Viral Thomas Matulessy Bernama Ahmad Lussy, Sejarawan: Utak-atik Gatuk - detik news

 

Viral Thomas Matulessy Bernama Ahmad Lussy, Sejarawan: Utak-atik Gatuk

Danu Damarjati - detikNews
Senin, 04 Jul 2022 17:17 WIB
Pattimura Pahlawan Nasional dari Tanah Maluku, Ini Sosoknya
Kapitan Pattimura (Situs Kemensos)
Jakarta -

Seharian ini viral di Twitter, Ustaz Adi Hidayat menyebut pahlawan nasional Kapitan Pattimura sebenarnya bernama asli Ahmad Lussy, bukan Thomas Matulessy seperti yang selama ini diketahui banyak orang. Ahmad Lussy dinyatakannya sebagai seorang muslim dan kiyai. Sejarawan mengimbau publik kritis terhadap teori 'alternatif' seperti itu.

"Yang diperlukan adalah kritis terhadap sumber," kata sejarawan dari UGM, Satrio Dwicahyo (Ody), kepada detikcom, Senin (4/7/2022).

Ody menjelaskan narasi-narasi semacam itu mulai tumbuh subur selepas runtuhnya era Orde Baru. Gelombang narasi sejenis seperti Borobudur adalah peninggalan Nabi Sulaiman, Majapahit ternyata kerajaan Islam, Gajah Mada ternyata bernama Gaj Ahmada, hingga Napoleon Bonaparte adalah muslim.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk yang menyatakan Kapitan Pattimura bernama asli Ahmad Lussy, terlepas dari yang viral belakangan ini, pendapat itu sebelumnya pernah dikemukakan Prof Ahmad Mansur Suryanegara dalam buku 'Api Sejarah'. Ody menilai Ahmad Mansur Suryanegara tidak sendirian dalam tren mengedepankan peran satu kelompok dalam sejarah Indonesia, utamanya kelompok Islam. Narasi semacam itu memang populer.

"Ini populer di sekitar tumbangnya Orde Baru. Ini dianggap suatu kesempatan untuk revival (kebangkitan), dengan anggapan bahwa kelompok Islam disudutkan dalam historiografi nasional selama Orba," kata Ody.

Umum di kalangan pengusung narasi alternatif semacam itu, pemerintah kolonial Belanda selalu memanipulasi sumber sejarah. Padahal, itu tidak sepenuhnya benar. Soalnya, sumber sejarah dari pemerintah kolonial Belanda seringnya hanya berwujud catatan administrasi sehari-hari seperti surat dan laporan. Maka, yang diperlukan untuk menelaah sumber sejarah adalah sikap kritis, bukan menganggap bahwa sumber sejarah dari Belanda pasti tidak valid.

Saran untuk orang awam

Bagi orang yang waspada, klaim-klaim kelewat bombastis bisa menjadi bahan lelucon atau meme di media sosial. Namun bagi orang-orang awam yang lugu, klaim-klaim bombastis bisa memancing emosi dan rentan dipercaya begitu saja tanpa sikap kritis memadai. Sebagai sejarawan, Ody punya saran untuk publik awam dalam menyikapi narasi semacam 'Pattimura adalah Ahmad Lussy, bukan Thomas Matulessy'.

"Dalam menghadapi narasi seperti demikian, ada baiknya publik membaca lebih banyak narasi dari berbagai pihak. Dalam kasus ini, paling penting adalah dari sudut pandang orang Maluku sendiri. Bagaimana cara mereka melihat masa lalunya, ini penting menurut saya," kata Ody.

Bagi masyarakat Maluku, Pattimura sudah menjadi ikon pemersatu, betapapun Pattimura bukan berasal dari Ambon atau Ternate namun dari Haria, Maluku Tengah. Masyarakat Maluku tidak terlalu mempersoalkan apakah Pattimura itu Islam, Kristen, atau beragama lainnya. Jusru, klaim-klaim bahwa 'pahlawan nasional tertentu sebenarnya beragama tertentu' bisa berakibat tidak baik. Begitulah pendapat Ody.

"Saya pikir memelihara klaim-klaim ini pada posisi ekstremnya akan berbahaya, utamanya karena Maluku pernah mengalami konflik yang menjadi duka kita semua," kata Ody.

