ICW Menang, Kemendagri Diminta Buka Data Pengangkatan Pj Kepala Daerah
Komisi Informasi Pusat atau KIP menjatuhkan putusan agar Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) membuka akses informasi dokumen terkait pengangkatan penjabat (Pj) kepala daerah. Putusan itu dijatuhkan atas permintaan dari Indonesia Corruption Watch (ICW).
"ICW berharap Kemendagri dapat bertindak kooperatif terhadap putusan Komisi Informasi Pusat dan segera menyerahkan dokumen-dokumen berkenaan dengan pengangkatan penjabat," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana saat dihubungi, Rabu (2/8/2023).
Ia menilai putusan ini sekaligus menyebut ada kekeliruan pada Kemendagri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Putusan ini, sekali lagi, memperlihatkan kekeliruan Kemendagri dalam proses pengangkatan penjabat kepala daerah. Di samping sebelumnya mereka dinyatakan melakukan perbuatan maladministrasi oleh Ombudsman Republik Indonesia," katanya.
Diketahui, Indonesia Corruption Watch (ICW) menghadiri sidang Komisi Informasi Pusat (KIP) pada 27 Juli 2023 dengan agenda sidang pembacaan putusan dengan register nomor 007/I/KIP-PSI/2023 antara ICW selaku pemohon dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) selaku termohon.
Sidang putusan tersebut merupakan proses panjang sengketa informasi yang diajukan ICW semenjak 2022 terkait permintaan transparansi sejumlah informasi dan dokumen pengangkatan Penjabat (PJ) Kepala Daerah. Sidang tersebut telah melalui sejumlah tahapan persidangan, mendengarkan keterangan masing-masing pihak, menghadirkan ahli, menyampaikan bukti-bukti, serta kesimpulan.
Berikut ini bunyi amar putusan Majelis Komisioner KIP:
1. Keputusan Presiden Nomor 50/P Tahun 2022 tentang Pengangkatan Penjabat Gubernur dan seluruh aturan teknis terkait pengisian posisi penjabat Kepala Daerah sebagai turunan dari Pasal 201 UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah sebagaimana diamanatkan dalam pertimbangan hakim di putusan MK No. 67/PUU-XIX/2021 dan No. 15/PUU-XX/2022 merupakan informasi terbuka dan wajib memberikan dokumen-dokumen tersebut kepada ICW;
2. Dokumen penjaringan calon penjabat, dokumen usulan dan saran yang diterima Kemendagri terkait kandidat penjabat, dokumen pertimbangan dalam sidang Tim Penilai Akhir calon PJ Kepala Daerah, serta dokumen rekam jejak dan latar belakang kandidat PJ Kepala daerah merupakan informasi terbuka dan wajib memberikan dokumen-dokumen tersebut kepada ICW sepanjang tidak memuat data pribadi. Dalam kondisi demikian, informasinya tetap harus dibuka dan diberikan dengan dapat menghitamkan bagian yang memuat data pribadi dengan disertai alasan dan penjelasan terkait materinya. Majelis Komisioner menegaskan bahwa informasi yang dihitamkan dilarang dijadikan sebagai alasan untuk mengecualikan akses publik terhadap keseluruhan salinan informasi publik;
3. Dokumen pemetaan kondisi setiap daerah bukan berada dalam penguasaan Kemendagri, melainkan ada pada masing-masing daerah sehingga tidak diwajibkan untuk diberikan kepada ICW
Terhadap putusan ini, para pihak dapat mengajukan upaya hukum apabila tidak menerima hasil putusan itu dalam kurun waktu 14 hari kerja setelah mendapat salinan putusan. Jika tidak mengajukan upaya hukum, maka, putusan tersebut akan berkekuatan hukum tetap dan ICW menyebut memiliki hak meminta penetapan eksekusi ke ketua pengadilan yang berwenang atas dokumen atau informasi yang sepatutnya dibuka Kemendagri semisal tidak kunjung diberikan.
Diketahui, sebelum masuk pada sengketa informasi di KIP, ICW bersama dengan sejumlah organisasi masyarakat sipil lainnya seperti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi serta Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan telah melakukan sejumlah langkah advokasi.
Salah satunya dengan melaporkan indikasi maladministrasi ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) terkait kinerja Kemendagri dalam penentuan PJ kepala daerah. Sebab, proses itu diduga dijalankan secara tidak transparan, akuntabel, dan partisipatif.
Pasca pelaporan itu, pada pertengahan Juli tahun 2022, ORI pun bersikap dengan menyatakan bahwa tindakan Mendagri terbukti maladministrasi, terutama ketika keliru menafsirkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). ICW menyebut, jika dibaca utuh, Putusan MK Nomor 67/PUU-XIX/2021 dan Putusan MK Nomor 15/PUU-XX/2022 mengamanatkan agar pelaksanaan pengangkatan PJ memerlukan aturan turunan sebagai pedoman pelaksanaan.
"Alih-alih merekomendasikan pembuatan Peraturan Pemerintah, Kemendagri malah membuat Peraturan Menteri Dalam Negeri untuk mengatasi kekosongan hukum tersebut. Jelas ini merupakan kekeliruan yang fatal dalam memahami putusan MK," katanya.
ICW mendesak Kemendagri dan pemerintah melakukan sejumlah hal, diantaranya:
1. Kemendagri segera menyerahkan Keputusan Presiden Nomor 50/P Tahun 2022 tentang Pengangkatan Penjabat Gubernur dan seluruh aturan teknis terkait pengisian posisi penjabat Kepala Daerah sebagai turunan dari Pasal 201 UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah sebagaimana diamanatkan dalam pertimbangan hakim di putusan MK No. 67/PUU-XIX/2021 dan No. 15/PUU-XX/2022 kepada ICW;
2. Kemendagri segera menyerahkan dokumen penjaringan calon penjabat, dokumen usulan dan saran yang diterima Kemendagri terkait kandidat penjabat, dokumen pertimbangan dalam sidang Tim Penilai Akhir calon PJ Kepala Daerah, serta dokumen rekam jejak dan latar belakang kandidat PJ Kepala daerah;
3. Pemerintah segera menyusun, mengesahkan, dan mengundangkan Peraturan Pemerintah terkait mekanisme pengangkatan penjabat yang berpijak pada nilai transparan, akuntabel, dan partisipatif;
Respons Kemendagri
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Benni Irwan mengatakan pihaknya belum menerima putusan dari Komisi Informasi Pusat tersebut. Namun saat ini Kemendagri masih mempelajari dari informasi yang berkembang saat ini.
"Secara resmi kami belum terima putusan KI. Kami masih menunggu untuk dipelajari, didalami dan kemudian menentukan sikap atau langkah selanjutnya," kata Benny.
Lihat juga Video 'ICW Desak Dewas Periksa Pimpinan KPK Buntut Kisruh OTT Basarnas':
(yld/dhn)
Komentar
Posting Komentar