Demi Hadapi China, Australia Rela Beli Kapal Selam Nuklir Mahal dari AS

SYDNEY, iNews.id - Perdana Menteri (PM) Australia Anthony Albanese tak akan mengubah rencana pengadaan kapal selam bertenaga nuklir. Australia berkomitmen untuk memiliki kapal selam nuklir guna menghadapi ancaman China yang semakin melebarkan pengaruhnya di Pasifik.
Albanese menegaskan, pengadaan beberapa kapal selam senilai 368 miliar dolar Australia atau sekitar Rp3.764,7 triliun itu tetap sesuai rencana.

Pernyataan itu disampaikan Albanese setelah dua mantan PM Australia, Malcolm Turnbull dan Paul Keating, mengkritiknya. Turnbull dan Keating menilai pengadaan kapal selam kelas Virginia milik Angkatan Laut AS itu membutuhkan biaya besar. Belum lagi kerumitan pemeliharaan serta isu soal kedaulatan.
Australia meresmikan pengadaan kapal selam nuklir kelas Virginia di San Diego, AS, pada Selasa (14/3/2023). Awalnya Australia akan mendapatkan unit kapal selam tersebut, kemudian dilanjutkan dengan memproduksinya secara mandiri, tentunya atas kerja sama dengan AS dan Inggris di bawah kesepakatan pertahanan AUKUS.

Menurut Albanese, AUKUS diperlukan mengingat peningkatan kekuatan militer China di kawasan. Bahkan Albanese menyebut peningkatan militer China sebagai yang terbesar sejak Perang Dunia II.
"China telah mengubah postur dan posisinya di dunia sejak 1990-an, itulah alasan sebenarnya," katanya.

Sebelumnya Turnbull mengatakan proyek AUKUS akan memakan waktu lebih lama dan lebih mahal daripada rencana alternatif untuk membeli kapal selam Prancis bertenaga konvensional. Australia membatalkan kesepakatan itu secara sepihak pada 2021 memicu kemarahan Prancis.
Keating pada Rabu menyebut AUKUS sebagai kesalahan kebijakan luar negeri terburuk Partai Buruh.
Menurut Keating, memilih kapal selam nuklir ketimbang bertenaga konvensional membuat unit yang dimiliki Australia lebih sedikit. Selain itu, kata dia, pengadaan kapal selam nuklir buatan AS semakin membuat Australia bergantung terhadap Negeri Paman Sam.
"Anthony Albanese memasang belenggu terakhir dalam rantai panjang yang telah dibuat Amerika Serikat untuk menahan China," katanya.
Editor : Anton Suhartono
Follow Berita iNews di Google News
Tidak ada komentar:
Posting Komentar