Pilihan

Membludaknya Jumlah Tenaga Honorer Karena 'Titipan', Menpan RB: Rekrutmen Isinya 'PDAM' atau 'ASDP' - Tribun news

 

Membludaknya Jumlah Tenaga Honorer Karena 'Titipan', Menpan RB: Rekrutmen Isinya 'PDAM' atau 'ASDP'

By Muhammad Hadi
aceh.tribunnews.com

SERAMBINEWS.COM - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Abdullah Azwar Anas baru-baru ini mengungkapkan penyebab besarnya jumlah tenaga honorer di lingkungan pemerintahan saat ini.

Ia menyebutkan, ada beberapa faktor yang menyebabkan jumlah tenaga honorer di lingkungan pemerintahan, khususnya di pemerintah daerah meningkat.

Satu diantaranya ialah karena faktor 'titipan'.

Melansir Kompas.com, Azwar Anas menjelaskan, pembengkakan tenaga honorer ini telah terjadi dalam 5 tahun terakhir.

Pada 2018, ungkapnya, jumlah tenaga honorer sekitar 400.000, namun kini mencapai 2,3 juta orang.

Pembengkakan hampir 6 kali lipat itu terjadi setelah keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) tahun 2018 yang melarang adanya pengangkatan pegawai non-ASN di lingkungan pemerintahan.

“Tahun 2018 ada PP bahwa tidak boleh ada pengangkatan lagi non-ASN. Waktu itu kan (pegawai honorer) tinggal 400.000-an orang,” ujar Anas usai berziarah Makam Bung Karno di Kelurahan Bendogerit, Kota Blitar, Senin (17/7/2023) malam, dikutip dari pemberitaan Kompas.com, Selasa (18/7/2023).

PP tersebut, ujar Anas, memberi waktu 5 tahun sebagai masa transisi dengan harapan pada November 2023 nanti tidak ada lagi pegawai di pemerintahan berstatus non-ASN kecuali sisa 400.000 tenaga honorer tersebut.

“Nah, ternyata setelah didata bukannya 400.000-an tenaga honorer yang ada tetapi sudah menjadi 2,3 jutaan,” ujarnya.

Namun mantan Bupati Banyuwangi itu tidak menjelaskan celah peraturan apa yang ada sehingga perekrutan tenaga honorer dan non-ASN lainnya masih dapat dilakukan oleh pemerintah daerah, bahkan semakin masif.

Rekrutmen diisi ' PDAM' atau ' ASDP'

Menurut Anas, penyebab meningkatnya jumlah tenaga honorer di lingkungan pemerintahan itu dikarenakan kepala daerah dan pejabat pemerintah daerah lebih memilih “zona nyaman” dan “zona aman” dalam memenuhi kebutuhan pegawai.

Bukan didasarkan pada harapan masyarakat pada birokrasi berkelas dunia.

“Dulu ya, bukan sekarang. Dulu rekrutmen non-ASN, honorer, itu isinya PDAM. Apa singkatannya, ponakan dan anak mantu,” ujar Anas masih dikutip dari sumber yang sama, Kompas.com, Selasa (18/7/2023).

“Atau ASDP. Anak, saudara dan ponakan,” tambahnya.

Anas menilai, ada kesengajaan membiarkan posisi-posisi di birokrasi pemerintahan daerah yang ditinggalkan oleh ASN yang sudah pensiun selama beberapa tahun.

Sebagai gantinya, dilakukan perekrutan pegawai honorer dalam jumlah yang lebih banyak.

“Ini kan mengangkat ( honorer) karena PNS yang sudah berhenti tidak segera diganti. Mestinya gantinya 1 tapi digantinya 3 (dengan tenaga honorer), jadi dobel,” jelasnya.

Fenomena perekrutan tenaga honorer dalam jumlah besar itu, ujarnya, tidak akan terjadi jika kepala daerah dan pejabat di pemerintahan daerah lebih berorientasi pada peningkatan kualitas birokrasi.

Untuk mencapai kualitas birokrasi berkelas dunia, ujarnya, mekanisme rekruitmen pegawai di hulu atau di pemerintahan daerah harus benar.

Menurut Anas, jika birokrasi tidak berkualitas maka pelayanannya akan buruh, selanjutnya akan menghambat investasi dan diujungnya adalah kelangkaan lapangan pekerjaan.

