Tradisi Lebaran di Palembang, Nomor 3 Momen Menantu Unjuk Gigi

PALEMBANG, iNews.id - Tradisi lebaran di Palembang masih bertahan hingga saat ini. Terdapat sejumlah tradisi lebaran yang dilakukan warga Palembang dalam menyambut dan merayakan Idul Fitri.
Beberapa tradisi ini mulai dilakukan sejak beberapa hari sebelum lebaran. Warga terlihat sibuk menyiapkan segala sesuatu keperluan lebaran yang disebut hari kemenangan. Mulai dari menyiapkan baju baru, pempek hingga kue.

Tradisi lebaran di Palembang
1. Masak bersama
Ketika Idul Fitri, hal yang harus dipersiapkan pertama sekali adalah masak bersama yang sudah menjadi tradisi lebaran di Palembang. Biasanya perempuan dalam satu keluarga masak bersama di dapur atau halaman rumah.
Perempuan dalam satu keluarga biasanya berbagi tugas, ada yang memasak opor, rendang hingga malbi. Opor menggunakan ayam kampung atau ayam petelur yang sudah tidak produktif lagi. Sementara rendang dan malbi menggunakan daging sapi.

Kemudian di halaman rumah biasanya juga disiapkan tungku untuk memasak ketupat yang akan disantap bersama dengan opor. Pada masa dahulu, tradisi memasak sehari sebelum lebaran ini hanya kaum perempuan. Namun saat ini sudah tidak asing lagi, laki-laki turut membantu terutama pada bagian menjaga api ketupat.

2. Beli baju baru
Tradisi lebaran di Palembang berikutnya adalah membeli atau menyiapkan baju baru. Sebetulnya tidak hanya baju, namun juga celana, sepatu atau sandal hingga topi dan ikat pinggang. Semuanya baru.
Uniknya, warga Palembang memiliki kebiasaan membeli baju di malam takbiran. Karenanya tidak heran, pada malam lebaran warga akan memadati tempat penjualan pakaian, mulai dari toko biasa hingga mal seperti saat ini.

Persiapan membeli baju lebaran sebenarnya sudah dilakukan sejak pertengahan Ramadhan, namun akan mencapai puncaknya di malam takbiran.
3. Munjung
Sebagai wujud syukur setelah melewati satu bulan penuh puasa, warga Palembang akan berbagi makanan atau kue yang telah dimasak pada H-1 Lebaran. Biasanya, Munjung atau bersedekah dengan berbagai makanan ini dilakukan oleh yang lebih mudah kepada yang tua, adik ke rumah kakak, menantu kepada mertua.

Paling umum pada tradisi ini adalah menantu kepada mertua. Biasanya, seorang menantu perempuan akan menyiapkan berbagai masakan terbaiknya yang dimasak sehari sebelum lebaran pada rantang bertingkat. Kemudian, di hari pertama lebaran, usai melaksanakan sholat ied, sang menantu akan langsung pergi ke rumah mertua dengan membawa rantang.

Semakin enak dan semakin banyak masakan dan kue yang dibawa, maka akan menjadi simbol keberhasilan sang anak mencari istri.
Sampai di rumah mertua, sang menantu akan disambut dengan hangat lalu saling memaafkan. Kemudian, sang menantu akan ke dapur untuk memindahkan isi rantang ke wadah milik mertua. Ketika pulang, rantang menantu biasanya akan diisi oleh mertua dengan masakan terbaiknya.
4. Sanjo
Tradisi lebaran di Palembang berikutnya khusus dilakukan kaum pria di hari pertama lebaran. Usai sholat ied di masjid atau tanah lapangan, para pria tidak langsung pulang ke rumah masing - masing. Mereka akan berkumpul lalu santo atau silaturahmi tiap rumah dari peserta yang berkumpul.
Sementara ibu-ibu akan langsung pulang dan menyiapkan sajian terbaiknya untuk menyambut bapak-bapak yang akan sanjo.
Dimulai dari rumah yang terdekat dengan masjid atau tanah lapangan, warga akan sanjo mencicipi kue lebaran lalu doa bersama. Terkadang dalam perjalanan dari satu rumah ke rumah lain, para pria ini melantunkan selawat, menyalami setiap orang yang ditemui di jalan, dan foto bersama.
Warga diwajibkan mencicipi kue dan minuman yang disiapkan di setiap rumah yang dikunjungi. Jika tidak, pemilik rumah akan merasa tersinggung dan akan dibalas di lain waktu.

5. Takbiran keliling kampung
Tradisi lebaran di Palembang yang juga menarik untuk diketahui bahkan diikuti adalah takbiran keliling kamping. Biasanya anak-anak dan remaja masjid dengan membawa obor dan bendera tauhid serta bedug akan keliling kampung sambil meneriakkan takbir.
Takbiran keliling kampung ini sebagai wujud syukur dan suka cita menyambut lebaran. Awalnya, takbiran hanya keliling kampung, namun kemudian berkembang menjadi tabkiran keliling kota menggunakan mobil bak terbuka.
6. Masak Kue Maksuba dan Lapan Jam
Idul Fitri bagi warga Palembang merupakan hari besar yang harus disambut dengan penuh kegembiraan. Semua dipersiapkan, mulai dari mengecat rumah, membeli baju baru hingga memasak kue.
Tradisi lebaran di Palembang tidak hanya menyiapkan opor, rendang, pempek dan ketupat, namun juga menjadi kebanggaan jika tersedia kue maksuba dan lapan jam. Kedua kue mahal ini menjadi simbol kemewahan sebuah rumah yang menyajikannya saat lebaran, karena memang harganya yang mahal.

Untuk kue maksuba harganya mencapai Rp280.000 per loyang, begitu juga dengan kue lapan jam yang mencapai di atas Rp300.000 per loyang. Harga kedua kue ini menjadi mahal, karena bahannya mahal, dan proses membuatnya membutuhkan keahlian dan waktu yang lama.
Sesuai namanya, lapan atau delapan karena untuk membuat kue lapan jam membutuhkan waktu hingga delapan jam. Luar biasa kan! Tapi begitulah warga Palembang, bangga dengan kue maksuba dan lapan jam.
Demikian tradisi lebaran di Palembang, yang mungkin tidak akan ditemui di daerah lain. Semoga bermanfaat.
Editor : Berli Zulkanedi
Follow Berita iNewsSumsel di Google News
Tidak ada komentar:
Posting Komentar