Satelit Ungkap Emisi Raksasa Metana dari Turkmenistan, Simak Bahayanya By CNN Indonesia - Opsiin

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Satelit Ungkap Emisi Raksasa Metana dari Turkmenistan, Simak Bahayanya By CNN Indonesia

Share This

 

Satelit Ungkap Emisi Raksasa Metana dari Turkmenistan, Simak Bahayanya

By CNN Indonesia
cnnindonesia.com
Emisi gas metana di Turkmenistan setara dengan emisi CO2 tahunan di Britania Raya. (Tangkapan layar youtube web pubs.acs.org)
Jakarta, CNN Indonesia --

Data satelit mengungkap temuan mencengangkan. Turkmenistan menghasilkan gas metana yang setara dengan emisi karbon dari seluruh wilayah Britania Raya. Apa pemicunya?

Britania Raya sendiri merujuk wilayah geografis berupa pulau yang dihuni oleh warga Inggris, Skotlandia, Wales.

Sementara, Turkmenistan, menurut situs Kementerian Luar Negeri, merupakan negara di Asia Tengah eks Uni Soviet dengan luas 488.100 km2, atau sedikit lebih luas dari Pulau Sumatera.

Dilansir The Guardian, data emisi itu dihasilkan dari satelit milik Kayrros, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang riset lingkungan. Bahwa, area bahan bakar fosil di sebelah barat Turkmenistan di pantai Kaspia membocorkan 2,6 juta ton metana pada 2022.

Sementara, area di sebelah timur menghasilkan 1,8 juta ton. Bersama-sama, kedua area tersebut melepaskan emisi yang setara dengan 366 juta ton karbon dioksida (CO2).

Jumlah tersebut lebih banyak daripada emisi tahunan Britania Raya, yang menempati urutan ke-17 terbesar di dunia.

Emisi gas metana telah meningkat dengan mengkhawatirkan sejak 2007 dan akselerasi itu mungkin menjadi ancaman terbesar untuk menjaga peningkatan suhu di bawah 1,5℃ pemanasan global.

Pelepasan gas tersebut juga sangat berisiko memicu perubahan iklim yang katastropik.

Menurut The Guardian, Turkmenistan merupakan negara dengan kebocoran metana terburuk di dunia. Sementara, hasil riset lain menyiratkan pelepasan (venting) metana ke udara mungkin berada di balik peristiwa pemanasan yang sangat meluas.

Pembakaran (flaring) dipilih untuk membakar gas yang tak diinginkan, yang kemudian melepaskan karbon dioksida ke atmosfer. Namun hal itu mudah dideteksi dan telah berusaha dikurangi dalam beberapa tahun terakhir.

Hal tersebut berbeda dengan teknik venting, yang melepaskan metana tak kasat mata ke udara tanpa membakarnya. Hingga saat ini, venting sulit dideteksi oleh teknologi satelit.

Padahal, metana menjebak panas 80 kali lebih banyak daripada karbon dioksida dalam 20 tahun terakhir. Alhasil, venting dipandang lebih buruk terhadap iklim.

"Metana bertanggungjawab terhadap hampir setengah pemanasan iklim jangka pendek dan benar-benar belum diatur dengan baik hingga sekarang. Gas itu benar-benar di luar kontrol," kata Presiden Kayrros Antoine Rostand.

"Kami tahu di mana penghasil emisi super dan siapa yang melakukannya," katanya.

"Kami hanya membutuhkan pembuat kebijakan dan investor untuk melakukan tugasnya, yaitu menindak emisi metana. Tidak ada tindakan yang sebanding dalam hal [mengurangi] dampak iklim jangka pendek." ujar diaa menambahkan.

Infografis Pemanasan Global. (CNNIndonesia/Basith Subastian)

Temuan Kayrros ini senada dengan penelitian terkini yang dipublikasikan di jurnal Environmental Science and Technology.

Dalam artikel berjudul Satellites Detect Abatable Super-Emissions in One of the World's Largest Methane Hotspot Regions itu, pantai barat Turkmenistan merupakan "salah satu titik panas gas metana terbesar di dunia."

Analisa detail dari data satelit mengungkapkan 29 peristiwa super-emitter berbeda antara tahun 2017 dan 2020.

Para pakar yang terlibat dalam riset ini mengatakan 24 dari 29 peristiwa super-emitter itu berasal dari cerobong suar yang telah dipadamkan dan kemudian mengeluarkan metana langsung ke udara, dan semuanya dikelola oleh perusahaan negara.

"Flaring (pembakaran) sangat mudah diidentifikasi dari nyala api itu sendiri," kata Itziar Irakulis-Loitxate dari Universitat Politècnica de València di Spanyol, yang memimpin penelitian tersebut.

"Tapi venting adalah sesuatu yang tidak dapat Anda identifikasi dengan mudah sampai dua tahun lalu." tandasnya.

Para pakar sendiri sepakat bahwa emisi gas perusak atmosfer, termasuk karbon dan metana, merupakan pemicu Bumi makin panas. Gas-gas tersebut membuat panas dari daratan terjebak di bawah lapisan atmosfer, bukannya terlepas ke angkasa.

Hal inilah yang membuat pemanasan global yang memicu perubahan iklim drastis.

(lth/arh)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Pages