TNI Buka Suara soal ;Prajurit Aktif Boleh Duduki Jabatan Sipil, tapi Saat Korupsi Ogah Tunduk Hukum Sipil; - Kompas - Opsiin

Informasi Pilihanku

powered by Surfing Waves
demo-image

TNI Buka Suara soal ;Prajurit Aktif Boleh Duduki Jabatan Sipil, tapi Saat Korupsi Ogah Tunduk Hukum Sipil; - Kompas

Share This
Responsive Ads Here

 

TNI Buka Suara soal "Prajurit Aktif Boleh Duduki Jabatan Sipil, tapi Saat Korupsi Ogah Tunduk Hukum Sipil" - Kompas.com



JAKARTA, KOMPAS.com - Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsda Agung Handoko buka suara mengenai anggapan bahwa prajurit aktif TNI hanya mau menduduki jabatan sipil, tetapi ketika tersandung kasus korupsi tidak ingin tunduk kepada hukum sipil.

Adapun sejumlah lembaga di Indonesia memang dipimpin oleh prajurit aktif TNI maupun personel polisi, bukan warga sipil.

Contohnya adalah seperti Marsekal Madya Henri Alfiandi yang menduduki jabatan Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas). Ketika Henri ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), TNI keberatan.

"Jadi kembali tadi, bahwa subyek hukum kita di peradilan militer adalah prajurit militer aktif. Soal dikatakan ini seolah-olah mendapat privilege atau impunitas, sebetulnya tidak," ujar Agung dalam program Rosi yang disiarkan Kompas TV, Kamis (3/8/2023) malam.

Agung mengatakan, media massa tidak pernah meliput bagaimana penanganan hukum di lingkungan TNI.

Ia menegaskan bahwa TNI kerap memberi hukuman kepada para prajurit yang melanggar, bahkan sampai dipecat.

"Kalau kita lihat masalah korupsi di Indonesia, dari antara kalau... Bukan maksudnya untuk mendikotomikan antara sipil dengan militer dengan jumlah yang lebih banyak sipil katanya, yang hukuman berat baru dua memang, satu di sipil, satu di militer seumur hidup," ujarnya.

"Nah, ini bisa menjadi contoh. Di luar itu banyak sekali militer-militer yang dipecat hanya gara-gara berbagai macam kasus," kata Agung melanjutkan.

Adapun porsi prajurit TNI aktif menduduki jabatan sipil dianggap perlu dievaluasi buntut kisruh penanganan kasus suap yang menyeret nama Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi.

Henri Alfiandi diketahui sudah ditetapkan KPK sebagai tersangka dugaan suap pengadaan sejumlah proyek di Basarnas hingga Rp 88,3 miliar sejak 2021-2023.

Namun, polemik muncul setelahnya. Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI merasa, Henri yang berstatus prajurit TNI aktif harusnya diproses hukum oleh mereka, bukan oleh KPK kendati kepala Basarnas adalah jabatan sipil.

KPK akhirnya menyerahkan status hukum Henri Alfiandi ke Puspom TNI. Belakangan, TNI sudah menetapkan Henri sebagai tersangka.

"Ini menghidupkan kembali status anggota TNI sebagai warga negara kelas satu dan merupakan wujud inkonsistensi kebijakan," kata Usman Hamid secara daring dalam diskusi terbuka sejumlah elemen masyarakat sipil di kawasan Tebet, Jakarta Selatan pada 30 Juli 2023.

"Prajurit TNI aktif boleh duduk di jabatan sipil, tapi ketika korupsi tidak mau tunduk pada hukum sipil. Ini inkonsistensi kebijakan," ujarnya melanjutkan.

Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI sebetulnya mengatur bahwa jabatan sipil hanya dapat diduduki prajurit yang sudah pensiun atau mundur. Hal itu termaktub dalam Pasal 47 ayat (1).

Namun, pada ayat (2), UU TNI mengatur ada sejumlah jabatan sipil yang diperbolehkan diisi prajurit aktif, yaitu kantor yang berkenaan dengan politik dan keamanan negara, pertahanan, sekretaris militer presiden, intelijen negara, sandi negara, lembaga ketahanan nasional, dewan pertahanan nasional, search and rescue (sar) nasional, narkotika nasional, dan Mahkamah Agung.

Namun, itu bukan berarti jabatan itu harus berasal dari unsur tentara.

Di samping itu, Pasal 47 ayat (3) beleid yang sama menegaskan bahwa prajurit yang duduk di beberapa lembaga, termasuk Basarnas, harus tunduk pada ketentuan administrasi yang berlaku dalam lingkungan itu.

Usman Hamid menegaskan bahwa Basarnas adalah lembaga dengan jabatan sipil. Oleh karena itu, kasus hukum yang menjerat pejabat Basarnas semestinya tunduk pada peradilan sipil.

Apalagi, Pasal 42 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK menegaskan bahwa lembaga antirasuah itu "berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum".

Pasal 65 ayat (2) UU TNI juga menegaskan bahwa prajurit hanya tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer.

Sejauh ini, anggapan bahwa Henri Alfiandi harus diproses secara militer berangkat dari Pasal Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

Usman Hamid menilai, beleid ini seharusnya sudah dikesampingkan oleh berbagai undang-undang yang lebih baru di atasnya.

Comment Using!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arenanews

Berbagi Informasi

Opsiinfo9

Opsi lain

powered by Surfing Waves

Post Bottom Ad

Pages