Legenda Joko Tingkir, Abdi Dalem Sakti yang Pindahkan Demak ke Pajang - Detikjatemg

 

Legenda Joko Tingkir, Abdi Dalem Sakti yang Pindahkan Demak ke Pajang

Tim detikJateng - detikJateng
Senin, 15 Agu 2022 17:43 WIB
makam joko tingkir
Makam Joko Tingkir. Foto: Eko Sudjarwo
Solo -

Nama Joko Tingkir yang diparodikan dalam lagu dangdut koplo berjudul 'Joko Tingkir Ngombe Dawet' menuai protes dari sejumlah pihak. Menurut Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Islam (MUI) Jawa Timur, KH Makruf Khozin, Joko Tingkir bukanlah sekadar nama dalam legenda, tapi juga sosok ulama. Berikut kisah legenda tentang Joko Tingkir.

Dikutip dari buku Legenda Ki Ageng Banyubiru dan Joko Tingkir (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Sukoharjo, 2002), Joko Tingkir disebut sebagai putra Ki Ageng Pengging. Dia lahir bersamaan dengan pertunjukan wayang beber di daerah Pengging.

Oleh sang ayah, jabang bayi itu kemudian diberikan kepada sahabatnya, Ki Ageng Tingkir. Konon karena lahirnya bersamaan dengan pertunjukan wayang beber atau wayang yang dilukis dalam bentangan kain, anak itu diberi nama Mas Karebet. Ki Ageng Tingkir pun menyatakan bahwa anak itu kelak akan tinggi derajatnya.

Setelah Ki Ageng Tingkir wafat dan kedua orang tua kandungnya menyusul sekitar dua tahun kemudian, Mas Karebet yang yatim piatu itu diasuh oleh Nyi Ageng Tingkir di daerah Tingkir. Sehingga Mas Karebet pun dikenal dengan sebutan Joko Tingkir. Setelah remaja, Joko Tingkir berguru pada Ki Ageng Selo, belajar ilmu kanuragan dan batin.

Baca juga:

Oleh Ki Ageng Selo, Joko Tingkir lalu dianjurkan mengabdi ke Demak pada masa kepemimpinan Sultan Trenggana. Mengetahui kesaktian Joko Tingkir, Sultan Trenggana mengangkatnya jadi Lurah Tamtama dan diberi hak untuk keluar masuk istana.

Suatu ketika Joko Tingkir bertemu dengan putri Sultan Trenggana. Sebagai abdi dalem, Joko Tingkir tetap menaruh hormat dengan berjongkok. Karena tempatnya terlalu sempit untuk berjongkok lantaran di belakangnya terdapat parit yang lebar, maka tetap dengan posisi jongkok, Joko Tingkir yang sakti itu bisa melompat ke belakang parit itu.

Kesaktian itulah yang menyebabkan sang putri jatuh hati pada pemuda tampan berpangkat Lurah Tamtama itu. Tapi Sultan Trenggana tak merestui hubungan mereka karena status Joko Tingkir hanyalah abdi dalem. Sultan Trenggana pun membuat siasat untuk menyingkirkan Joko Tingkir.

Baca juga:

Mengenai titik balik Joko Tingkir menjadi penguasa Demak ada di halaman selanjutnya...

Namun, prajurit bernama Dadung Awuk yang diperintah untuk memperdayainya justru dikalahkan dan tewas di tangan Joko Tingkir. Walhasil, diusirlah Joko Tingkir dari Demak Bintoro. Joko Tingkir pun meninggalkan Demak Bintoro dengan hati gundah, karena cita-cita dan cintanya telah kandas.

Sesampainya di hutan jati di sekitar Gunung Kendeng, Joko Tingkir bertemu Ki Ageng Butuh, seorang sahabat ayahnya. Oleh Ki Ageng Butuh, Joko Tingkir disarankan berziarah dan bersemedi di makam orang tuanya. Dari semedi itu, Joko tingkir mendapat wangsit untuk berguru pada Ki Ageng Banyu Biru yang tidak lain kakak ayahnya, Ki Ageng Pengging.

Setelah dianggap memiliki kemampuan yang memadai, Joko Tingkir dianjurkan kembali ke Demak dan mengabdi kepada Sultan Trenggana. Joko Tingkir pun dibekali Ki Ageng Banyubiru dengan segumpal tanah yang telah diberi mantra.

Ditemani tiga sahabat seperguruannya, Joko Tingkir pun menempuh perjalanan dengan naik rakit bambu menyusuri Sungai Dengkeng menuju Sungai Bengawan Solo. Perjalanan itu tak mulus. Tapi berbagai rintangan yang menghadang dapat diatasi Joko Tingkir, termasuk raja buaya Baurekso yang akhirnya justru mengawal rakit itu menyusuri Bengawan Solo.

Singkat cerita, setelah berlabuh di dermaga Butuh, Joko Tingkir melanjutkan perjalanan darat dengan jalan kaki menuju Gunung Prawata. Saat itu diketahui bahwa Sultan Trenggana sedang berada di gunung tersebut, bercengkrama dengan permaisuri dan putra-putrinya.

Kemudian dicarinya seekor kerbau liar yang telinga kanannya dimasuki tanah bekal pemberian Ki Ageng Banyubiru. Mengamuklah kerbau itu dan memakan banyak korban. Kerbau liar itu sulit ditaklukkan siapapun, bahkan oleh para prajurit Sultan Trenggana.

Saat mengetahui keberadaan Joko Tingkir dan tiga sahabatnya, maka Sultan Trenggana memerintahkan mereka untuk menaklukkan kerbau liar itu. Jika berhasil, maka seluruh kesalahan Joko Tingkir akan diampuni dan diterima lagi untuk mengabdi di Demak.

Setelah berhasil mengeluarkan tanah dari telinga kerbau itu, Joko Tingkir memukul kepalanya hingga pecah. Seluruh rakyat Gunung Prawata pun mengelu-elukannya. Joko Tingkir kemudian diarak menuju tempat peristirahatan Sultan Trenggana.

Sultan pun menyambut gembira dan memenuhi janjinya. Bahkan, Joko Tingkir juga dinikahkan dengan putrinya dan diangkat menjadi Bupati Pajang. Kabupaten Pajang menjadi ramai dan sejahtera berkat kepemimpinan Bupati Pajang atau Joko Tingkir.

Selang beberapa waktu kemudian, Sultan Trenggana wafat. Joko Tingkir pun menggantikan Sultan dan memindahkan pusat pemerintahan Demak Bintoro ke Pajang. Sejak itulah dia menggunakan gelar Sultan Hadiwijaya.



(dil/sip)

Baca Juga

Komentar