Jadi Tersangka, Begini Pengakuan Rafael Alun soal Harta-hartanya
Rafael Alun Trisambodo mengklaim hartanya tidak pernah bertambah sejak berstatus pejabat eselon III Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak). Menurut Rafael, yang kini berstatus tersangka kasus gratifikasi, yang terjadi ada peningkatan nilai harta karena NJOP atau nilai jual objek pajak naik.
"Aset yang terakhir saya peroleh adalah aset di 2009. Tidak pernah bertambah sampai dengan sekarang. Peningkatan harta saya itu atas peningkatan nilai jual objek pajak sekarang," ujarnya, di Gedung Tata Puri, Dukuh Atas, Jakarta Pusat, Kamis (30/3/2023).
Rafal saat masih menjadi pegawai Ditjen Pajak menjabat Kepala Bagian Umum di Kantor Wilayah (Kanwil) di Kanwil DJP Jakarta II pada 2011. Dia juga mengaku rutin melaporkan hartanya di Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK.
Selain itu, Rafael mengaku rutin melaporkan SPT Pajak sejak 2002 hingga saat ini.
"Saya dari 2002 s.d 2022 tertib melaporkan SPT PPH orang pribadi saya. Dan saya juga tertib melaporkan tambahan harta yang saya peroleh," katanya.
Rafael juga mengaku telah mengikuti program pengampunan pajak, tax amnesty jilid I pada 2016 dan tax amnesty jilid II di 2022. Namun sebelum tax amnesty di 2016 itu, ia bahkan telah sempat dipanggil KPK untuk klarifikasi asal-usul perolehan hartanya.
"Dan pada 2012 Rafael juga pernah diperiksa Kejaksaan Agung berkaitan dengan keberadaan harta saya dan sudah saya jelaskan di Kejaksaan Agung. Kemudian di 2021 saya juga telah dipanggil KPK untuk klarifikasi harta saya dan sudah saya klarifikasi," ungkapnya.
Sementara menyangkut Safe Deposite Box (SDB), ia menjelaskan kalau isinya merupakan uang hasil penjualan tanahnya sejak 2010. Adapun uang tersebut berasal dari penjualan tanah di 4 lokasi. Pertama di Taman Kebon Jeruk Blok G1 No. 112 senilai Rp 10 miliar.
"Tanah ini merupakan tanah hibah orang tua, ada akta hibahnya," kata Rafael.
Kemudian tanahnya di Yogyakarta yang dibelinya pada 1997 senilai Rp 200 juta yang dijualnya pada 2010 mencapai Rp 2,3 miliar. Lalu ada tanah di Jl. Pangandaran No. 18, Bukit Sentul yang dijualnya seharga Rp 2,4 miliar.
Bersambung ke halaman berikutnya. Langsung klik
Selanjutnya ada rumah yang berlokasi di England Park, Bukit Sentul, yang dijualnya seharga 600 juta. Kemudian ada uang hasil jual reksadananya yang dibeli pada 2009 dan dicairkan pada 2010 sebesar Rp 2,7 miliar. uang-uang tersebut ditukarkannya dengan mata uang asing dan disimpan di SDB tersebut.
"Saya tidak laporkan dalam LHKPN saya, tetapi di dalam SPT saya laporkan penjualan-penjualan aset tersbeut. Kenapa saya tidak laporkan ke LHKPN karena saya menghindarkan diri dari naiknya nilai kekayaan saya," kata Rafael.
"Kalau saya berusaha menyembunyikan uang saya, tentu tidak saya simpan atas nama saya. Jadi SDB itu atas nama saya yang telah saya buka sejak 2007 sampai sekarang. Dan itu memangs aya simpan buat hari tua. Dan istri dan anak-anak saya juga tidak tahu. Jadi tidak hanya disembunyikan di LHKPN tetapi juga istri saya," tambahnya.
Adapun alasan dibalik dirinya yang menyembunyikan fakta tersebut ialah karena ia tidak ingin istri dan anak-anaknya punya keinginan-keinginan yang tidak dapat dikendalikannya. Apalagi, ia juga menyadari posisinya sebagai pegawai negeri.
"Dan saya juga melihat pola yang selama ini terjadi di keluarga saya jadi saya harus sembunyikan dari keluarga. Tapi tidak ada niat untuk keperluan pribadi, misalnya untuk berselingkuh, menyimpan wanita lain, atau beli rumah tanpa sepengetahuan istri dan anak, itu nggak ada," imbuhnya.
(hns/hns)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar