Kenapa Banyak Negara Berlomba-lomba Pergi ke Bulan? Ini yang Dicari
JAKARTA, iNews.id - Sejumlah negara berlomba-lombat pergi ke Bulan. Sebenarnya ada apa dengan Bulan, sehingga banyak negara fokus ke satelit alami Bumi ini?
Perlombaan dalam bidang antariksa sebenarnya sudah dimulai sejak satu dekade sebelumnya, saat Uni Soviet meluncurkan Sputnik, satelit buatan pertama pada 1957. Perlombaan ini berakhir kurang dari setahun setelah NASA berhasil mendaratkan astronot Apollo ke Bulan pada 1969.
NASA kembali berkomitmen mengulang kesuksesannya mendaratkan manusia ke Bulan pada 2025 sebagai bagian dari Artemis Program. China mempunyai rencana untuk mendaratkan manusia di Bulan pada 2030.
Sementara itu, misi robotik ke Bulan semakin meningkat. Setelah upaya Rusia kembali ke Bulan untuk pertama kali dalam 47 tahun, misi robotik Luna-25 gagal. Tapi, India berhasil meluncurkan misi Chandrayaan-3.
Dengan begitu, banyak negara yang menuju ke Bulan, termasuk Rusia yang semakin agresif tapi akhirnya gagal. Apakah dunia berada di titik puncak perlombaan antariksa yang kedua?
Kenapa Banyak Negara Berlomba-lomba Pergi ke Bulan?
Pada 2018, para ilmuwan menemukan air es yang terawetkan di dalam bayangan kawah kutub yang dalam dan permanen. AS, China, Rusia, dan India menargetkan bagian-bagian Kutub Selatan Bulan yang merupakan tempat sumber daya beku tersebut seharusnya berada.
Air dapat digunakan untuk membuat bahan bakar roket atau pembuatan bulan. Namun peluncurannya dari Bumi sangatlah berat dan mahal.
Menurut kurator Museum Dirgantara dan Luar Angkasa Smithsonian di Smithsonian National Air and Space Museums Cathleen Lewis mengatakan badan-badan antariksa belum benar-benar tahu bagaimana mereka akan menggunakan es ini, atau untuk tujuan apa.
"Tapi semua orang ingin pergi ke sana karena kami sekarang tahu ada air es yang bisa ditemukan," ujarnya.
Tapi ini bukan hanya tentang es. Basis teknologi semua aktivitas ini sama sekali berbeda dibandingkan pada pertengahan abad ke-20. Saat itu, kata Lewis, AS dan Uni Soviet sedang mengembangkan teknologi untuk pergi ke Bulan untuk pertama kalinya.
Menurut Lewis, Presiden Kennedy mendukung program Bulan karena para penasihatnya yakin perlombaan ini dapat dimenangkan secara teknologi. Meskipun memiliki tujuan, kompetisi ini juga mengacu pada cara Uni Soviet berlomba mencapai kapasitas maksimum sesuai batas teknologi mereka.
Soviet mengalami kesulitan mengembangkan kendaraan yang cukup kuat untuk meluncurkan misi berawak ke Bulan. AS menciptakan roket Saturn V, teknologi luar biasa yang merupakan yang paling kuat yang pernah diluncurkan hingga penerbangan pertama roket Sistem Peluncuran Luar Angkasa (SLS) NASA akhir 2022.
Saat ini, banyak negara dan bahkan perusahaan swasta memiliki kemampuan teknologi untuk mengirim pesawat luar angkasa ke Bulan. Luar angkasa sekarang lebih ramai, dan menjadi tuan rumah bagi satelit-satelit yang terkait dengan perekonomian terestrial, membawa komunikasi, memberikan sinyal panduan, dan mengamati air pertanian dan sumber daya lainnya di lapangan.
Tujuannya bukan lagi untuk mencapai keunggulan teknologi. Sebaliknya, negara-negara justru bergegas memperoleh teknologi yang sudah ada yang menjadi prasyarat bagi kemandirian ekonomi dan kemakmuran.
“Ini adalah bagian dari berada di dunia pada era luar angkasa yang sudah matang, ini bukan lagi program opsional, bukan lagi permainan pikap, berebut untuk melihat siapa yang pertama. Ini adalah program yang penting dan eksistensial untuk keberadaan abad ke-21," ujar Lewis.
Editor : Dini Listiyani
Follow Berita iNews di Google News
Komentar
Posting Komentar