Sebaliknya, jika birokrasi berkualitas maka akan mengundang banyak investasi yang akan berdampak pada banyaknya lapangan pekerjaan.

Namun, Anas mengeklaim bahwa fenomena “titipan” dalam rekruitmen tenaga honorer di pemerintahan itu saat ini tidak dapat terjadi lagi dengan diberlakukannya ujian berbasis komputer (CAT) yang lebih transparan sehingga masyarakat dapat mengawasi hasil ujian masuknya.

Pemerintah carikan jalan tengah bagi honorer

Diketahui, pada November 2023, pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) akan menghapus posisi tenaga honorer.

Lebih jauh Anas menjelaskan, saat ini pihaknya bersama Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tengah melakukan verifikasi lebih detail lagi atas data 2,3 juta tenaga honorer.

Verifikasi itu bertujuan untuk dijadikan pijakan dalam pengambilan keputusan menjelang tenggat waktu yang diamanatkan PP 2018.

Disamping itu, Kemenpan RB juga tengah menyiapkan penyelesaian terhadap 2,3 juta tenaga honorer yang posisinya akan dihapus pada November 2023.

Dilansir dari pemberitaan Kompas.com lainnya, penyelesaian ini diklaim tidak akan berakibat pada terjadinya pemberhentian massal.

Menteri PAN-RB Abdullah Azwar Anas mengatakan bahwa solusi bagi jutaan tenaga honorer yang posisinya dihapus akan dituangkan dalam Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN).

“Kita carikan solusi permanen dalam Undang-Undang ASN. Memang ada arahan dari Bapak Presiden supaya ini dicari jalan tengah,”  sebagaimana dilansir dari Kompas.com, Selasa (18/7/2023).

Jalan tengah tersebut, kata Anas, adalah penyelesaian yang tidak berakibat pada terjadinya pemberhentian massal atas jutaan tenaga honorer tersebut.

Pada saat yang sama, solusi itu juga tidak boleh membuat pembengkakan pada anggaran pemerintah.

Pembengkakan anggaran yang dimaksud, ujarnya, terjadi jika semua tenaga honorer harus ditetapkan sebagai ASN secara langsung.

“Kita sedang memberesi Undang-undang ASN. Mudah-mudahan Agustus ini sudah selesai sehingga bisa menjadi exit bagi penyelesaian 2,3 juta tenaga honorer,” tegasnya.

Solusi penyelesaian tenaga honorer

Ada beberapa opsi yang bisa menjadi pilihan untuk menyelesaikan masalah tenaga honorer di pemerintahan, terutama pemerintah daerah.

Meski enggan menyebutkan secara rinci opsi-opsi penyelesaian bagi tenaga honorer, Anas mengindikasikan opsi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu pada UU ASN bagi tenaga penyapu jalan dan tempat-tempat publik lainnya.

“Kan nyapunya pagi sama sore, masa harus di kantor dari pagi sampai sore. Kan cukup pagi sama sore saja ke kantor, misalnya. Gajinya tetap. Iya kan.

"Kalau pagi sampai sore kan misalnya Rp 600.000 (per bulan) kan tidak cukup. Tapi kalau cuma pagi dan sore, dia kan bisa cari tambahan di tempat lain,” terang Anas.

Anas juga mengindikasikan opsi lain berupa pemberian prioritas untuk diangkat sebagai ASN pada pegawai honorer guru yang telah bekerja selama 20 tahun.

Selanjutnya opsi yang lain, tambahnya, adalah pemberian prioritas untuk direkrut sebagai PPPK pada tenaga honorer kategori THK-II yang selama ini tidak dibayar dengan menggunakan dana APBN atau pun APBD.

“Kami ini kan punya kewajiban bagi THK-II. Jumlahnya besar, kurang lebh 200 (ribu). Sudah lama belum diberesin," ujarnya.

Namun, Anas juga mengingatkan akan adanya oknum-oknum yang melakukan kecurangan dengan cara memundurkan waktu awal mula seseorang bekerja sebagai tenaga honorer sehingga secara administrasi memenuhi syarat bekerja selama 20 tahun agar mendapatkan prioritas.

Serambinews.com/Yeni Hardika)

Komentar

Baca Juga (Konten ini Otomatis tidak dikelola oleh kami)

Antarkabarid

Arenanews

Antaranews

Berbagi Informasi

Kopiminfo

Liputan Informasi 9

Media Informasi

Opsi Informasi

Opsitek