Mengenal Makna Ritual Reba bagi Masyarakat Ngada NTT - Beritasatu

 

Mengenal Makna Ritual Reba bagi Masyarakat Ngada NTT

Minggu, 19 Februari 2023 | 06:37 WIB
Oleh: Maria Fatima Bona, Helmut Timothy / WBP

Romo Eduard R Dopo perwakilan Komunitas Masyarakat Ngada di Jakarta pada acara Festival Reba atau pesta adat masyarakat Ngada yang digelar di Anjungan Nusa Tenggara Timur (NTT) Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Sabtu 18 Februari 2023.
Romo Eduard R Dopo perwakilan Komunitas Masyarakat Ngada di Jakarta pada acara Festival Reba atau pesta adat masyarakat Ngada yang digelar di Anjungan Nusa Tenggara Timur (NTT) Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Sabtu 18 Februari 2023. (Foto: B Universe Photo/Maria Fatima)

Jakarta, Beritasatu.com - Komunitas masyarakat Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT) di Jakarta kembali merayakan pesta adat dan ritual agama asli yang disebut Reba di anjungan Nusa Tenggara Timur (NTT) Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Sabtu (18/2/2023).

Advertisement

Pesta adat Reba merupakan perayaan ucapan syukur atas penyelenggaraan Dewa Zeta Nitu Zale, yaitu kepercayaan terhadap wujud tertinggi masyarakat Ngada, NTT yang sudah dilakukan sejak ribuan tahun silam.

Romo Eduard R. Dopo, perwakilan komunitas masyarakat Ngada di Jakarta menjelaskan perayaan Reba sebenarnya merupakan perayaan simbolis rancang bangun religiusitas orang Ngada, rancang bangun dari relasi manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesamanya, dan manusia dengan lingkungannya. “Perayaan ini merupakan perayaan kehidupan orang Ngada,” ujar Romo Edu.

Romo Edu menerangkan ritual Reba biasanya dirayakan pada Januari-Februari, bertepatan dengan musim hujan dan angin. Tanggal pelaksanaan Reba ditentukan berdasarkan kalender adat yang disebut paki sobhi atau tahun sisir atas petunjuk seorang mori kepo vesu atau pemegang adat istiadat sebagai pihak yang berwenang.

Advertisement

Kendati berbeda-beda dari satu suku atau kelompok masyarakat di Ngada, Romo Edu menjelaskan perayaan Reba umumnya memiliki tiga tahap utama, yakni Kobe Dheke, Kobe dhai, dan Kobe Su’i. “Setiap tahap memiliki tiga elemen tetap yaitu doa (kena ine ema), kurban (dhi fedhi nee puju pia), dan perjamuan (ka maki reba/toka wena ebu) atau makan bersama,” paparnya.

Romo Edu menjelaskan simbol utama perayaan Reba adalah uwi atau ubi yang diyakini sebagai roti kehidupan manusia.

Ubi yang diserukan namanya dan dipuji-puji pada perayaan Reba lewat tarian tanda O Uwi. Adapun tarian ini merupakan personifikasi seorang tokoh mitologis perempuan, seorang utusan dari wujud tertinggi bagi manusia dan secara khusus menyimbolkan seorang pribadi yang mengorbankan hidupnya agar sesamanya dapat hidup sejahtera.

Selain dimeriahkan dengan tarian ja’i, yaitu tarian adat masyarakat Ngada yang kini populer di kalangan masyarakat NTT, perayaan Reba juga dipenuhi dengan berbagai macam pata dela atau petuah nan bijak sang leluhur dan lese dhe peda pawe atau penyampaian pesan kebijaksanaan hidup.

Melalui penyampaian petuah dan kebijaksanaan hidup itu, Romo Edu menuturkan masyarakat Ngada yang terlibat dalam perayaan Reba melakukan otokritik, penyadaran diri, dan menarasikan nilai-nilai kehidupan yang patut dipertahankan dari konteks riil kehidupan yang terjadi sepanjang tahun yang telah lewat dan harapan akan tahun yang akan datang.

Selanjutnya, ia menjelaskan perayaan Reba yang dibalut dalam festival yang dilaksanakan di Jakarta bertujuan memperkenalkan sejarah, budaya, dan nilai kehidupan orang Ngada. “Budaya dan nilai hidup tersebut sangat mendukung nilai-nilai kebangsaan dan kenegaraan yang tercermin dalam semangat persaudaraan, musyawarah, dan gotong royong,” ujarnya.

Ia menambahkan perayaan Reba juga merupakan salah satu titik persinggungan dari upaya mempromosikan keanekaragaman budaya dan tradisi yang dimiliki bangsa Indonesia, termasuk upaya mempromosikan potensi pariwisata Kabupaten Ngada untuk wisatawan domestik maupun mancanegara.

Saksikan live streaming program-program BTV di sini

TAG: 


[Category Opsiin, Media Informasi]

Baca Juga

Komentar