Kapal Milik Kementerian ESDM Dipotong di Tengah Laut
Cilegon, Beritasatu.com - Kapal floating storage offloading (FSO) Ardjuna Sakti yang sebelumnya milik Kementerian ESDM yang telah dilelang senilai Rp 26 miliar diduga dipotong di tengah laut di kawasan Pulo Ampel, Kabupaten Serang, Banten.
Pemotongan kapal ini dilakukan oleh pihak pemenang lelang yakni perusahan penggalangan kapal, Harapan Tekhnik Shipyard atau HTS yang berada di wilayah Cikubang Argawana, Pulo Ampel, Kabupaten Serang.
Menanggapi hal tersebut, akademisi Untirta Rizki Arifianto mengatakan, kegiatan penutuhan kapal di tengah laut telah melanggar Peraturan Menteri Perhubungan (PM) Nomor 24 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan (PM) Nomor 29 Tahun 2014 tentang Pencegahan Pencemaran Lingkungan Maritim. Penutuhan Kapal yang dilakukan di tengah laut dikhawatirkan akan menimbulkan dampak buruk bagi Kemaritiman Indonesia.
"Kegiatan penutuhan kapal di tengah laut tidak selaras dengan Peraturan Menteri Pehubungan Nomor 24 Tahun 2022. Dalam aturan itu jelas termaktubkan secara jelas dan eksplisit. Aturan itu kan merupakan hasil evaluasi negara untuk menjaga kedaulatan kemaritiman," kata Rizki Arifianto saat dikonfirmasi Beritasatu.com, Jumat (30/6/2023).
Rizki menjelaskan, pemotongan kapal berpotensi membahayakan keselamatan jiwa. Hal ini karena tidak adanya mekanisme yang menjamin keselamatan jiwa. Selain itu, kapal yang akan dilakukan penutuhan kemungkinan besar mengandung zat berbahaya bagi ekosistem laut seperti asbes, logam berat, hidrokarbon, zat perusak ozon, dan lainnya.
"Kemudian perlu diketahui juga bahwa besi kapal itu mengandung zat berbahaya. Jika dilakukan penutuhan di tengah laut, maka besar kemungkinan akan mencemari dan merusak biota laut yang ada," tegasnya.
Rizki juga menguraikan Pasal 53 ayat (1) Nomor 1 huruf F Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 24 Tahun 2022 tentang Keselamatan Pekerja. Dalam aturan itu disebutkan, para pekerja harus menggunakan peralatan pelindung diri untuk mengatisipasi kejadian kecelakaan kerja.
"Faktanya dalam proses Penutuhan Kapal tersebut, terlihat para pekerja yang sedang memotong kapal tidak menggunakaan pelindung diri, ini membahayakan. Pihak perusahaan seharusnya bisa memperhatikan hal itu untuk memperkecil kemungkinan kecelakaan kerja. Terlebih mereka (oekerja) ini menggunakan las yang menimbulkan api. Uni bahaya," jelasnya.
Saksikan live streaming program-program BTV di sini
Menurut informasi yang berhasil dihimpun, penutuhan kapal yang dilakukan di tengah laut dikarenakan besarnya Kapal FSO Ardjuna Sakti sehingga tidak mampu masuk ke dalam area penutuhan terminal untuk kepentingan sendiri (TUKS) milik Harapan Tekhnik Shipyard. Untuk masuk ke dalam area penggalangan, pihak perusahaan harus memotong kurang lebih enam tangki kapal.
"Jika memang draf (kedalaman alur pelayaran) TUKS tidak memadai, jangan kemudian memaksakan sesuatu untuk kepentingan sendiri lalu kemudian berdampak terhadap kerusakan yang mengarah kepada kerugian bagi masyarakat luas," katanya.
Sementara itu, Bidang Humas Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas 1 Banten, Doni Reynaldi saat dikonfirmasi membenarkan kapal FSO Ardjuna Sakti merupakan aset Kementerian ESDM.
"Menginformasikan terkait pemotongan (penutuhan) FSO Ardjuna bahwa kapal tersebut merupakan barang milik negara yang merupakan aset Kementerian ESDM." kata Doni Renaldi kepada Beritasatu.com
Dari informasi yang berhasil dihimpun, kapal tersebut telah dioperasikan selama 29 tahun untuk penyimpanan gas alam yang telah diproses menjadi LPG.
Berdasarkan kronologisnya, pada 2008, kapal tersebut diserahterimakan kepada Dirjen Migas KESDM, sebagaimana surat Menteri Keuangan Nomor S-202/MK.6/2008 tanggal 12 September 2008, karena telah selesai umur ekonomisnya dan diserahkan kepada negara.
Sejak 2010, kapal FSO Ardjuna Sakti dinyatakan sudah tidak layak untuk dimanfaatkan dan dioperasikan, kondisinya rusak berat, tidak ekonomis untuk diperbaiki, sehingga Kementerian ESDM mengusulkan proses pemindahtanganan BMN melalui penjualan sejak 2012.
Kapal FSO akan digunakan untuk mendukung program konversi dari BBM ke gas. Namun, dalam perjalanannya, kapal FSO Ardjuna Sakti tidak dapat digunakan sebagai floating storage gas, mengingat untuk perbaikannya memerlukan biaya yang sangat besar. Sejak pertama kali diserahkan, kapal FSO Ardjuna Sakti bersandar di Pelabuhan PT KBS Cilegon.
Biaya penambatan kapal FSO tersebut telah membebani APBN. Hal ini karena selama proses persetujuan penjualan oleh DPR, Kementerian ESDM tetap memiliki kewajiban untuk membayar biaya sandar setiap tahunnya.
Biaya yang telah dibayar sejak 2009 sampai dengan 2020 berdasarkan hasil audit dan reviu BPKP sebesar Rp 76 miliar. Sedangkan tagihan biaya sandar yang belum dibayarkan tahun 2021-2022 sebanyak Rp 6,9 miliar. Lebih lanjut, biaya sandar kapal FSO Ardjuna Sakti tersebut telah menjadi temuan audit BPK pada laporan keuangan Tahun 2019.
Nilai perolehan kapal FSO ini dalam pembukuan BMN, bernilai Rp 491.699.097.657,00 namun saat ini nilai bukunya sudah Rp 0. Sehingga proses persetujuan penghapusannya harus melalui DPR mengingat berdasarkan PP Nomor 27 Tahun 2014 juncto PP Nomor 28 Tahun 2020 pemindahatangan BMN selain tanah dan atau bangunan dengan nilai Rp 100 miliar dilakukan oleh pengguna barang.
Saksikan live streaming program-program BTV di sini
Komentar
Posting Komentar