Tolak Ekspor Pasir Laut, Nelayan Kepulauan Riau Jelaskan Alasannya - Tempo

 

Tolak Ekspor Pasir Laut, Nelayan Kepulauan Riau Jelaskan Alasannya

Kodrat Setiawan
2-3 minutes


TEMPO.COBatam - Nelayan di Kepulauan Riau terutama di Batam dan Karimun menolak ekspor pasir laut. Pasalnya, pembukaan keran ekspor dikhawatirkan membuat tambang pasir di wilayah tersebut marak.

Amirullah, nelayan Kabupaten Karimun, mengatakan tambang pasir laut sudah pernah masuk ke Karimun sekitar 2000-an. Saat itu ia termasuk yang menyampaikan keberatan kepada pemerintah dan perusahaan. Pasalnya aktivitas tambang pasir laut kala itu merusak lokasi zona tangkap nelayan Karimun yang rata-rata merupakan nelayan kecil. 

"Hasil tangkap bukan berkurang lagi, tetapi sampai tidak ada hasil," kata Amir kepada Tempo, Selasa, 30 Mei 2022. 

Pada 15 Mei lalu, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut. Lewat PP tersebut, pemerintah membuka ekspor pasir laut yang dihentikan sejak 2003. Dalam ketentuan itu, pasir laut serta lumpur boleh diangkut dari perairan Indonesia, kecuali di beberapa lokasi.

Amir melanjutkan, berkurangnya hasil tangkapan nelayan saat itu membuktikan aktivitas tambang pasir merusak terumbu karang yang menjadi rumah ikan. "Sekarang setelah 20 tahun kejadian itu, kondisinya sudah mau pulih, hasil tangkapan kami sudah membaik, meskipun tidak seratus persen, ini (tambang pasir laut) dibuka kembali," katanya. 

Menurut Amir, kebijakan pemerintah untuk membuka keran ekspor pasir laut sulit untuk dilawan. Apalagi perlawanan datang dari nelayan kecil. Namun ia berharap pemerintah menciptakan solusi untuk masyarakat meskipun tambang pasir laut tetap harus dilakukan. Solusinya bukan lagi kompensasi yang diterima nelayan Rp 500-Rp 1 juta setiap yang terdampak, tetapi solusi jangka panjang.  "Kalau Rp 1 juta itu dua hari sudah habis, sedangkan saya tidak sendiri, punya anak dan istri," kata Amir. 

Baca Juga

Komentar