Kasus Rafael Alun Bikin Masyarakat Enggan Lapor SPT Pajak - Sindonews

 

Kasus Rafael Alun Bikin Masyarakat Enggan Lapor SPT Pajak

Minggu, 26 Februari 2023 - 11:57 WIB
Kasus Rafael Alun Bikin Masyarakat Enggan Lapor SPT Pajak
Kasus pejabat pajak Rafael Alun dan keluarganya membuat masyarakat enggan lapor SPT tahunan. Foto/SINDOnews/Yulianto
A A A
JAKARTA - Geger kasus penganiayaan oleh anak pejabat pajak ikut memantik penurunan kepercayaan masyarakat terhadap Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Cuitan warganet pun riuh, mulai dari malas bayar pajak hingga enggan lapor SPT.

Sebagaimana ramai diberitakan, sosok Rafael Alun Trisambodo (RAT) yang sepekan terakhir mencuat lantaran ulah puteranya, Mario Dandy Satriyo (MDS), menjadi sorotan publik dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Diketahui, RAT merupakan Kepala Bagian Umum DJP kantor wilayah Jakarta Selatan II.

Selain penahanan MDS sebagai tersangka penganiayaan, isu lain yang mencuat adalah gaya hidup mewah yang dipertontonkan anak pejabat pajak tersebut, mobil mewah yang disinyalir belum dibayar pajaknya, dan yang mencengangkan adalah harta kekayaan RAT yang dinilai tak wajar yaitu tembus Rp56 miliar.



Imbas ulah pejabat dan keluarganya yang tak memberi contoh yang baik tersebut membuat kepercayaan publik terhadap instansi pajak tergerus.

Padahal, saat ini juga sedang dalam masa pelaporan surat pemberitahuan tahunan (SPT) tahunan 2022 yang akan berakhir pada 31 Maret untuk wajib pajak (WP) pribadi dan 30 April untuk WP badan usaha.

Beberapa warganet dalam komentar di akun Twitter resmi Staf Khusus (Stafsus) Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, Yustinus Prastowo menyatakan enggan lapor SPT jika masalah ini masih ada.

Banyak juga yang mempertanyakan, para pejabat seharusnya memberi contoh perihal lapor SPT atau Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Misbah Hasan mengatakan, pada saat masyarakat bertanya-tanya soal lapor SPT ala pejabat yang dirasa kurang transparan seperti RAT, mengapa RAT malah mundur sebagai aparatur sipil negara (ASN).

"Masyarakat terus ditekan untuk lapor SPT sementara banyak pejabat negara di lingkungan Kemenkeu atau K/L yang lain yang tidak bayar pajak. Ini kan ironi," tukasnya kepada MNC Portal Indonesia (MPI), Minggu (26/2/2023).

Terkait pengunduran diri RAT sebagai ASN, menurut dia Menkeu perlu menolaknya karena hal itu akan menghambat proses penyelidikan etik yang dilakukan oleh Irjen Kemenkeu.

Kedua, lanjut Misbah, meski Menkeu sudah mencopot RAT dari jabatannya dan RAT sendiri sudah menyatakan mengundurkan diri dari ASN, kasus ini sudah telanjur berdampak ke publik.

"Kasus ini sudah terlanjur mendegradasi secara luar biasa kepercayaan publik terhadap tata kelola perpajakan yang dilakukan oleh DJP Kemenkeu," tandasnya.

Dengan adanya kasus ini, Misbah yakin masyarakat pasti kembali enggan untuk lapor SPT tahun ini sebab reformasi perpajakan yang digaungkan Kemenkeu seakan kamuflase.

Dia juga melihat persoalan yang dihadapi oleh DJP tidak hanya menjadi tanggung jawab dari Kemenkeu gan saja. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), patut dilibatkan atas kasus yang membelit Rafael. "Tidak terjadi di dalam tubuh Kemenkeu sendiri, khususnya Dirjen Pajak," tukasnya.