Bagi Ody, teori 'Ahmad Lussy' lebih mirip seperti hasil dari metodologi mencocok-cocokkan hal-hal yang tidak langsung berhubungan. Bisa jadi, teori seperti ini menggunakan sumber primer sebagai dasarnya, namun penafsirannya dilakukan dengan cara lain.

"Interpretasinya terhadap sumber primernya dilakukan dengan istilah Jawa-nya 'utak-atik gatuk'," kata Ody sambil tertawa. "Maaf, Lord Rangga menyebut Indonesia asal katanya Ini Soenda."

Uang Rp 1.000 Kapitan Pattimura
Uang Rp 1.000 Kapitan Pattimura Foto: Sylke Febrina Laucereno

Seharusnya, interpretasi sejarah dilakukan serius dan teliti, bukan sekadar 'cocoklogi'. Namun demikian, teori sejarah dari metode 'utak-atik gatuk' ternyata juga digemari banyak orang. Maka berjodohlah kedua pihak ini, pembuat teori sejarah tertentu dengan penyuka teori sejarah tertentu.

"Mereka (penafsir sejarah) juga mungkin saja sudah punya frame terlebih dahulu untuk melihat sumber dengan kacamata mereka. Seperti di buku 'Api Sejarah', sebelum ditulis, Ahmad Mansur sudah punya positionality yang jelas. Dia sudah mengambil sikap bahwa kelompok Islam harus diangkat ke permukaan," kata dia.

Selanjutnya, sekilas soal viral 'Ahmad Lussy':

Sekilas soal viral 'Ahmad Lussy'

Teori soal Pattimura adalah 'Ahmad Lussy' sebenarnya sudah terdengar pada waktu sebelumnya, hanya saja seharian ini narasi teori itu viral lewat cuplikan video khotbah Ustaz Adi Hidayat.

"Kami berusaha mencari, lihat, tanya pakar sejarah dikumpulkan. Allahuakbar. Ternyata nama aslinya kapiten Pattimura itu bukan tomas tapi Ahmad Lussy," kata Ustaz Adi Hidayat dalam video viral berdurasi 1 menit 24 detik itu.

Akun penyebar video ini adalah @yaniarsim, bergabung dengan Twitter pada November 2017. Hingga sekarang, ada 18 ribu akun yang mengikutinya (followers) dan 10,5 ribu akun dia ikuti. Foto profilnya bergambar animasi wajah bermasker. Ada pula gambar tulisan 'YNKTS', serta bio 'Covid end, Jokowi end' dan ketidaksukaannya terhadap pornografi.

Video khotbah Ustaz Adi Hidayat itu dia sandingkan dengan gambar Pattimura dalam uang Rp 1.000,-. Si pengunggah menyebut Islamofobia sudah ada sejak zaman penjajahan sehingga membelokkan sejarah seorang pejuang muslim yang dia sebut sebagai Ahmad Lussy itu. Ustaz Adi Hidayat sesuai dengan narasi itu, bahwa ada yang sengaja mengubah nama Ahmad Lussy menjadi Thomas Matulessy

"Siapa Ahmad Lussy itu? beliau itu adalah seorang pejuang, beliau itu adalah seorang Kiyai, beliau itu adalah seorang pemimpin pesantren. Beliau arahkan anak-anak santrinya untuk berjuang menegakkan kebenaran di bumi pertiwi ini," kata Adi Hdayat dalam video itu.

Ustaz Adi Hidayat (UAH)
Ustaz Adi Hidayat (UAH) Foto: YouTube Ustaz Adi Hidayat

"Saya mau katakan bahwa kalau disebutkan Thomas, orang tidak ingat bahwa orang ini dekat dengan Allah SWT, orang ini berasal dari pesantren. Makanya dibuang kemudian nama-nama itu persis seperti orang Barat dulu pernah melakukannya. Ibnu Sina diganti Avicenna, Ibnu Rusyd diganti Averroes, dan lain sebagainya," kata Adi Hidayat.




(dnu/tor)

Baca Juga

Komentar

 Pusatin Informasi 


 Postingan Lainnya