Jokowi: Hilirisasi Tambah PDB Rp 10.485 Triliun
Rabu, 1 Februari 2023 | 14:45 WIB
Oleh: Prisma Ardianto / FMB
Jakarta, Beritasatu.com - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menyatakan bahwa langkah hilirisasi yang kini sedang dilakukan akan mendatangkan banyak manfaat bagi Indonesia. Salah satunya adalah ramalan menambah produk domestik bruto (PDB) sampai dengan US$ 699 miliar atau sekitar Rp 10.485 triliun (US$ 1 = Rp 14.987,25).
"Proyeksi dampak hilirisasi minerba dan migas itu akan menambah PDB kita sebesar US$ 699 miliar dan lapangan kerja yang akan terbuka itu 8,8 juta. Ini sebuah dampak yang sangat besar sekali, membuka lapangan kerja yang sebesar-besarnya," ungkap Jokowi dalam acara Mandiri Investment Forum 2023 di Hotel Fairmont, Jakarta, Rabu (1/2/2023).
Presiden menerangkan, kunci untuk mencapai proyeksi tersebut adalah konsistensi dari semua pihak. Jangan sampai puas dan terlena dengan pencapaian nilai tambah yang dihasilkan dari proyek hilirisasi nikel. Apalagi jika melihat nilai tambah nikel ekspor nikel yang melompat dari US$ 1,1 miliar atau sekitar Rp 17 triliun menjadi US$ 30-33 miliar atau sekitar Rp 450-494 triliun.
"Betapa nilai tambah itu besar sekali. Sehingga sekali lagi saya sampaikan kepada para menteri setiap rapat, jangan tengok kanan-kiri, lurus terus hilirisasi. Digugat di WTO, (jalan) terus. Kalah, tetap terus," ujar mantan Wali Kota Solo itu di hadapan menteri, bankir, ekonom, dan pemangku kepentingan lainnya.
Presiden Jokowi pun mengungkapkan, kini Indonesia telah menghentikan kebijakan ekspor bahan mentah nikel. Baru-baru ini, ekspor bauksit juga ditetapkan pemerintah untuk dihentikan mulai Juni 2023. Tidak main-main, di tahun ini juga Jokowi akan mengumumkan pelarangan ekspor konsentrat tembaga.
"Karena saya cek kemarin smelternya Freeport dan smelter yang ada di NTB sudah lebih dari 50%, Freeport sudah 51%. Jadi berani kita stop. Supaya ingat Freeport itu mayoritas milik kita, jangan terbayang-bayang lagi Freeport itu milik Amerika, sudah mayoritas kita miliki," tegas Jokowi.
Menurut dia, kebijakan ini memang sudah seharusnya dilakukan. Bauksit misalnya, di sisi hilir kini Indonesia menjadi eksportir ketiga terbesar di dunia. Namun di sisi hulu, Indonesia hanya sanggup di peringkat 33 dunia untuk ekspor aluminium. "Mentahnya nomor tiga kok barang jadi dan setengah jadinya nomor 33," ujar Jokowi.
Begitu juga ekspor terkait panel surya yang menempatkan Indonesia di peringkat 31. Padahal, kata Jokowi, bahan mentahnya ada di Indonesia sebagai pemilik cadangan bauksit terbesar ketiga di dunia. Kalau sektor ini digarap serius, panel surya bisa memberi nilai tambah sampai dengan 194 kali.
"Kenapa berpuluh-puluh tahun tidak kita lakukan, apa yang salah dari kita? Kita terlalu nyaman dengan ekspor mentahan. Karena memang paling cepat dapat duitnya dan tidak pusing pikirannya. Udah, (tinggal) gali, kirim. Nikel juga sama, gali, kirim. Tidak mau mikir kita, memang mengindustrikan pusing kita memang. Tapi nilai tambah tadi sampai 194 kali," papar Presiden.
Sekali lagi, Jokowi menuturkan, hilirisasi bahan baku harus digarap serius. Berkaca dari Tiongkok, mereka tercatat sebagai eksportir nomor 18 terkait ore (bijih) bauksit tapi nomor 1 di dunia terkait ekspor panel surya. "Terus barang mentahnya ini dari mana ini? 80% lebih dari kita. Hati-hati nanti bauksit setelah kita stop, saya tengok-tengok belum ada yang gugat," imbuh dia.
Begitu juga Timah, Indonesia nomor dua sebagai pemilik cadangan timah. Sementara Tiongkok sebagai importir tin-ore pertama, mampu menjadi eksportir komponen elektronik PCB pertama di dunia. "Kalau kita ini buat yang namanya komponen-komponen PCB ini nilai tambahnya bisa 69 kali. Kenapa tidak kita buat, kenapa kita ekspor dan yang dapat negara lain lagi?" kata Jokowi.
Selain konsisten, Jokowi menegaskan, tantangan terkait hilirisasi yaitu potensi gugatan dari berbagai pihak tapi Indonesia tidak boleh takut. Meski telah mempersiapkan berbagai hal, Indonesia memang kalah dalam putusan WTO menyangkut ekspor nikel. Kini Indonesia bersiap untuk mengajukan banding. Meskipun harus kalah lagi, hal itu tidak akan menghentikan cita-cita dari hilirisasi yang selama ini susah payah dibangun.
"Kalau kalah terus gimana? Ya terus saja hilirisasi, kenapa kalau kalah? Banding. Tidak tahu menang atau kalah kalau banding. Kalau kalah ya (hilirisasi) tetap terus, barangnya sudah jadi, industri dan ekosistemnya sudah jadi. Jangan mundur. Kalau mundur sudahlah, jangan berharap kita ini menjadi negara maju," jelas Presiden.
Oleh karena itu, Jokowi pun meminta proses hilirisasi dikawal dan didukung bersama. Khususnya untuk sektor perbankan agar mempermudah penyaluran kredit para debitur yang bertujuan membangun smelter. Lagi pula, untung perusahaan di sektor ini sangat jelas dan tidak perlu dipertanyakan lagi.
Apalagi ke depan Indonesia juga punya aspirasi dapat menghasilkan EV Battery hingga menjadi produsen terbesar mobil listrik. Meski nilai tambah yang dihasilkan masih belum final, setidaknya langkah hilirisasi untuk menuju aspirasi tersebut bisa mulai tergambar pada tahun 2027-2028.
Ujungnya, sambung Jokowi, Indonesia akan melompat dari negara berkembang menjadi negara maju. Namun jangan sekali-kali berpikir bisa menjadi negara maju tanpa hilirisasi. Meskipun juga hilirisasi sejumlah komoditas akan sangat menantang, baik dari aspek eksternal maupun internal terkait integrasi ekosistem.
"Kita harapkan di 2045 PDB kita mencapai US$ 9-11 triliun dan pendapatan perkapita berapa di angka US$ 21-29 ribu. Jadi negara maju kita. Tapi kalau nanti kita diguat, kita mundur, belok, enak lagi ekspor bahan mentah, lupakan kita menjadi negara maju," tandas Presiden Jokowi.
Saksikan live streaming program-program BTV di sini
Sumber: Investor Daily
[Category Opsiin, Media Informasi]
[Tags Jokowi, Featured, Pilihan]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar