Meski Bukan Penyakit Berbahaya, Jangan Sepelekan Penanganan Alergi - investor

 

Meski Bukan Penyakit Berbahaya, Jangan Sepelekan Penanganan Alergi

peluncuran Claritin, Selasa (12/7/2022)
Sumber: Istimewa
Rabu, 13 Juli 2022 | 04:30 WIB
Indah Handayani (handayani@investor.co.id)

JAKARTA, investor.id – Meski bukan penyakit berbahaya, jangan sepelekan penanganan alergi. Sebab, alergi bisa mempengaruhi aktivitas penderitanya. Termasuk mengganggu produktivitas. Bahkan, studi American Journal of Rhinology and Allergy (2012) menyebutkan bahwa pilek alergi merupakan penyebab turunnya produktivitas pekerja sebesar 27%, dan berkurangnya kualitas hidup hingga 28%.

Alergi atau reaksi hipersensitivitas terhadap zat tertentu (alergen) umum terjadi. World Allergy  Organization (WAO) memperkirakan prevalensi alergi di setiap negara di dunia mencapai 15-20%. 

Pilek alergi (rhinitis) bersama gatal alergi (urtikaria) merupakan dua jenis alergi yang kerap dialami masyarakat Indonesia. Prevalensi pilek alergi di Tanah Air sebesar 53 % dengan penderitanya paling sering ditemukan di kalangan usia produktif. Sementara, untuk gatal alergi, sebuah penelitian di Palembang mendapati prevalensinya mencapai 43 %.

Prof Dr apt Zullies Ikawati selaku pharmacy expert menegaskan, di Indonesia, pilek alergi dan gatal alergi merupakan jenis alergi yang paling umum dijumpai. Pilek alergi atau rhinitis ditandai dengan beberapa kondisi seperti gangguan tidur, telinga gatal atau berdengung, mata berair, gatal dan merah, bersin-bersin, hidung tersumbat, hidung banyak ingus, hidung gatal, serta tenggorokan gatal, batuk dan postnatal drip. Sementara gatal alergi atau urtikaria yang biasa disebut biduran atau kaligata, dapat terjadi pada semua kelompok usia.

“Bahkan, sekitar 15-20 % populasi pernah mengalami gatal alergi atau urtikaria selama hidupnya. Gatal alergi atau urtikaria ditandai dengan munculnya ruam dan flare disertai dengan bentol, rasa gatal atau rasa panas,” ungkapnya di sela peluncuran Claritin, Selasa (12/7/2022).

Menurut Prof Zullies, menghindari alergen merupakan penanganan terbaik untuk mengatasi alergi. Meski demikian, seringkali penderita alergi berada di situasi yang tidak memungkinkan mereka untuk menghindari pemicu alergi Misalnya, pelaku perjalanan yang memiliki alergi debu, tetapi harus mengunjungi daerah tersebut. Swamedikasi menghindari pemicu alergi dan anti alergi tanpa kantuk untuk dapat dapat meredakan alerginya. Pemerintah mendukung upaya swamedikasi penyakit alergi melalui perubahan golongan obat Loratadine menjadi Obat Bebas Terbatas.

Berdasarkan Peraturan Kemenkes PMK No.3/2021 swamedikasi merupakan upaya pengobatan yang dilakukan secara mandiri untuk mengobati gejala penyakit tanpa berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu. Hal ini akan mendukung pelayanan di apotek untuk swamedikasi alergi yang benar kepada konsumen dan meningkatkan kualitas hidup pasien dengan gejala alergi. “Alergi melibatkan pemicu alergi. Oleh karena itu diperlukan obat Anti Alergi. Loratadine yang merupakan salah satu Anti Alergi yang dapat diberikan secara swamedikasi untuk penanganan Alergi,” papar Prof. Dr. apt. Zullies.

Medical Lead Bayer Consumer Health dr Riana Nirmala Wijaya memaparkan, kondisi-kondisi yang menandai urtikaria dan rhinitis tersebut tentunya membuat penderitanya merasa sangat tidak nyaman dan menghambat aktivitas keseharian. Dalam rangka perubahan penggolongan obat Loratadin menjadi Obat Bebas Terbatas, Bayer mendukung upaya penyuluhan swamedikasi alergi melalui peluncuran ‘Panduan Swamedikasi dan Gatal Alergi’ untuk pelayanan di apotek pada acara Bayer Pharmacy Summit 2022.

“Acara tersebut dihadiri hingga sekitar 8 ribu tenaga kesehatan di apotek Bersama Ikatan Apoteker Indonesia,” tutupnya.

Editor : Indah Handayani (indah.handayani26@gmail.com)

Sumber : Investor Daily

BAGIKAN

Baca Juga

Komentar

 Pusatin Informasi 


 Postingan Lainnya