:extract_focal()/https%3A%2F%2Fimg2.beritasatu.com%2Fcache%2Fberitasatu%2F960x620-3%2F2023%2F08%2F1693370839-1076x596.webp)
Jombang, Beritasatu.com – Kemarau mulai berdampak pada lahan pertanian di Jombang, Jawa Timur, termasuk dengan semakin surutnya air di waduk. Akibatnya, warga tidak dapat menanam lahannya saat kemarau karena masalah air.
Salah satu waduk yang kering adalah Waduk Brumbung di Desa Mangunan, Kecamatan Kabuh, Kabupaten Jombang. Air di waduk yang merupakan tadah hujan itu sudah mulai mengering sejak satu bulan lalu.
Perangkat Desa Mangunan, Witono mengatakan Waduk Brumbung sengaja dibangun untuk membantu pengairan sekitar 40 hektare lahan pertanian warga, terutama warga sekitar Desa Mangunan hingga Desa Kedungjati.
"Sejak bulan Juli lalu air sudah mengering, biasanya bisa sampai bulan September, paling parah bisa sampai November," kata Witono kepada wartawan, Rabu (30/8/2023).
Ia mengatakan, saat penghujan, waduk di Jalan Raya Kabuh ini mampu menampung volume 12.326,83 meter persegi yang biasa dimanfaatkan petani sekitar. Namun, sekarang ini, kondisi waduk benar-benar kering, bahkan dasar tanahnya sudah terlihat pecah-pecah.
Menurut dia, setiap kemarau air waduk selalu menyusut hingga habis. Padahal, waduk ini sangat membantu petani. Air digunakan untuk mengaliri sawah.
Petani kemudian mencari solusi lain dengan mencari sumber air sendiri termasuk mengganti tanaman dengan yang tidak membutuhkan banyak air.
Pihaknya berharap ada solusi dengan dibuat sumur bor sehingga petani tidak telat mendapatkan air.
"Harapan kami, di kemarau tetap bisa digunakan airnya sehinga kami minta dibuatkan sumur bor supaya air tidak telat," kata Witono.
Selain di Waduk Brumbung di Desa Mangunan itu, hal serupa juga terjadi di Waduk Sumbergondang, Kecamatan Kabuh, Jombang. Saat ini kondisi waduk seluas 12 hektare itu sudah tidak bisa difungsikan. Air waduk surut hingga mendekati dasar sumber air.
"Kondisi sudah tidak bisa difungsikan karena air menyusut," kata Iswandi, Sekretaris Desa Sumbergondang.
Ia mengatakan, embung yang dibangun dan dikelola Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) ini untuk menampung air dari wilayah pegunungan, namun sejak tidak pernah turun hujan satu bulan lalu air embung ini terus mengalami penurunan permukaan, sehingga permukaan air tidak bisa menjangkau pintu air menuju lahan petani.
Selain itu, saluran air di bawah pintu air embung tidak bisa mengalirkan air ke saluran irigasi menuju lahan pertanian, sehingga pihaknya meminta dilakukan normalisasi.
"Harapan kami embung bisa digunakan, sehingga perlu dilakukan normalisasi dan dibenahi lagi saluran airnya dari waduk ke saluran penyalur," pungkas Iswandi.
Komentar
Posting Komentar