Kisah Dokter Teguh Hadapi Rumitnya Pengurusan STR dan Surat Izin Klinik
:extract_focal()/https%3A%2F%2Fimg2.beritasatu.com%2Fcache%2Fberitasatu%2F960x620-3%2F2023%2F06%2F1687713016-1600x901.webp)
Semarang, BeritaSatu.com - Dr. Teguh Priyanto (45), seorang dokter spesialis dermatologi dan venereology atau spesialis kulit dan kelamin, berbagi keluh kesah mengenai kerumitan pengurusan surat tanda registrasi (STR). STR milik Dr. Teguh telah habis pada tahun ini dan akhirnya berhasil diurus setelah hampir 6 bulan.
Dr. Teguh, yang praktek di RSUD Wongsonegoro, RS Siloam, dan Klinik Bayi Jenius di Kota Semarang setiap harinya, mengaku tidak memiliki waktu untuk mengurus pengajuan kembali STR sendiri, sehingga membutuhkan bantuan dari orang lain.
"Pengurusan STR sedikit rumit karena persyaratannya banyak. Semua sertifikat simposium, jumlah pasien, serta kegiatan sosial harus dicatat dan diunggah. Itu membutuhkan waktu. Saya yang praktek di 3 tempat, tidak punya waktu, jadi butuh bantuan orang yang memahami. Pengurusannya sekitar enam bulan," ungkap Dr. Teguh Priyanto, sp.DV kepada Beritasatu.com, beberapa waktu lalu.
Setelah enam bulan pengurusan, Dr. Teguh, yang sudah menjadi dokter spesialis kulit dan kelamin selama 5 tahun, merasa lega karena STR-nya telah terbit. Ia berharap usulan pemberlakuan STR seumur hidup yang diajukan oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dapat segera direalisasikan.
"Saya setuju dengan usulan Menkes yang menyatakan bahwa STR cukup sekali seumur hidup. Jika ada kebutuhan untuk meng-upgrade keahlian dokter, itu bisa dilakukan dengan cara lain, seperti mengikuti pelatihan-pelatihan. Jika STR hanya berlaku selama 5 tahun, itu akan merepotkan bagi dokter yang sudah lanjut usia atau masih belum terbiasa dengan teknologi," katanya.
Dr. Teguh juga mengungkapkan keluh kesahnya terkait pengurusan surat izin klinik yang lebih rumit lagi karena persyaratannya sangat kompleks.
Saksikan live streaming program-program BTV di sini
"Mengurus surat izin praktek (SIP) sebenarnya mudah. Setelah STR terbit, bisa ditambahkan dengan fotokopi KTP dan pas foto, maka SIP biasanya keluar dalam waktu 2 minggu. Tapi yang rumit adalah surat izin kliniknya. Misalnya, ijin mendirikan bangunan (IMB), harus dipersiapkan sejak awal untuk klinik. Jika kita memiliki ruko, IMB harus diubah terlebih dahulu. Itu hanya contoh, masih banyak lagi. Kami sampai menyerah membuka klinik," keluhnya.
Masalah lain yang menjadi sorotan oleh Dr. Teguh adalah kurang meratanya dokter spesialis di beberapa daerah. Ia mengaku pernah diminta oleh RSUD Limpung Batang untuk bekerja di sana karena belum ada dokter spesialis kulit dan kelamin di tempat tersebut.
"Jumlah dokter spesialis kulit dan kelamin di Kota Semarang sudah sangat banyak. Tapi di daerah lain seperti Batang dan pinggiran Wonosobo masih belum ada. Saya pernah dihubungi oleh pihak RSUD Limpung Batang, diminta untuk bekerja di sana, padahal saya sudah menjadi PNS di RSUD Kota Semarang," ujar Teguh.
Dr. Teguh menyatakan bahwa meskipun ia membuka praktek di Kota Semarang, pasien-pasien yang datang kepadanya berasal dari berbagai daerah di Jawa Tengah yang belum memiliki dokter spesialis kulit dan kelamin.
"Banyak pasien saya berasal dari daerah lain seperti Batang, Tegal, Pekalongan, Pemalang, Wonosobo, dan lain-lain. Setiap harinya, ada puluhan pasien yang datang kepada saya. Di RS Siloam saja, bisa mencapai 10 sampai 20 pasien per hari. Belum lagi di RSUD dan Klinik ini," tambahnya.
Oleh karena itu, Dr. Teguh berharap distribusi dokter spesialis dapat diatur oleh negara sehingga tidak terpusat hanya di kota-kota besar seperti Kota Semarang.
"Dokter spesialis yang baru lulus melalui beasiswa mungkin bisa diikat untuk memberikan pelayanan di daerah yang memberikan beasiswa tersebut. Karena selama ini banyak dokter baru yang melarikan diri setelah lulus. Mereka dikirim dari daerah melalui beasiswa, tetapi setelah lulus malah pergi ke kota, biasanya juga dibantu oleh oknum-oknum," tutupnya.
Saksikan live streaming program-program BTV di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar