TNI Akui Mayor Dedi Berupaya Halangi Proses Hukum
Komandan Pusat Polis Militer (Danpuspom) TNI, Marsekal Muda Agung Handoko, mengatakan tindakan Mayor Dedi Hasibuan yang mendatangi Polrestabes Medan dengan sejumlah personel TNI berseragam lengkap dapat diartikan sebagai upaya unjuk kekuatan. Tindakan itu, menurutnya, juga diduga bertujuan untuk memengaruhi proses hukum yang sedang dihadapi Ahmad Rosyid Hasibuan, keponakan Dedi yang berstatus warga sipil.
"Jadi memang yang jelas tidak etis datang beramai-ramai. Datang secara rombongan ada konotasi show of force untuk menunjukkan kekuatan. Dapat diartikan bisa menghalangi proses hukum, tapi itu pendalaman," kata Agung saat konferensi pers di Jakarta, Kamis (10/8).
Agung menjelaskan usai kedatangan Dedi bersama rekan-rekannya ke Polrestabes Medan, Ahmad yang berstatus tersangka akhirnya dibebaskan.
"Pada tindakan lanjutan akhirnya Polrestabes Medan melepaskan ARH (Ahmad). Tapi itu kami juga tidak menjangkau ke sana apakah karena tekanan itu atau sudah memenuhi untuk penangguhan. Itu pihak Polrestabes Medan yang bisa menjawab," ucapnya.
Menurut Agung, permasalahan yang dilakukan Dedi tersebut telah dilimpahkan ke Pusat Polisi Militer Angkatan Darat (Puspomad).
"Jadi untuk pelimpahan Mayor DH ke Puspomad hari ini akan dilakukan," ungkapnya.
Duduk permasalahan ini berawal saat Dedi mengetahui keponakannya ditahan oleh Polrestabes Medan terkait kasus pemalsuan tanda tangan pembelian tanah. Dedi kemudian melaporkan kepada atasannya, Kepala Hukum Daerah Militer (Kakundam) Kodam I Bukit Barisan, Kolonel Chk Muhammad Irham Djannatung, untuk meminta bantuan hukum bagi keponakannya tersebut.
Dedi pun mengajukan surat tertulis kepada atasannya pada 31 Juli 2023 untuk diberikan fasilitas bantuan hukum untuk Ahmad di Polrestabes Medan. Hal ini dikuatkan oleh surat kuasa dari Ahmad kepada tim kuasa hukum Kumdam I Bukit Barisan.
"Berdasarkan surat perintah dari Kakundam I Bukit Barisan pada 1 Agustus 2023, sehari setelah permohonan tersebut untuk memberikan bantuan hukum kepada ARH yang kami nilai waktunya terlalu cepat. Kami nilai juga tidak ada urgensinya dengan dinas," ucap Agung.
Selanjutnya Kamis (3/8), Kakundam I Bukit Barisan mengirim surat permohonan penangguhan penahanan untuk Ahmad kepada Kepala Polrestabes Medan, Kombes Pol Valentino Alfa Tatareda. Namun hingga Jumat (4/8) Ahmad masih ditahan oleh Polrestabes Medan sehingga Dedi bertanya kepada Kasat Reskrim Polrestabes Medan, Kompol Teuku Fathir Mustafa, terkait jawaban surat permohonan penangguhan tersebut.
"Dijawab melalui pesan via WhatsApp, (Kompol Fathir) keberatan atas penangguhan penahanan tersebut karena masih ada tiga laporan polisi berkaitan dengan yang bersangkutan," kata Agung.
Lalu, Dedi meminta jawaban tertulis atas surat yang sudah dikirim oleh Kakundam I Bukit Barisan. Lantaran tidak ada jawaban tertulis, Dedi bersama rekan-rekannya mendatangi Polrestabes Medan yang akhirnya bertemu dengan Fathir, Sabtu (5/8). Dalam pertemuan itu sempat terjadi perdebatan keras antara Dedi dan Fathir. Video perdebatan itu viral di media sosial.
"Ini bisa dilihat dari video yang viral, tidak semua personel di situ berkonsentrasi untuk mendengarkan duduk persoalan yang sedang diselesaikan. Tapi ada yang berlalu lalang di sekitar tempat mereka berdebat. Terkait dengan mungkin ada indikasi bahwa tindakan tersebut bisa dikatakan obstruction of justice, kami belum bisa mengarah ke sana," ujar Agung.
Menurut pengakuan Dedi, kata Agung, jumlah personel TNI yang dibawa ke Polrestabes Medan sebanyak 13. Danpuspom TNI memastikan prajurit yang terlibat akan terkena hukuman disiplin akibat tindakan tersebut. Hukuman disiplin itu mulai dari penahanan ringan hingga berat dan akan berdampak terhadap karir Dedi di institusi TNI.
"Jadi kami jamin siapa pun yang terlibat di situ, kalau memang dari kejadian itu tidak ada unsur pidana. Kami memastikan semua yang ada di situ pasti akan kena hukuman disiplin," pungkas Agung.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Irvan Saputra, mengatakan tindakan dari Dedi dan rekan-rekannya itu bertentangan dengan penegakan hukum dan aturan yang berlaku.
"LBH Medan melihat ini adanya bentuk intervensi yang mengarah kepada intimidasi. Ini mengarah kepada pelanggaran hukum terkait dengan obstruction of justice. Adanya paksaan terkait dengan penangguhan penahanan yang seyogianya itu tidak dilakukan seorang prajurit TNI," katanya kepada VOA.
Tak sampai di situ, Irvan juga mengatakan harus ada pengungkapan di balik kedatangan Dedi dengan sejumlah anggota TNI ke Polrestabes Medan yang meminta penangguhan penahanan tersangka kasus pemalsuan tanda tangan pembelian tanah.
"Ini soal mafia tanah, bukan sekadar tindakan Mayor Dedi yang bertentangan dengan hukum. Tapi substansi permasalahan ini harus diungkap juga. Sumut sangat banyak persoalan tanah. Apakah salah satu kasusnya ini adalah melibatkan adanya back up atau adanya penutupan kasus terkait mafia tanah di Sumut. Tindakan dari Mayor Dedi harus diungkap secara jelas dan tegas. Harus diungkap permasalahan intinya apa untuk bisa menjadi informasi publik," pungkasnya. [aa/ab]
Komentar
Posting Komentar