Meski ditolak MK, pemohon uji materi UU Narkotika segera mulai penelitian ganja untuk keperluan medis - BBC Indonesia

 

Legalisasi ganja untuk keperluan medis ditolak MK - BBC News Indonesia

Meski ditolak MK, pemohon uji materi UU Narkotika segera mulai penelitian ganja untuk keperluan medis

Santi Warastuti dalam aksi pada Januari lalu di Jakarta.
Keterangan gambar, Santi Warastuti dalam aksi pada Januari lalu di Jakarta.

Para pemohon uji materi Undang-Undang Undang-Undang Narkotika mendesak pemerintah segera memulai penelitian dan kajian jenis narkotika golongan 1 yaitu ganja untuk pelayanan kesehatan, sesuai pertimbangan putusan Mahkamah Konstitusi.

Kuasa hukum pemohon dari LSM Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus Napitupulu, mengatakan penelitian ganja untuk medis semestinya bisa dituntaskan Kementerian Kesehatan dalam waktu tidak lebih dari dua tahun sebab sebelumnya sudah ada kajian serupa dari Komisi Narkotika PBB.

Sebelumnya Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan akan segera menerbitkan regulasi yang mengatur riset terkait ganja untuk kebutuhan medis. Regulasi tersebut nantinya akan mengontrol seluruh fungsi proses penelitian ganja.

Tiga pemohon uji materi Undang-Undang Narkotika yang juga orangtua dari anak yang mengidap cerabral palsy kecewa dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak permohonan mereka agar membolehkan penggunaan ganja untuk pelayanan kesehatan.

"Kalau mau kecewa, ya kecewa. Meskipun saya sudah mengira hasilnya seperti apa. Saya bicara begini karena obat-obatan medis yang ada tidak membantu. Yang saya rasakan, Musa pakai ganja medis membantu sekali," ujar Dwi Pertiwi, ibu dari Musa Hasan Pedersen yang mengidap penyakit cerebral palsy.

Tapi meski kecewa, dia berharap penelitian ganja untuk keperluan medis seperti yang diperintahkan Mahkamah Konstitusi, segera dilakukan pemerintah dengan cepat.

Sebab, kata Santi Warastuti yang merupakan ibu dari Pika yang juga mengidap cerebral palsy, mereka tengah "berpacu dengan waktu".

"Penelitian itu tidak sebentar, sementara kami berpacu dengan waktu. Sambil menunggu, pemerintah punya solusi apa kepada kita untuk terapi anak-anak supaya kondisi kesehatannya lebih baik?" tutur Santi dalam konferensi pers virtual, Rabu (20/7).

Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (tengah) bersama anggota Majelis Hakim MK Arief Hidayat (kanan), dan Wahiduddin Adams (kiri) menghadiri sidang putusan uji materi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Keterangan gambar, Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (tengah) bersama anggota Majelis Hakim MK Arief Hidayat (kanan), dan Wahiduddin Adams (kiri) menghadiri sidang putusan uji materi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

ICJR sebut penelitian ganja medis tak sampai dua tahun

Kuasa hukum pemohon dari LSM Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus Napitupulu, mengatakan pertimbangan putusan Mahkamah Konstitusi berupa open legal policy yang memerintahkan pemerintah agar segera melakukan penelitian dan kajian ganja untuk pelayanan kesehatan "bersifat mengikat dan wajib dijalankan".

Berdasarkan pengamatannya, penelitian ganja untuk keperluan medis semestinya bisa dituntaskan Kementerian Kesehatan dalam waktu dua tahun. Apalagi saat ini pemerintah sudah memiliki Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

"Riset ini mudah, riset ini enggak berat karena sudah banyak dilakukan dan kita punya banyak ahli. Kami rasa tidak memerlukan waktu yang banyak. Itu bisa dilakukan dengan segera," kata Erasmus.

Erasmus merujuk pada penelitian serupa yang dilakukan Komisi Narkotika PBB (NCD) pada tahun 2018 hingga akhirnya mengeluarkan kajian pada akhir tahun 2020 yang hasilnya mengeluarkan ganja dari golongan IV Konvensi Tunggal tentang Narkotika tahun 1961.

Artinya, ganja dihapus dari daftar narkotika paling berbahaya yang tidak memiliki manfaat medis.

Catatan ICJR, di dunia saat ini terdapat lebih dari 50 negara yang telah memiliki program ganja medis, termasuk Malaysia dan Thailand.

Indonesia, sambungnya, semestinya sudah mulai melakukan penelitian begitu Komisi Narkotika PBB (NCD) mengeluarkan kajiannya pada 2020.

Menteri Kesehatan akan keluarkan regulasi ganja medis

Menanggapi hal itu, Juru Bicara Kementerian Kesehatan mengatakan belum bisa mengeluarkan pernyataan apapun karena masih mengkaji pertimbangan putusan Mahkamah Konstitusi.

Tapi sebelumnya Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan akan segera menerbitkan regulasi yang mengatur riset terkait ganja untuk kebutuhan medis.

