiin

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Mengapresiasi Misi Sulit Jokowi yang Melewati Nyali Modi dan Xi Jinping Halaman all - Kompas

Share This

 

Mengapresiasi Misi Sulit Jokowi yang Melewati Nyali Modi dan Xi Jinping Halaman all - Kompas.com

Presiden Joko Widodo dan Ibu Iriana meninjau reruntuhan kompleks Apartemen Lipky di Kota Irpin, Ukraina pada Rabu (29/6/2022).


SETELAH mengikuti KTT G7 di Elmau, Jerman, Presiden Joko Widodo tidak langsung kembali ke Indonesia.

Jokowi masih punya misi lain, yakni bertemu dengan dua orang pemimpin dari dua negara yang sedang berseteru sejak Februari 2022, yaitu Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Meskipun Indonesia tidak memiliki "resources" geopolitik dan ekonomi, ambisi Jokowi untuk mencari titik temu kedua negara yang sedang berseteru sangat layak diacungi jempol.

Toh memang di dalam pembukaan UUD 1945 dengan jelas disebutkan bahwa salah satu tugas besar Indonesia adalah ikut terlibat dalam urusan perdamaian dunia.

Dengan perkataan lain, Jokowi membawa misi besar dan bersejarah ke Ukraina dan Rusia.

Selain Turkiye dan Israel, rasanya memang belum ada negara, terutama dari negara berkembang, yang berani melakukan misi serupa.

Video Rekomendasi

Wapres Doakan Jokowi Sukses Jalankan Misi Perdamaian di Ukraina dan Rusia

Alasannya tentu sangat bisa dipahami. Perdamaian Ukraina dan Rusia, dalam perspektif apapun, nyatanya ada di tangan Rusia dan Dunia Barat. Setidaknya begitulah hasil analisa dan diagnosa dari para pakar geopolitik dan geostrategi.

Artinya, secara prinsipil, kedatangan Jokowi sebenarnya bukanlah sebagai "game changer" atas perang yang sedang berlangsung, bahkan cenderung seremonial saja.

Sangat sulit untuk dibayangkan kira-kira apa yang akan ditawarkan Jokowi kepada kedua pemimpin negara itu agar mereka berhenti baku hantam? Nampaknya tak ada, kecuali lampu hijau untuk hadir di KTT G20 nanti.

Sayangnya, dari perkembangan geopolitik di Eropa, pun preseden kehadiran Putin di acara serupa, kursi di KTT G20 ternyata bukanlah faktor penting, terutama bagi Vladimir Putin.

Putin pernah berada pada posisi canggung di acara G20 pada tahun 2014 lalu. Putin akhirnya duduk menghabiskan makanannya sendiri, tanpa ditemani pemimpin negara lain di KTT G20 Brisbane Australia.

Sebabnya adalah invasi Rusia atas Crimea. Walhasil, Putin pulang lebih cepat dari jadwal yang telah ditetapkan.

KTT G20 di Australia tersebut tidak berhasil mengembalikan Crimea ke Ukraina dan tidak menghentikan Putin untuk menebar "little green army"-nya di daerah Luhanks dan Donbask.

Karena bagi Putin, persoalan dengan Ukraina adalah persoalan yang dibuat oleh dunia Barat, bukan persoalan yang dibuat oleh Rusia.

Bahkan Putin tetap bergeming meskipun akhirnya Rusia dikeluarkan dari keanggotaan G8 setelah itu, sehingga namanya kembali berubah menjadi G7.

Karena itu, menurut Putin, perkara perang atau damai terletak di tangan dunia Barat (bukan Indonesia), yakni menghentikan "enlargement" atas Ukraina dan mendemiliterisasi daerah-daerah di Ukraina yang berbatasan langsung dengan Rusia (Southern Ukraine).

Jika dunia Barat justru mendukung Ukraina untuk menggagalkan permintaan Rusia tersebut, maka selama Putin masih bertakhta di Kremlin, situasi akan tetap seperti hari ini.

Nah, dengan konstelasi demikian, maka kedatangan Jokowi ke Kiev ataupun ke Moskow nampaknya belum akan membuahkan hasil yang positif untuk menurunkan tensi peperangan.

Di sisi lain, Jokowi pastinya tidak membawa daftar tawaran yang bisa membuat kedua kepala negara untuk berpelukan dan berdamai.

Justru digadang-gadang, selain misi perdamaian, Jokowi membawa daftar permintaan, bukan daftar tawaran, yakni harapan yang dikabarkan mewakili kepentingan negara-negara berkembang agar peperangan segera dihentikan.

Seteru kedua negara tersebut telah menyulut resesi dunia, membuat harga komoditas global melambung tajam, mengganggu rantai pasok global, dan berpeluang menjerumuskan dunia ke dalam hantu resesi dan stagflasi.

Lihat saja, harga minyak dunia sudah beberapa bulan bertengger di atas 100-an dollar AS per barel. Bagi Indonesia, jika pemerintah dan Pertamina tidak segera menaikkan harga jual Pertalite dan Solar, misalnya, maka puluhan triliun rupiah mau tak mau akan dibutuhkan untuk menyubsidi BBM.

Begitu pula dengan inflasi tinggi. Per April 2022 lalu saja, inflasi di Amerika Serikat mencapai 8,3 persen, Inggris mencapai 9 persen, Brasil 12,1 persen, Meksiko 7,7 persen, India 7,8 persen, dan Rusia sendiri 17,8 persen. Artinya, pertumbuhan ekonomi global akan kembali terpangkas.

Kedua negara tentu memahami risiko global tersebut. Hanya saja, menghindari risiko tersebut nampaknya belum menjadi prioritas kedua negara.

Bahkan boleh jadi, Putin sangat menginginkan hal tersebut sebagai balasan kepada negara-negara Barat, yang notabene diprediksi sebagai negara-negara yang akan menanggung risiko global tersebut.

Dengan kata lain, resesi global boleh jadi adalah salah satu target yang ingin digapai oleh Putin sebagai senjata untuk membalas sanksi-sanksi dari Barat.

Namun lepas dari itu semua, misi Jokowi ke Kiev dan Moskow sangat perlu diapresiasi. Keberanian Jokowi untuk berdiri dan mengambil peran global tersebut perlu diacungi jempol, di saat banyak negara dari dunia berkembang justru sedang disibukkan dengan ancaman resesi di negaranya masing-masing.

Dengan menjalankan misi global dan konstitusional tersebut, Jokowi berani melampaui PM India Narendra Damodardas Modi dan Presiden RRT Xi Jinping, dua pemimpin raksasa Asia, yang sejak Februari 2022 lalu justru tak berani melangkah lebih jauh dari langkah yang diambil Jokowi.

Padahal kedua negara tersebut lebih memiliki kapasitas geopolitik dan ekonomi untuk menekan kedua belah pihak yang sedang berseteru.

Dan tentu mengapresiasi misi tersebut tetap dalam konteks yang tepat dan proporsional, yakni konteks peran global Indonesia.

Karena jika menggunakan konteks domestik, Jokowi justru terlihat seperti sedang mencari sumber legitimasi baru untuk menyelamatkan muka dari berbagai persoalan di dalam negeri. Semoga tidak demikian.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Pages