IDI: Kekerasan terhadap Dokter Tak Boleh Dibiarkan
Bandar Lampung, Beritasatu.com - Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengutuk penyeroyokan terhadap dokter internship (magang) yang terjadi di Puskesmas Fajar Bulan, Lampung Barat pada Hari Raya Idulfitri, Sabtu (22/4/2023).
Dalam rilisnya, IDI mengungkapkan kekerasan terhadap dokter di tempat kerja mereka bukanlah fenomena baru. Namun, belakangan ini, laporan kekerasan terhadap para dokter dan tenaga kesehatan semakin meningkat berkat media sosial.
Di wilayah tertentu, dokter dan tenaga kesehatan mengkhawatirkan potensi terjadinya kekerasan, dan sangat sedikit dokter yang terlatih untuk menghindari atau menghadapi situasi seperti itu.
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) bersama IDI Wilayah Lampung dan IDI Cabang Lampung Barat terus mendampingi kedua dokter internship korban kekerasan tersebut dalam proses perlindungan hukum.
Peristiwa tersebut terjadi ada Sabtu (22/4/2023) sekitar pukul 05.20 WIB di Puskesmas Fajar Bulan, Lampung Barat. Terjadi penyerangan terhadap dua dokter internship yang bertugas jaga di Puskesmas tersebut oleh seorang pasien dan keluarganya.
Namun korban baru melapor ke Polres Lampung Barat pada sore atau malam harinya karena masih dalam kondisi shock dan ada yang melaporkan juga mereka sempat diancam dengan keras.
“Saya menerima laporan kejadian tersebut dari salah satu dokter tersebut di Fajar Bulan pada hari Minggu tanggal 23 (April) sekitar pukul 09.00 pagi. Kemudian saya berinisiatif segera menarik korban dari posisi di Fajar Bulan ke Liwa (sekitar 1 jam), agar bisa menjamin keselamatan mereka di tempat yang lebih terpantau keamanan dan fasilitasnya," kata Ketua IDI Cabang Lampung Barat, Iman Hendarman.
"Kemudian saya segera berkoordinasi dengan Reskrim Polres Lampung Barat untuk dapat mempercepat proses pemenuhan pemeriksaan (barang bukti video, visum, dan lain-lain) sehingga proses hukum dapat dilaksanakan,” ujar Imam lagi.
Ketua IDI Wilayah Lampung, dr Josi Harnos, MARS, menegaskan bahwa kekerasan terhadap tenaga kesehatan tidak boleh dibiarkan. “Hal ini dapat mengganggu proses distribusi para dokter dan tenaga kesehatan di wilayah terpencil karena merasa tidak terjamin keamanannya dan perlindungan hukumnya apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” kata Josi.
“Selama ini, IDI terus berkoordinasi dengan pemerintah setempat seperti Dinas Kesehatan Lampung Barat untuk membahas faktor-faktor risiko yang terkait dengan kekerasan terhadap dokter dan kemungkinan langkah-langkah pada tingkat pribadi, kelembagaan, atau kebijakan yang diperlukan untuk mengurangi insiden tersebut,” kata dr Josi.
Menurut Josi, kekerasan kepada dokter dan tenaga kesehatan dapat berupa ancaman telepon, intimidasi, caci maki, serangan fisik tetapi tidak melukai, serangan fisik yang menyebabkan luka sederhana atau berat, pembunuhan, vandalisme, dan pembakaran.
"Profesional medis yang menghadapi kekerasan dapat mengalami masalah psikologis seperti depresi, insomnia, stres pascatrauma, ketakutan, dan kecemasan, yang menyebabkan keengganan untuk bertugas di wilayah terpencil," tuturnya lagi.
Proses distribusi para dokter internship dan dokter spesialis selama ini dilakukan oleh Kementerian Kesehatan RI secara langsung. IDI berharap ketika Kementerian Kesehatan memberikan penugasan pada para dokter dan tenaga kesehatan di wilayah terpencil, maka pemerintah juga sebaiknya memberikan jaminan perlindungan terutama hukum pada tenaga kesehatan yang ditugaskan.
Dikatakan oleh Ketua Umum PB IDI, Moh Adib Khumaidi, selama ini, jaminan perlindungan dokter dalam bertugas sudah dilakukan dengan baik oleh organisasi profesi kesehatan termasuk IDI yang selama ini sudah menjalin hubungan dan selalu berkoordinasi dengan aparat dan pemerintah daerah setempat.
Saksikan live streaming program-program BTV di sini
Komentar
Posting Komentar