Regulasi tersebut nantinya akan mengontrol seluruh fungsi proses penelitian ganja.

Dukungan meneliti ganja medis juga telah disuarakan Wakil Presiden Ma’ruf Amin yang meminta Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa baru mengenai pengecualian larangan penggunaan ganja untuk medis.

Orang Tua dari Anak yang mengidap cerebral palsy Santi Warastuti (kiri) bersama Ketua Pembina Yayasan Sativa Nusantara Prof Musri Musman (kanan) mengikuti Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (306/2022).
Keterangan gambar, Orang Tua dari Anak yang mengidap cerebral palsy Santi Warastuti (kiri) bersama Ketua Pembina Yayasan Sativa Nusantara Prof Musri Musman (kanan) mengikuti Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (306/2022).

MK tolak uji materi UU Narkotika tapi perintahkan pemerintah segera lakukan penelitian

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang terkait dengan penggunaan narkotika golongan 1 -termasuk ganja- untuk pelayanan kesehatan.

"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK, Anwar Usman dalam sidang putusan di gedung MK, Rabu (20/7).

Putusan itu dilandaskan pada pertimbangan bahwa jenis narkotika golongan 1 mempunyai dampak paling serius dibanding golongan lain. Sehingga peruntukannya harus dilakukan dengan syarat ketat.

Hakim anggota Suhartoyo juga mengatakan, belum ada bukti berupa kajian yang mendalam secara ilmiah narkotika golongan 1 yaitu ganja untuk digunakan secara medis.

"Dengan belum adanya bukti ihwal pengkajian dan penelitian secara komprehensif, maka keinginan pemohon sulit dipertimbangkan atau dibenarkan oleh MK untuk diterima alasan rasionalitasnya.

Dia kemudian menjelaskan "Meskipun beberapa negara sudah melegalkan penggunaan narkotika, akan tetap hal itu tidak serta merta bisa digeneralisasi bahwa negara-negara yang belum atau tidak melegalkan narkotika secara bebas kemudian dikatakan tidak mengoptimalkan manfaat narkotika."

Bagaimanapun, lanjut Suhartoyo, MK berempati terhadap pengidap penyakit tertentu yang bisa disembuhkan dengan terapi jenis narkotika golongan 1.

Baca juga:

MK perintahkan pemerintah kaji ganja untuk keperluan medis

Karena itulah, sambungnya, MK memerintahkan pemerintah agar melakukan kajian dan penelitian terhadap pemanfaatan jenis narkotika golongan 1 untuk keperluan pelayanan kesehatan dan atau terapi.

Hasil kajian dan penelitian itu nantinya dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pemerintah maupun DPR dalam merumuskan kemungkinan perubahan kebijakan berkenaan pemanfaatan jenis narkotika golongan 1.

"Dengan demikian melalui putusan a quo Mahkamah perlu menegaskan agar pemerintah segera menindaklanjuti putusan a quo berkaitan dengan pengkajian dan penelitian jenis narkotika golongan 1 untuk keperluan pelayanan kesehatan dan atau terapi," jelas Suhartoyo.

"Yang hasilnya bisa dipakai untuk menentukan kebijakan termasuk kemungkinan perubahan UU guna mengakomodir kebutuhan dimaksud."

Penelitian dan kajian itu bisa dilakukan oleh pemerintah atau pihak swasta setelah mendapat izin dari Menteri Kesehatan.

‘Tolong anakku butuh ganja medis’

Santi Warastuti dan putrinya, Pika (kiri) menyerukan legalisasi ganja medis pada acara Car Free Day di Jakarta, Minggu (26/06).
Keterangan gambar, Santi Warastuti dan putrinya, Pika (kiri) menyerukan legalisasi ganja medis pada acara Car Free Day di Jakarta, Minggu (26/06).

Gugatan uji materi ini diajukan oleh Dwi Pertiwi, Santi Warastuti, Nafiah Murhayanti, dan beberapa organisasi. Para pemohon merupakan orangtua dari anak yang mengidap cerebral palsy.

Khusus Santi Warastuti, sosoknya dan putrinya menjadi viral setelah fotonya memegang papan bertuliskan "Tolong, anakku butuh ganja medis" saat acara car free day di Bundaran HI, Jakarta Pusat, beredar di media sosial.

Santi dan para pemohon lain meminta MK mengubah Pasal 6 ayat (1) UU Narkotika agar memperbolehkan penggunaan narkotika golongan I untuk kepentingan medis atau ganja untuk medis.

Selain itu juga meminta MK untuk menyatakan Pasal 8 ayat (1) Inkonstitusional.

Pasal itu berisi larangan penggunaan narkotika golongan I untuk kepentingan kesehatan.

Pasal 6 ayat 1 huruf a berbunyi: “Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan Narkotika Golongan I adalah Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan”.

Pasal 8 ayat 1 berbunyi: “Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan”.

Baca Juga

Komentar

 Pusatin Informasi 


 Postingan Lainnya