Sosok Mbah Abdul Kodir, Santri asal Kediri yang Gigih Bertempur Lawan Belanda - inews - Opsiin

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Sosok Mbah Abdul Kodir, Santri asal Kediri yang Gigih Bertempur Lawan Belanda - inews

Share This

 

Sosok Mbah Abdul Kodir, Santri asal Kediri yang Gigih Bertempur Lawan Belanda

jatim.inews.id
August 17, 2023
Mbah Abdul Kodir berbaring di tempat tidur saat dijenguk perwakilan PPAD.
Mbah Abdul Kodir berbaring di tempat tidur saat dijenguk perwakilan PPAD.

BLITAR, iNews.id – Pertempuran mempertahankan kemerdekaan Indonesia tahun 1945 di Surabaya tak lepas dari sosok Mbah Abdul Kodir. Saat itu, santri asal Ponpes Alfalah, Kediri, itu bergabung dengan batalyon Z untuk bertempur melawan Belanda.

Kisah heroik itu masih kuat dalam ingatan Mbah Abdul Kodir yang kini sudah berusia 98 tahun. Meski telah terbaring lemas di tempat tidur, Mbah Abdul Kadir belum lupa detail peristiwa yang pernah dialaminya bersama para pejuang kemerdekaan.

Mbah Abdul Kodir mengatakan, awal perjuangannya terjadi pada tahun 1945. Saat itu dia diterjunkan di front Surabaya 1945 bersama laskar laskar lainnya.

Kodir berangkat dari Ponpes Al-Falah Mojo, Kediri untuk menuju Surabaya bersama rekan-rekannya. "Malam itu kami berangkat mampir ke Batalyon Z di Pare, Kediri, langsung menuju Surabaya. Tujuannya adalah Wonokromo. Tapi ketika sampai Brangkal, Mojokerto, terjadi pertempuran," katanya, Kamis (17/8/2023).

Kala itu dia ditugaskan membantu menggotong meriam. Kadang membawa landasan atau bahkan kuda-kuda atau laras meriam. "Itu berat sekali membawanya (bisa mencapai 53 kilogram). Begitulah perjuangan orang saat itu," tutur Abdul Kodir.

Kodir mengatakan, saat itu dia bergabung dengan batalyon 308 H Machfud atau Batalyon Gelatik. Nama Machfud kemudian diabadikan karena nyali heroiknya yang mengagumkan.

Menurut Kodir, Mahfud dalam salah satu pertempuran pascakemerdekaan, melompat ke atas panser. Lalu membuka tutup dan melemparkan granat ke dalamnya. "Blaaaarrrr…. Hancur semua. Lalu Machfud diangkat menjadi mayor," kata Kodir, mengenang perjuangan komandannya.

Editor : Ihya Ulumuddin

Follow Berita iNewsJatim di Google News

Sementara dia sendiri saat itu hanya membawa bambu runcing. Sebab, saat itu senjata api hanya ada satu dan dipegang bergantian oleh empat prajurit.

Meski begitu dia tidak patah arang. Bersama pasukan yang lain, dia melakoni pertempuran demi pertempuran di sebagian wilayah Jawa Timur, seperti di Madura dan Gresik. "Ya, pokoknya ditugaskan di mana-mana. Ya siap saja,” katanya.

Bahkan, Mbah Kodir saat itu juga mengaku tidak takut mati. Semangat itu berkobar karena dia tidak ingin negaranya tercinta, Indonesia dijajah lagi. "Kami semua semangat," katanya.

Mbah Kodir mengatakan, saat itu para pejuang Indonesia hanya bermodalkan semangat tujuan mengusir penjajah. Ternyata, misi itu berhasil. Belanda menyerah dan mengakui kedaulatan Indonesia dan perang pun berakhir.

Sukses itu pula yang membuat Kodir bangga. Sebab, dia telah ikut berkorban mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
"Saya pejuang rakyat dari KODM AD (komando onder distrik militer, semacam Kodam saat ini). Waktu di kesatuan, saya diberi pangkat letnan satu di Kawedanan Srengat," katanya.

Setelah perang berakhir, Kodir kembali ke kampung dan melakoni profesi sebagai petani. Dia menggarap tanah warisan kakeknya seluas tiga bahu (setara 7.400 meter per segi).

Aktivitas itu dijalani Mbah Kodir hingga fisiknya tak lagi prima. Kini sudah hampir dua tahun Mbah Kodir terbaring di tempat tidur, karena salah satu kakinya tidak bisa digerakkan akibat terpeleset di kamar mandi.

Meski begitu, jiwa nasionalismenya tak pernah mati. Bagi dia, membela tanah air wajib hukumnya. Prinsip itulah yang diharapkan tertanam pada generasi muda sebagai penerus bangsa.

Editor : Ihya Ulumuddin

Follow Berita iNewsJatim di Google News

Atas perjuangan Mbah Abdul Qodir ini, tim PPAD datang berkunjung di momen HUT ke-78 Republik Indonesia. Mereka memberikan sejumlah bantuan, termasuk merenovasi rumah yang rusak.

"PPAD dibantu BUMN MIND ID juga menyerahkan obat-obatan, kursi roda, tempat tidur, serta bantuan dua tenaga medis untuk merawat keseharian Abdul Kodir," ujar perwakilan PPAD, Brigjen (Purn) Edison, Akmil 1988.

Atas bantuan itu, Abdul Kodir tak dapat menyembunyikan rasa haru dan terima kasihnya. "Tidak mengira, akan datang bapak-bapak dari Jakarta dan Surabaya memberi perhatian dan bantuan. Terima kasih kepada jenderal Doni Monardo beserta pengurus PPAD, serta MIND ID yang telah membantu ayah kami,” ujar Ahmad Widodo, salah seorang putra Abdul Kodir.

Widodo bercerita, asal-usul ayahnya dari Desa Mangunan, Udanawu, kurang lebih 12 kilometer dari Desa Maron, Srengat. “Ini desa ibu,” kata Widodo seraya menambahkan bahwa Istri Abdul Kodir bernama Nursyamsiah sudah berpulang pada tahun 2006.

"Kami anak-anaknya malah tidak pernah diceritain soal perjuangan Bapak. Jadi tahunya kami ya cuma bapak seorang veteran," katanya.

Diketahuo, menyambut Hari Kemerdekaan RI ke 78 dan HUT PPAD ke 20, tim PPAD menyambangi kediaman Mbah Abdul Kodir di Desa Maron, Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar.

Editor : Ihya Ulumuddin

Follow Berita iNewsJatim di Google News

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Pages