Heboh Putusan PN Jakpus Tunda Pemilu, Kompetensi Hakim Dipertanyakan
Jumat, 3 Maret 2023 | 10:18 WIB
Oleh: RZL
Jakarta, Beritasatu.com - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI), Hidayat Nur Wahid mengkritik putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang memutuskan mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap KPU untuk menunda Pemilu 2024.
Pria yang akrab disapa HNW itu menilai putusan itu merupakan pelanggaran terhadap Konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga harus dikoreksi oleh pengadilan di atasnya.
“Putusan PN Jakarta Pusat tersebut bukan hanya tidak memiliki dasar hukum yang kuat, tetapi terutama juga secara jelas melanggar UUD NRI 1945 dan UU Pemilu," kata HNW dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (2/3/2023).
"Saya mempertanyakan kompetensi hakim yang memutus perkara tersebut. Wajarnya Komisi Yudisial memeriksa Hakim yang memerintahkan penundaan Pemilu itu,” tukasnya melalui siaran pers di Jakarta, Kamis (2/3).
Hidayat Nur Wahid menegaskan bahwa UUD NRI 1945 mengamanatkan dengan tegas bahwa Pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 22E ayat (1) UU Pemilu, yang menegaskan agar Pemilu "dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali."
HNW menilai putusan PN Jakarta Pusat yang memerintahkan menunda pemilu selama 2 tahun 4 bulan 7 hari sejak diucapkannya putusan, tidak sesuai dengan ketentuan Konstitusi. Apabila putusan itu dieksekusi, maka pemilu baru bisa dilaksanakan pada akhir Juli 2025.
Hidayat Nur Wahid juga menegaskan, dengan ditundanya pemilu hingga Juli 2025 akan menimbulkan pelanggaran ketentuan Konstitusi lainnya terkait masa jabatan presiden dan parlemen.
"Kalau Pemilu ditunda hingga Juli 2025, akan terjadi kekuasaan Eksekutif (Presiden dan para Menteri) dan Legislatif (DPR, DPD dan MPR) yang tidak memiliki basis legitimasi konstitusional. Bila demikian, maka akan terjadi chaos Politik yang membahayakan eksistensi dan kelanjutan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” katanya.
HNW meminta pembentuk UU Pemilu menyadari bahwa adanya hal khusus dalam perkara-perkara menyangkut pemilu, sehingga Mahkamah Agung (MA) dapat membentuk Majelis Khusus Tata Usaha Negara Pemilu di PTUN, sebagaimana diamanatkan Pasal 472. Majelis khusus ini diisi oleh para hakim yang mempunyai pengetahuan yang luas mengenai pemilu.
“Jadi, hakim yang memutuskan perkara terkait Pemilu seperti itu bukan sembarangan hakim. Dia harus yang memiliki pengetahuan luas tentang pemilu. Maka kalau para hakim tersebut memiliki pengetahuan yang luas tentang pemilu, mustahil mereka akan membuat putusan yang bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan UU tentang pemilu seperti yang terjadi dengan amar putusan menunda pemilu oleh hakim PN Jakarta Pusat itu,” kata HNW menjelaskan.
Hidayat Nur Wahid berharap KPU dapat benar-benar menjadikan peristiwa gugatan ini sebagai koreksi atas celah ketidak profesionalannya. Hal ini supaya kejadian serupa tidak terulang kembali pada tahapan pemilu berikutnya.
Saksikan live streaming program-program BTV di sini
TAG:
Komentar
Posting Komentar