DPR Ramai-ramai Desak Sanksi Tegas Peneliti BRIN yang Ancam Warga Muhammadiyah
Jakarta, Beritasatu.com - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ramai-ramai mendesak peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang Hasanuddin (APH), yang mengancam warga Muhammadiyah, diberikan sanksi tegas baik secara pidana maupun etik Aparatur Sipil Negara (ASN). Menurut mereka, ancaman seperti yang dilontarkan oknum BRIN tersebut tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun.
Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil mendukung penuh kepolisian untuk memproses hukum kasus AP Hasanuddin. Menurut Nasir, sangat tidak layak dan patut seorang ASN yang bekerja untuk pengembangan ilmu dan pengetahuan, mengeluarkan kata-kata yang bernada ancaman tersebut.
Apalagi, kata dia, ancaman tersebut ditujukan kepada Muhammadiyah, organisasi besar Umat Islam di Indonesia.
"Pernyataan oknum peneliti BRIN ini, secara langsung atau tidak telah mengancam perbedaan sikap beragama di Indonesia. Kita mendukung pihak kepolisian menangani kasus ini dan pihak Bareskrim Mabes Polri sudah melakukan profiling pernyataan APH yang mengancam warga Muhammadiyah," ujar Nasir di Jakarta, Rabu (26/4/2023).
Nasir menghormati langkah APH yang meminta maaf atas perbuatannya. Namun, kata dia, proses hukum juga harus ditegakkan dalam rangka untuk menjaga supremasi hukum. Apalagi, oknum peneliti BRIN tersebut
menantang agar dirinya dilaporkan ke polisi. Jika tidak diproses hukum, publik akan menduga bahwa APH bagian dari rezim yang berkuasa
"Saya pikir permintaan maaf yang bersangkutan tetap kita hormati. Begitu pun jika postingannya itu ditindaklanjuti dengan proses hukum, itu juga bentuk penghormatan terhadap supremasi hukum. Semoga polisi bertindak cepat dan akurat serta objektif,” tandas politisi Fraksi PKS ini.
Nasir juga berharap pimpinan BRIN berani mengambil sikap dengan cara menjatuhkan disiplin kepada yang bersangkutan, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. “Penegakan kode etik dalam bentuk sanksi kepada yang bersangkutan diharapkan memberikan efek jera agar ke depan, jangan ada orang di BRIN yang memecah belah umat beragama,” tutur dia.
Senada dengan Nasir, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno mendesak BRIN menindak tegas APH yang diduga mengancam warga Muhammadiyah di sosial media. Eddy mengatakan, ancaman tersebut dinilai tidak dapat dibenarkan.
"Sebagai Wakil Ketua Komisi VII DPR yang membidangi (bermitra) BRIN, saya mendesak adanya tindakan tegas dari BRIN terhadap ASN yang diduga mengancam akan membunuh warga Muhammadiyah itu. Ancaman seperti itu tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun," tegas Eddy.
Menurut Eddy, permintaan maaf APH tidak boleh menghentikan langkah BRIN menindak tegas tegas sesuai aturan disiplin bagi aparatur sipil negara (ASN) terhadap oknum Peneliti BRIN itu.
"Ancaman pembunuhan itu meresahkan dan melukai warga Muhammadiyah. Walaupun sudah ada permintaan maaf dari yang bersangkutan, sebagai pimpinan di Komisi VII DPR saya tetap meminta Kepala BRIN sebagai mitra kami untuk menindak tegas ASN tersebut," tandas politisi Fraksi PAN ini.
Selain Andi Pangerang, Eddy juga menyoroti pernyataan Prof Thomas Djamaludin dalam komentar di Facebook yang ramai menyita perhatian publik. Menurut Eddy, tidak pantas bagi seorang intelektual di lembaga pemerintahan mengeluarkan pernyataan yang terkesan intoleran.
"Kalau kita lihat tangkapan layar pernyataan di Facebook itu, Prof Thomas Djamaludin kembali mengungkit soal Muhammadiyah yang tidak patuh pada pemerintah. Tidak pantas bagi seorang intelektual di lembaga intelektual mengeluarkan pernyataan yang justru terkesan intoleran," kata Eddy.
Sementara, Ketua Komisi VIII DPR RI Ashabul Kahfi menegaskan komentar yang dilontarkan oknum peneliti astronomi BRIN tersebut mendegradasi keilmuan dan merupakan bentuk ujaran kebencian. Menurut Ashabul, komentar tersebut bisa merusak tatanan keagamaan dan kemasyarakatan.
"Sebagai Ketua Komisi VIII DPR RI yang membidangi agama dan sosial, saya sangat mengutuk atas setiap sikap dan tindakan atas nama intelektualitas yang mendegradasi satu kebenaran lain sebagai produk dari sebuah metode ilmu yang diakui dengan ujaran kebencian, yang dapat merusak tatanan sosial keagamaan dan kemasyarakatan," ungkap Ashabul.
Ashabul menerangkan, penentuan awal Ramadhan dan bulan Syawal dapat dilakukan dengan dua metode, yakni hisab dan rukyat. Menurut dia, kedua metode tersebut telah mendapatkan legitimasi kuat dalam agama. Sebagai metode yang diakui, kata dia, maka apa pun produk dan hasil dari kedua metode tersebut merupakan kebenaran dalam tataran ijtihadi.
"Implementasinya akan kembali pada keyakinan yang masing-masing tanpa mendegradasi atau menihilkan pendapat yang lain," tutur dia.
Lebih lanjut, Ashabul meminta kepakaran seseorang dalam sebuah bidang ilmu, termasuk ilmu astronomi, harus diaplikasikan dalam koridor kearifan dan kebijaksanaan. Pasalnya, puncak intelektualitas bukan pada kemampuan untuk mencaci dan menyerang mereka yang berbeda dengan kita. Namun, bagaimana menerima perbedaan dari sebuah proses ijtihad dalam koridor keilmuan yang ilmiah berdasarkan dalil-dalil yang teruji kebenarannya.
"Kami meminta yang bersangkutan untuk menyampaikan permohonan maaf secara terbuka dan berjanji untuk tidak mengulangi perbuatan yang sama dengan meningkatkan kapasitas intelektualitasnya dengan akhlak kearifan dan kebijaksanaan," pungkas Ashabul.
Saksikan live streaming program-program BTV di sini
BERITA TERKAIT

Komisi III DPR Harap Kasus Peneliti BRIN Ancam Warga Muhammadiyah Diselesaikan Secara Restorative Justice

Warga Muhammadiyah Laporkan Peneliti BRIN Thomas Djamaluddin dan AP Hasanuddin Serentak di Seluruh Polda

Mengaku Emosi, Peneliti BRIN yang Ancam Warga Muhammadiyah Minta Maaf

Peneliti BRIN yang Ancam Warga Muhammadiyah Diproses di Majelis Etik ASN

BRIN Lakukan Pengecekan Internal Usai Penelitinya Ancam Warga Muhammadiyah

Tidak ada komentar:
Posting Komentar