3 Pasien Antraks Meninggal di Gunungkidul, Disebut gegara Sembelih Ternak Sakit - detik

 

3 Pasien Antraks Meninggal di Gunungkidul, Disebut gegara Sembelih Ternak Sakit

By Agisna Riawan
health.detik.com
April 7, 2023
Kasus Antraks di Gunungkidul.
Kasus Antraks di Gunungkidul.
Jakarta -

Tiga orang meninggal dunia akibat terkena antraks di Gunungkidul, DIY. Kementerian Kesehatan RI melaporkan, kasus tersebut terjadi lantaran warga sempat menyembelih sapi yang mati pada 18 Mei, kemudian membagikan daging sapi tersebut ke keluarga untuk dikonsumsi.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan RI, dr Siti Nadia Tarmizi, mengungkapkan bahwa kejadian ini merupakan yang pertama kali terjadi pada 2023. Ketiga korban berasal dari Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunungkidul, Provinsi DI Yogyakarta.

Virus antraks dapat menular melalui kontak langsung maupun konsumsi hewan atau daging sapi yang terinfeksi. dr Nadia menjelaskan, virus antraks memiliki daya tahan yang tinggi di permukaan, seperti tanah.

"Kita tahu virus antraks kan menyebabkan sakit pada sapi, sapi yang mati mendadak, sakit mendadak kita harus curiga," tuturnya.

dr Nadia juga mengingatkan masyarakat untuk tidak sembarangan membeli daging dengan harga murah, terutama setelah Idul Adha. Ia menyebut bahwa Dinas Peternakan terus memantau situasi penyebaran virus antraks dan melakukan langkah-langkah mitigasi serta pencegahan.

Setelah adanya kasus kematian satu orang warga Pedukuhan Jati, Kelurahan Candirejo, Kapanewon Semanu, otoritas setempat mulai melakukan penyelidikan. Diketahui bahwa warga Gunungkidul yang terpapar antraks sempat menggali hewan ternak yang telah mati dan mengonsumsi dagingnya.

"Yang dikonsumsi masyarakat ada tiga ekor sapi. Ketiganya sudah sakit dan mati," sebut Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Gunungkidul Wibawanti Wulandari kepada detikJateng di Kantor Pemkab Gunungkidul, Rabu (5/7/2023).

Sejauh ini 93 warga Gunungkidul positif antraks. Tiga di antaranya meninggal dunia.

Lebih lanjut dalam kesempatan terpisah, Kemenkes RI melaporkan kasus tersebut bermula dari penyembelihan sapi yang mati pada 18 Mei, kemudian dagingnya dibagikan ke keluarga untuk dikonsumsi.

"Kasus kematian sapi pada 18 Mei, kemudian disembelih. Jadi sapinya ini sakit kemudian disembelih, dan dibagikan keluarga untuk dikonsumsi. Jadi ini yang menjadi salah satu penyebab penyebarannya," jelas Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes Imran Pambudi dalam konferensi pers virtual, Kamis (6/7).

Kemudian pada tanggal 20 Mei, terjadi kematian seekor kambing milik KR yang kemudian disembelih dan dagingnya dibagikan kepada warga untuk dikonsumsi. Selain itu, terdapat juga kasus sapi milik SY yang mati dan dagingnya juga dibagikan kepada warga untuk dikonsumsi.

Korban yang meninggal di Gunungkidul (WP) diketahui sempat membantu SW menyembelih sapinya.

NEXT: Gejala Pasien Antraks sebelum meninggal

"Yang meninggal ini (Bapak WP) membantu menyembelih sapi Bapak SW tadi. Kemudian tanggal 1 Juni Bapak WP masuk rumah sakit dengan keluhan gatal-gatal, bengkak, dan luka. Kemudian waktu diperiksa, ada sampelnya yaitu positif spora antraks dari sampel tanah tempat penyembelihan sapi tadi," ujar Imran.

"Kemudian tanggal 3 Juni ini yang sakit tadi dirujuk ke Sardjito pengambilan sampel darah dan didiagnosis bahwa dia itu suspek antraks. Kemudian tanggal 4 Juni, Bapak WP itu meninggal," lanjutnya.

Imran menjelaskan bahwa antraks merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri B.anthracis. Secara umum, penyakit ini menyerang hewan herbivora seperti sapi, kambing, domba, dan lain-lain. Jika manusia terinfeksi, bakteri ini dapat menyerang kulit, saluran pencernaan, atau yang paling berbahaya, paru-paru.

"Ada antraks kulit bila nempel ke kulit nanti akan masuknya melalui lesi kulit, dan nanti akan timbul blister seperti melepuh. Dan tipe inilah yang paling banyak terjadi di Indonesia," ujar Imran.

Pendapat petinggi WHO terkait warga DIY yang meninggal terpapar antraks

Mantan Direktur Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama, menjelaskan dirinya pernah menangani kasus serupa pada 2010 dan 2011 ketika wabah antraks terjadi di Maros dan Boyolali.

"Penyakit ini bersifat zoonosis yang berarti dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Bakteri penyebab antraks, apabila terpapar udara, akan membentuk spora yang sangat resisten terhadap kondisi lingkungan dan bahan kimia termasuk desinfektan tertentu dan dapat bertahan di dalam tanah, sehingga kadang-kadang antraks juga disebut 'penyakit tanah'," terang dia dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom Kamis (6/7).

Terdapat tiga jenis manifestasi penyakit antraks pada manusia. Jenis pertama adalah antraks kulit, yang merupakan yang paling umum terjadi. Meskipun tidak berbahaya, kulit korban akan mengalami perubahan warna menjadi hitam.

Jenis kedua adalah antraks pencernaan, dan jenis ketiga adalah antraks paru-paru atau pernapasan. Prof Tjandra menjelaskan bahwa antraks paru-paru dapat menjadi serius pada beberapa kasus, menyebabkan syok, meningitis, dan bahkan kematian.

Baca Juga

Komentar