Fitra menyarankan agar Menkeu memastikan seluruh jajarannya untuk mengisi LHKPN secara benar dan jujur. "Mendorong Irjen Kemenkeu dan KPK melakukan penelusuran (tracking) dan validasi menyeluruh atau uji petik terhadap LHKPN pegawai Kemenkeu, khususnya Dirjen Pajak," tandasnya.

Baca juga: Ini 3 Daftar Harta Rafael Alun Trisambodo yang Tidak Masuk LHKPN

Kemudian Fitra juga meminta Kemenkeu menyetop tunjangan kinerja Dirjen Pajak untuk sementara waktu hingga seluruh ASN di Dirjen Pajak membuktikan bahwa kekayaannya didapat dari hasil yang legal.

"Kalau kasus ini ditangani serius dan dikembangkan untuk para pejabat lain yang punya kekayaan jumbo, tidak hanya di Dirjen Pajak, tapi juga di K/L lain, pelan-pelan masyarakat akan tumbuh trustnya kembali," tuturnya.

Pencopotan RAT dari jabatannya bermula dari kasus penganiayaan oleh MDS kepada David, pemuda yang merupakan anak pengurus GP Ansor. Celakanya lagi, MDS merupakan anak dari RAT yang notabene pejabat pajak. Alhasil, Menkeu Sri Mulyani pun murka.

Tak hanya itu, kedua ayah-anak ini pun sukses jadi bulan-bulanan warganet. Terlebih lagi setelah ditelusuri di media sosial, Mario diketahui kerap memamerkan gaya hidup bermewah-mewahan alias hedonik.

“Saya mengecam gaya hidup mewah dan hedonik oleh jajaran Kemenkeu yang menimbulkan erosi kepercayaan rakyat. Ini mengkhianati mereka yang bekerja secara jujur, bersih, dan professional,” tegas Sri Mulyani, Kamis (23/2).

Dia menegaskan, bahwa pengkhianatan yang dilakukan siapapun di dalam Kemenkeu adalah pengkhianatan kepada seluruh jajaran Kemenkeu yang sudah bekerja baik, jujur, dan profesional.

"Dan oleh karena itu mereka adalah musuh kita bersama. Saya berterima kasih kepada masyarakat yang terus menyampaikan koreksi kepada kami, kritik dan juga perbaikan-perbaikan. Itu adalah masukan-masukan yang kami dengar, kami baca, kami lihat, dan kami akan tindak lanjuti," tuturnya.

Sumber kekayaan Rafael yang mencapai Rp56 miliar memang terbilang fantastis untuk jabatan yang disandangnya. Pasalnya, gaji ditambah tunjangan kinerja sebagai pejabat eselon III dalam sebulan hanya berkisar Rp37-46,5 juta.

Sementara merujuk situs e-lhkpn, total kekayaan Rafael tembus Rp56,1 miliar. Mulai dari properti, surat berharga kas dan setara kas, tanah, hingga transportasi.

Sementara itu, Stafsus Menkeu, Yustinus Prastowo mengatakan, selama ini tingkat kepatuhan pelaporan pegawai Kemenkeu selalu berada di angka 99 - 100% atau berada di atas pelaporan nasional.

“Jika dibandingkan dengan angka kepatuhan nasional, pelaporan LHKPN Kemenkeu masih di atas nasional. Pelaporan nasional 62%, sementara Kemenkeu 65,6%,” ungkapnya.

Baca juga: 13 Ribu Pegawai Kemenkeu Belum Lapor Harta, Sri Mulyani: Judulnya Picu Reaksi Netizen Penuh Marah

Pernyataan Yustinus itu menanggapi kabar yang menyebut sebanyak 13.000 pegawai Kemenkeu tercatat belum melaporkan harta kekayaan.

Menurut dia, berita tersebut adalah hasil dari framing buruk yang diberikan kepada pihaknya. Yustinus menegaskan, batas maksimal pelaporan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) adalah 31 Maret 2023.

“Maka 13.000 pegawai ini bukan tak lapor, melainkan belum lapor karena belum jatuh tempo,” kata dia dalam akun twitternya @prastow, Sabtu (25/2).

[Category Opsiin, Media Informasi]

Baca Juga

Komentar

 Pusatin Informasi 


 Postingan Lainnya