Tradisi Brandu, Menyembelih Ternak yang Sakit atau Mati di Gunungkidul Halaman all - Kompas

 

Tradisi Brandu, Menyembelih Ternak yang Sakit atau Mati di Gunungkidul Halaman all - Kompas.com

Ilustrasi sapi, ternak sapi.

YOGYAKARTA,KOMPAS.com-Tradisi brandu atau porak, tradisi mengganti rugi ternak yang mati atau sakit oleh warga Gunungkidul, DI Yogyakarta.

Tradisi ini sering terjadi ketika ada hewan ternak yang sakit maupun sudah mati dipotong dan dagingnya dijual untuk mengurangi kerugian pemilik ternak.

"Kalau sosialisasi sudah terus menerus kawan-kawan dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) sudah dilakukan agar tidak dibrandu intinya sudah berulang, kembali lagi faktor ekonomi, karena biasanya eman-eman (sia-sia)," kata Wakil Bupati Gunungkidul Heri Susanto saat ditemui di kantor Pemkab Gunungkidul Rabu (5/7/2023).

Disinggung upaya memutus rantai brandu, Heri mengaku akan dilakukan kajian. Harapannya tidak ada lagi warga yang mengkonsumsi ternak yang mati ataupun sakit.

"Selain itu kita ada upaya ke depan yang kira-kira nanti bisa meringankan saudara kita yang hewannya sakit, sehingga tidak dikonsumsi. Tapi Kita belum pasti langkahnya, tapi kita harus upayakan karena resikonya tinggi (kalau mengkonsumsi) penyakitnya antraks," kata dia.

Kepala Bidang Kesehatan Hewan, DPKH Gunungkidul, Retno Widyastuti mengakui tradisi brandu menjadi kendala dalam penanganan antraks di Gunungkidul.

Ternak yang sudah muncul bakteri antraks sebenarnya bisa diberikan obat dan sembuh.

Berbeda jika ternak mati dan langsung disembelih, bakteri akan mudah menjadi spora dan akan berbeda jika langsung dikubur karena spora tidak akan menyebar.

Spora ini bertahan sekitar 40 tahun hingga 80 tahun.

Seperti kasus di Padukuhan Jati, Kalurahan Candirejo, Kapanewon Semanu. Kematian ternak pertama itu 18 Mei 2023 lalu dan berturut-turut hingga bulan Juni 2023.

Pihaknya mendapatkan laporan pada 2 Juni 2023 lalu dan melakukan penelusuran.

"Jadi saya enggak nemu bangkai, yang saya periksa yang saya uji kan ke laboratorium itu adalah tanah bekas sembelihan. Dagingnya sudah dimakan," kata Retno.

Dalam penelusuran, dirinya sempat bertanya kepada warga, ternyata tujuan brandu yang sudah dikenalnya sejak lama itu untuk mengurangi kerugian pemilik ternak.

Hewan ternak yang mati, disembelih, dan dijual per paket.

"Kalau saya tanya memang tujuannya baik membantu warga yang kesusahan biar tidak terlampau rugi itu dibagi-bagi, satu paketnya itu Rp 45.000. Dijual. Uangnya dikumpulkan dikasihkan yang kesusahan. Jane itu tujuannya apik. Pas saya di sana bilang kalau mau brandu ya brandu barang sehat gitu. Barang bermutu jadi tidak membahayakan manusia," kata dia.


Dikatakannya, setelah laporan, lokasi penyembelihan pun disiram dengan formalin sebanyak 3 kali sejak 3 Juni 2023.

Sebanyak 77 sapi dan 289 kambing diberi antibiotik dan dua pekan setelahnya atau sekitar tanggal 20 Juni diberikan vaksin.

"Makanya kita coba siram, tidak hanya siram tapi rendam. 1 meter persegi tanah yang terkontaminasi spora direndam dengan 50 liter formalin 10 persen. Banyak sekali kan?" kata Retno.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tag

Baca Juga

Komentar

 Pusatin Informasi 


 Postingan Lainnya