Kasus Bripka Madih, Pakar Ungkit Aipda HR yang Dicap Gangguan Jiwa
Berkaca dari kasus Bripka Madih, anggota Polri diharapkan bisa jadi whistleblower institusi untuk mengungkap penyimpangan yang ada di dalam. (Arsip Istimewa via Detikcom
Yuk, daftarkan email jika ingin menerima Newsletter kami setiap awal pekan.
Jakarta, CNN Indonesia --
Psikolog forensik Reza Indragiri Amriel mendorong agar lebih banyak anggota Polri menjadi whistleblower atau pengungkap fakta untuk membongkar kebobrokan instansi kepolisian.
Dorongan ini bertalian dengan kasus Bripka Madih yang mengaku diperas sesama polisi saat mengurus kasus sengketa lahan. Menurut Reza, hal yang yang dilakukan Madih ini perlu disuburkan di internal kepolisian.
"Whistleblowing itulah yang perlu disuburkan di internal kepolisian. Karena, siapa yang paling mungkin mengetahui penyimpangan oleh personel polisi, kalau bukan sesama personel polisi sendiri," ujar Reza dalam keterangan tertulisnya, Minggu (5/2).
Namun, dia mengamini memang tidak mudah untuk menjadi whistleblower. Sebab, kemungkinan hampir mayoritas anggota Polri menolak buka-bukaan tentang skandal internal karena takut pembalasan dari sesama anggota.
Hal ini bisa berbentuk serangan balik dari orang yang membuat skandal ataupun pembalasan dari lembaga. Reza juga menduga tidak banyak polisi yang dijatuhi sanksi karena terlibat kasus yang berawal dari laporan sesama anggota.
"Saya teringat pada kejadian Oktober tahun lalu. Aipda HR menulis "sarang pungli" di tembok gedung Polres Luwu. Aipda HR tiba-tiba disebut punya gangguan jiwa. Lha, kalau memang punya gangguan jiwa, mengapa dibiarkan bekerja?," kata Reza.
"Dua situasi di atas mirip dengan studi yang menemukan bahwa whistleblower kerap mendapat serangan balik. Dari sesama sejawat yang 'dirugikan', bahkan dari kantor tempatnya bekerja," imbuhnya.
Selain itu, lanjut Reza, whistleblower juga kerap dinarasikan sebagai hal yang buruk. Menurutnya. banyak yang menilai seorang whistleblower mengungkap penyimpangan sebagai cara untuk menutup-nutupi kesalahannya.
"Padahal, studi menemukan kebanyakan whistleblower justru punya potensi kerja yang baik dan komitmen yang tinggi pada organisasi. 'Kelemahan' mereka cuma satu: menolak ikut arus, menentang kode senyap, yang kadung marak di dalam organisasi," ucapnya.
Ia pun turut mengomentari kasus sengketa lahan keluarga Bripka Madih yang menurutnya bakal segera tuntas. Namun, Reza juga mempertanyakan nasib Bripka Madih.
"Bagaimana dengan nasib Madih sendiri? Seberapa jauh dia sanggup terus bekerja sebagai personel polisi? Dan selama apa pula satuan wilayah masih betah mempertahankan 'duri dalam daging'?" tuturnya.
Reza juga menyinggung langkah Richard Eliezer atau Bharada menjadi justice collaborator atau pelaku yang bekerja sama dengan aparat mengungkap tindak pidana dalam kasus kematian Brigadir J.
Menurut Reza, Bharada E dan Madih adalah contoh polisi yang taat pada sumpah jabatan daripada kesetiakawanan pada hal yang menyimpang.
"Bagaimana SDM Polri sepatutnya menyikapi mereka? Pertama, tanpa tes segala macam, Eliezer dan Madih sudah menunjukkan secara nyata tentang personel polisi yang, kendati berpangkat rendah, namun lebih mengedepankan ketaatan pada sumpah jabatan ketimbang kesetiakawanan pada subkultur menyimpang," kata Reza.
"Kedua, apa yang sesungguhnya tengah berlangsung pada organisasi kepolisian sampai-sampai ada personel yang buka suara sedemikian 'memalukan'?" lanjut dia.
Menurut Reza sebuah studi menemukan perilaku whistleblowing berhubungan dengan tiga pola kepemimpinan. Pertama, kepemimpinan transformasional yang mendorong anggota dan sistem untuk berubah.
Kedua, kepemimpinan laissez-faire alias pasif, membiarkan, dan cenderung menghindari tanggung jawab. Ketiga, kepemimpinan otentik, yaitu pimpinan menjadikan dirinya sebagai role model atas segala nilai kebaikan yang ingin dia suburkan.
"Silakan Polri evaluasi sendiri, saat ini pola kepemimpinan apa yang sedang berlangsung di internalnya. Di situlah akan diperoleh jawaban mengapa Eliezer dan Madih tiba-tiba muncul meniup peluit mereka dengan senyaring-nyaringnya," ucapnya.
Sementara itu, Bripka Madih yang ramai diperbincangkan karena mengaku diperas sesama polisi saat mengurus kasus sengketa lahan kini mengundurkan diri dari Polri.
Madih mengaku telah menyampaikan pengunduran diri dari Polri kepada Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Budi Sartono. Ia mengatakan telah mengajukan pengunduran diri sejak beberapa waktu lalu.
(dmi/tsa)
Komentar
Posting Komentar