Depleted Uranium Tak akan Bedakan Orang Ukraina dan Rusia, Hanya akan Meracuni Semua Orang - Tribunnews

 

Depleted Uranium Tak akan Bedakan Orang Ukraina dan Rusia, Hanya akan Meracuni Semua Orang - Halaman all

Awak tank Ukraina melihat cangkang uranium yang habis. Video dokumenter ini rilis pada Senin (27/3/2023), setelah awak tank Ukraina menyelesaikan latihan militer tank Challenger 2 di Inggris.
Awak tank Ukraina melihat cangkang uranium yang habis. Video dokumenter ini rilis pada Senin (27/3/2023), setelah awak tank Ukraina menyelesaikan latihan militer tank Challenger 2 di Inggris.

 Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Krisis Ukraina saat ini bergerak semakin dalam, karena negara Barat berencana untuk memasok negara itu dengan cangkang uranium beracun dan Rusia pun mengutuk keras langkah tersebut.

Seorang Jurnalis Investigasi Amerika, Chris Helali meminta 'imperialis Amerika Serikat (AS)' untuk berhenti.

Ia menyoroti konsekuensi berbahaya dari penghasutan perang lebih lanjut ini.

Dikutip dari laman Sputnik News, Kamis (30/3/2023), pekan lalu, Menteri Pertahanan Negara Inggris Annabel Goldie menyatakan bahwa Inggris akan menyediakan amunisi depleted uranium (DU) dengan pengiriman tank Challenger 2 MBT mereka ke Ukraina.

Helali menegaskan bahwa produk sampingan dari industri nuklir ini hanya akan 'meracuni tanah dan meracuni manusia'.

"Sangat menyedihkan, melihat jenis penyebaran ini dan melihat jenis senjata yang digunakan dalam konflik yang hanya akan berdampak pada orang-orang yang tinggal di sana," kata Helali.

Menurutnya, itu tidak akan mempengaruhi salah satu negara yang mendukung perang, perusahaan bisnis besar, pengusaha serta politisi dan pemimpin militer di negara Barat.

'Ini akan mempengaruhi orang miskin di tanah pertanian mereka yang miskin dan di desa miskin mereka yang akan memiliki konsekuensi jangka panjang dari jenis senjata ini," tegas Helali.

Helali pun meminta negara Barat memperhatikan nasib rakyat jelata.

Ia mencatat bahwa cangkang DU yang digunakan oleh militer AS telah menyebabkan ratusan ribu kasus berbagai penyakit, seperti cacat lahir dan kanker, serta meracuni tanah dan pertanian.

"Cangkang depleted uranium atau plutonium atau elemen radioaktif apapun yang mereka gunakan tidak membedakan Ukraina dan Rusia, tidak membedakan antara teman dan musuh. Itu meracuni semua orang," kata Helali.

Industri militer AS memproduksi berton-ton depleted uranium untuk digunakan dalam amunisi MBT dan IFV mereka.

Selongsong semacam itu lebih berat, oleh karena itu memiliki kemampuan penetrasi yang lebih baik.

Namun uranium beracun, mempengaruhi populasi lokal di mana amunisi semacam itu digunakan.

Helali kembali menegaskan bahwa Rusia mencari perdamaian dan pemerintah Barat lah yang terus mengobarkan konflik dengan terus mengirimkan pasokan senjata ke Ukraina.

"Kita tahu bahwa Rusia sangat menerima perdamaian, namun Barat tidak tertarik, dan itu sangat berbahaya. Dan semakin kita memasukkan kartu nuklir ke dalamnya, semakin hanya 'masalah waktu saja' sebelum sesuatu menjadi serba salah dan lebih parah lagi. orang miskin akan terpengaruh dan itu adalah sesuatu yang tidak ingin kita lihat," tutur Helali.

Pada saat yang sama, ia menyoroti aksi protes damai melawan militerisme AS dan kebijakan sanksi yang diadakan di Washington pada 18 Maret lalu.

Aksi protes tersebut diadakan oleh koalisi kelompok anti-perang, dengan para peserta menyerukan diakhirinya intervensi militer AS dan sanksi yang telah merugikan masyarakat di negara lain.

Secara khusus, para pengunjuk rasa menuntut diakhirinya konflik Ukraina yang berkepanjangan dengan menghentikan pengiriman peralatan militer yang mematikan.

Aksi protes itu menarik perhatian banyak orang, termasuk pawai ke Gedung Putih, menyerukan adanya perubahan dalam kebijakan luar negeri AS.

Koordinator aksi tersebut menekankan perlunya pendekatan yang lebih damai dan kooperatif untuk hubungan global, daripada penggunaan kekuatan militer dan paksaan ekonomi.

Merespons aksi protes tersebut, Helali menyebut tindakan AS sebagai 'perang proksi', ia menambahkan bahwa 'kelas penguasa akan melanjutkan perang ini lebih lama jika memungkinkan'.

"Di seluruh AS, ada aksi protes besar yang menyerukan perdamaian, menyerukan diakhirinya perang proksi ini. Ada aksi protes di seluruh Jerman, Prancis, Italia dan di tempat lain di seluruh Eropa juga. Dan yang kalian lihat adalah bahwa kelas penguasa akan melanjutkan perang ini selama mungkin," pungkas Helali.

Sementara itu, Presiden Rusia Vladimir Putin baru-baru ini mengumumkan rencana untuk menyebarkan senjata nuklir di Belarusia sebagai respons atas keputusan Inggris untuk memasok rezim Ukraina dengan peluru DU.

Saat negara-negara Barat mengecam pengumuman tersebut, Putin menunjukkan bahwa AS telah lama menempatkan senjata nuklir taktis di wilayah sekutunya dan negara-negara NATO seperti Jerman, Prancis, Italia dan Turki.

Helali mencatat bahwa 'jika tidak ada perang yang terjadi, itu mungkin hanya dilihat sebagai semacam gerakan di papan catur'.

Ini menunjukkan bahwa persepsi gerakan semacam itu benar-benar berubah karena ketegangan yang membara, lantaran ada usulan untuk menyebarkan senjata nuklir di Polandia pada 2022.

"Rusia melihat ini sebagai respons yang proporsional, mengatakan jika AS bergerak ke Polandia, maka Rusia perlu memindahkan senjata nuklir taktis ini ke tanah Belarusia," pungkas Helali.

Baca Juga

Komentar