Parah, Ruang Publik di Yogyakarta Tercemari Sampah Visual

YOGYAKARTA, iNews.id - Iklan politik dan iklan komersial telah memenuhi ruang publik yang mencemari keindahan Kota Yogyakarta. Kondisi ini harus disikapi agar sampah visual tidak menjadi teroris visual.
FLASH SALE Rp99 DAY
Total Hadiah 2M | GRATIS ONGKIR s/d 20 RIbu | Flash Sale Rp99 | Diskon hingga 70%
LIHAT
KODE YSX
S & K 📅 31 May 2023
Dosen Komunikasi Visual Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta, Sumbo Tinarbuko mengatakan, ketidaktertiban visual, kesemrawutan visual dan hadirnya sampah visual iklan politik dan iklan komersial memerankan diri sebagai teroris visual di ruang publik. Kondisi ini ditenggarai menjadi wujud ketidakmampuan pemerintah mengendalikan estetika dan ekologi kota.
Baca Juga
Pemerintah juga dinilai abai menghadirkan kemerdekaan visual dan memberikan hak kemerdekaan visual bagi warga masyarakat penghuni kota di Yogyakarta.
“Tanpa disadari, Yogyakarta kini sudah dipenuhi sampah-sampah visual. Alat pariwara ini memang mendatangkan retribusi bagi pemerintah melalui pendapatan daerah, namun, tidak sedikit pula alat peraga iklan yang justru terpasang ilegal di ruang-ruang publik di Yogyakarta,” kata Sumbo.
Baca Juga
Pemerintah telah berusaha mengurangi sampah-sampah visual ilegal ini dengan melakukan penataan dan pembersihan. Namun kondisi ini tidak bertahan lama dan sampah visual baru kembali muncul di ruang publik.
Menurut Sumbo, ruang publik di DIY seperti gula dengan kualitas istimewa. Dalam konteks kapitalisasi ruang publik, jutaan semut dengan berbagai jenis dan ukuran, menyerbu daerah warisan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Baca Juga
"Ruang publik di Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul sering disebut sebagai trio wilayah seribu kunang-kunang iklan luar ruang,” katanya.
Kondisi ini hampir sama dengan kondisi di Kabupaten Kulonprogo dan Kabupaten Gunungkidul. Dua kabupaten ini ibarat gadis cantik tumbuh mekar yang selalu dikerubuti tawon untuk dihisap manis madunya.
Menurutnya, sampah visual berisi informasi maupun promosi yang bersifat komersial (barang dan jasa) maupun politik (partai politik, bendera parpol, calon anggota dewan, calon bupati, walikota, gubernur dan presiden). Hal ini menunjukkan bahwa sampah visual bukan lagi jadi persoalan sepele.
"Fenomena semacam itu muncul sebagai konsekuensi logis dari kondisi pasar kapitalisme global yang semakin hiper kompetitif. Dalam konteks ini, persaingan pasar berlangsung dengan memanfaatkan pengetahuan, informasi, teknologi dan media komunikasi visual," katanya
Sumbo menyebut, dampak visual fenomena ini menjadikan tembok bangunan heritage, sekolah, rumah sakit bahkan rumah ibadah menjadi galeri terbuka sebagai ruang untuk memasang, menempel iklan luar ruang yang bersifat komersial. Tidak hanya itu, tiang telepon, listrik, lampu penerang jalan dan tiang rambu lalu lintas juga menjadi lokasi menempel iklan.
Editor : Kuntadi Kuntadi
Follow Berita iNewsYogya di Google News
Tidak ada komentar:
Posting Komentar