Substansi Putusan MK Berubah, Pencopotan Hakim Aswanto Dinilai Tak Sah
Anwar Usman (kiri) berjabat tangan dengan Aswanto usai acara pengucapan sumpah jabatan Ketua dan Wakil Ketua MK di Gedung MK, Jakarta, Senin (2/4). (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
Yuk, daftarkan email jika ingin menerima Newsletter kami setiap awal pekan.
Jakarta, CNN Indonesia --
Anggota Constitutional and Administrative Law Society (CALS) Herdiansyah Hamzah menilai perubahan substansi putusan perkara nomor: 103/PUU-XX/2022 terkait uji materi UU MK mempengaruhi legalitas atau keabsahan pencopotan hakim konstitusi Aswanto oleh DPR.
Castro, sapaan akrabnya, berpendapat frasa "dengan demikian" sebagaimana yang diucapkan hakim konstitusi Saldi Isra dalam sidang menyatakan bahwa pencopotan Aswanto oleh DPR tidak sah.
"Frasa "dengan demikian" itu dapat juga dimaknai "untuk itu" atau "maka", yang berarti berlaku saat itu juga. Oleh karena itu, keberlakuan putusan MK tersebut bersifat mengikat dalam perkara pergantian Aswanto oleh DPR. Jadi, mestinya pergantian hakim Aswanto ke Guntur Hamzah batal demi hukum jika berpegangan kepada putusan MK tersebut," ujar Castro kepada CNNIndonesia.com, Senin (30/1).
Namun, kondisi itu berubah ketika MK diduga mengubah substansi putusan dari frasa "dengan demikian" menjadi "ke depan".
"Sebaliknya, frasa "ke depan" dimaknai keberlakuan putusan MK tersebut hanya dapat diterapkan di masa yang akan datang. Oleh karena itu, tidak berkaitan langsung dengan pergantian hakim Aswanto oleh DPR," imbuhnya.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman ini menduga kuat perubahan substansi putusan dimaksud dilakukan oleh mereka yang mempunyai kepentingan terkait pergantian hakim konstitusi Aswanto ke Guntur Hamzah.
"Mereka butuh "stempel" agar proses pergantian tersebut seolah-olah dilegitimasi oleh putusan MK," kata Castro.
Dia menyatakan putusan yang berlaku adalah yang diucapkan saat sidang berlangsung karena itu sudah melewati Rapat Permusyawarahan Hakim (RPH).
"Prinsipnya, putusan MK itu telah selesai dalam RPH sebelum dibacakan terbuka. Jadi, kalau redaksi berbeda dalam risalah, itu sudah pasti sengaja diubah oleh oknum tertentu dalam tubuh MK sendiri," ujarnya.
Senada, pakar hukum tata negara Feri Amsari juga berpendapat putusan yang berlaku adalah yang dibacakan dalam sidang, bukan yang termuat dalam risalah.
"Tentu yang dirujuk adalah putusan yang dibacakan, bukan dokumen yang berbeda dengan putusan," ucap Feri.
Dampak Perubahan Substansi Putusan MK
Castro mengungkapkan dampak dari perubahan substansi putusan adalah kepercayaan masyarakat terhadap lembaga MK. Menurutnya, masyarakat bisa jadi tidak percaya lagi terhadap produk-produk putusan yang dikeluarkan oleh MK.
"Implikasi terbesarnya tentu saja soal kepercayaan publik terhadap MK yang akan semakin menurun, termasuk ketidakpercayaan terhadap produk-produk putusan yang dilahirkan MK," tutur Castro.
"Coba bayangkan jika lembaga peradilan sekelas MK justru tidak mendapatkan kepercayaan dan legitimasi publik, ke mana lagi publik memperjuangkan hak-hak konstitusionalnya? Bisa jadi publik melakukan pembangkangan hukum secara massal terhadap UU yang diproduksi DPR dan pemerintah," sambungnya.
Baca halaman selanjutnya: "Kepercayaan Masyarakat terhadap MK Akan Menurun..."
Kepercayaan Masyarakat terhadap MK Akan Menurun
[Category Opsiin, Media Informasi]
[Tags Aswanto, Featured, Pilihan, Mahkamah Konstitusi]
Komentar
Posting Komentar