Menkumham: KUHP Baru Produk Hukum Karya Anak Bangsa Patut Diapresiasi By BeritaSatu.com

 

Menkumham: KUHP Baru Produk Hukum Karya Anak Bangsa Patut Diapresiasi

By BeritaSatu.com
beritasatu.com
July 17, 2023
Yasonna Laoly.
Yasonna Laoly.

Jakarta, Beritasatu.com - Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly, menyebut bahwa pengesahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru patut diapresiasi. Pasalnya, KUHP ini merupakan karya anak bangsa.

Menurut Yasonna, lahirnya KUHP merupakan buah dari penantian yang panjang. Sebelumnya, gagasan pembentukan RKUHP Nasional telah muncul lebih dari setengah abad lalu, saat seminar hukum nasional pertama di Semarang pada 1963.

Setelah sekian lama, pemerintah bersama DPR akhirnya mengesahkan RKUHP menjadi UU pada 6 Desember 2022, meski menuai pro dan kontra, khususnya terkait dengan beberapa pasal yang dinilai kontroversial.

"KUHP baru adalah produk hukum karya anak bangsa yang patut diapresiasi. Minimal, itu adalah buah kerja keras untuk melepaskan diri dari produk hukum warisan kolonial Belanda yang dinilai sudah tidak relevan dengan zaman ini," ujar Yasonna dalam Seminar Nasional Kemenkumham dengan tema "Menyongsong Berlakunya Hukum yang Hidup dalam Masyarakat Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP", Senin (24/7/2023).

Yasonna juga mengatakan, KUHP baru lebih dapat menyelesaikan permasalahan hukum dan masyarakat dengan konsep "Hukum yang Hidup dalam Masyarakat", yang tertuang dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP.

Pasal tersebut memberlakukan pidana pada hukum yang hidup di tengah masyarakat sebagai semangat untuk mengakui hukum tidak tertulis.

Adapun hukum tidak tertulis adalah hukum yang berlaku serta diyakini oleh masyarakat dan dipatuhi. Hukum tidak tertulis meliputi hukum adat, hukum agama, dan lain-lain.

"KUHP yang baru, UU nomor 1 tahun 2023 telah mengatur mengenai hukum yang hidup dalam masyarakat. Bagaimana menggabungkan lingkungan hukum yang terpisah tersebut antara hukum positif dan hukum yang hidup dalam masyarakat yang selama ini dalam hukum pidana dikenal “Sistem Unifikasi Hukum”, di mana hanya hukum pidana tertulis saja yang berlaku," ucap Yasonna.

Saksikan live streaming program-program BTV di sini

Oleh karema itu, kata Yasonna, hal ini perlu menjadi bahan pemikiran mengenai bagaimana mekanisme dalam mengadopsi norma-norma pidana adat yang akan dituangkan dalam peraturan pemerintah sebagai petunjuk lebih lanjut dari pelaksanaan KUHP yang baru. Sehingga, pada saatnya nanti dapat diimplementasikan oleh aparat penegak hukum di lapangan.

Kendati demikian, Pasal 2 ayat (2) KUHP secara eksplisit mencantumkan batasan keberlakuan hukum yang hidup dalam masyarakat. Batasan-batasan itu terdiri dari empat indikator yang harus dipenuhi, yakni Berlaku dalam tempat hukum itu hidup, sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945, Hak Asasi Manusia, dan Asas-Asas Hukum Umum yang diakui masyarakat beradab.

BACA JUGA

Yasonna mengatakan, keempat indikator tersebut adalah indikator yang bersifat kumulatif. "Artinya, keempat indikator tersebut harus terpenuhi terlebih dahulu sebelum memberlakukan hukum yang hidup dalam masyarakat," jelas Yasonna.

Keberadaan Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP, juga perlu disikapi lebih lanjut dengan menyusun aturan turunannya dalam bentuk peraturan pemerintah (PP) tentang tata cara dan kriteria penetapan hukum yang hidup dalam masyarakat.

Nantinya, peraturan pemerintah ini akan menjadi pedoman dalam penyusunan peraturan daerah (Perda) yang mengkompilasi hukum yang hidup dalam masyarakat.

Saksikan live streaming program-program BTV di sini

Baca Juga

Komentar

 Pusatin Informasi 


 Postingan Lainnya