Bantu Warga Rempang, Suku Melayu dari Berbagai Daerah Mulai Berdatangan ke Batam
:extract_focal()/https%3A%2F%2Fasset-2.tstatic.net%2Fwartakota%2Ffoto%2Fbank%2Fimages%2FMassa-melakukan-aksi-unjuk-rasa-kedua-di-Kantor-BP-Batam.jpg)
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA-- Sejumlah keturunan Melayu dari berbagai daerah datang ke Kota Batam untuk menunjukkan solidaritas kepada warga Rempang yang dipaksa meninggalkan kampungnya.
Mereka turut menyampaikan protes melalui aksi demonstrasi di depan kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, pada Senin (11/9/2023).
Dikutip dari Tribun Batam(Jaringan Warta Kota), turut hadir beberapa tokoh masyarakat serta aliansi dan komunitas dari berbagai daerah lain seperti Kalimantan Barat, Lingga, Karimun, dan Siak.
Masing-masing perwakilan dari berbagai daerah ini menyampaikan orasinya di depan kantor BP Batam.
Bahkan ada sosok dari pelaku kesenian di Batam, yaitu Tarmizi dari Komunitas Rumah Hitam, yang menyampaikan syair panjang melalui pengeras suara.
Sejumlah orator menyatakan, aksi hari ini merupakan aksi damai, dan mengimbau massa untuk tidak melakukan tindakan anarkis dan kekerasan.
"Kita hari ini aksi damai!" seru salah seorang orator.
Delapan orang ditangkap
sebanyak delapan orang ditangkap imbas bentrokan yang terjadi antara polisi dan warga di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, Kamis (7/9/2023).
Bentrokan terjadi karena ada sekelompok warga yang menolak rencana pengembangan Kawasan Rempang Eco City dan ingin tetap menguasai lahan itu.
"Terkait beberapa orang yang diamankan oleh pihak aparat keamanan, kami sampaikan ada 8 orang," ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan, kepada wartawan, Jumat (8/9/2023).
Meski begitu, Ramadhan tidak mengungkap secara rinci identitas mereka yang ditangkap itu.
Ia hanya mengatakan alasan delapan orang diamankan lantaran membawa sejumlah jenis senjata dalam bentrokan tersebut.
Atas hal itu, polisi memproses perbuatan delapan orang tersebut sesuai dengan hukum yang berlaku.
"Ada yang membawa ketapel, ada yang membawa batu, dan membawa barang-barang atau benda-benda yang berbahaya," ucap dia.
"Sekali lagi aparat keamanan, kepolisian beserta aparat keamanan lainnya berusaha mengedepankan dialog, menjembatani, menengahi antara warga masyarakat dan pihak BP Batam. Tentu semua ini kepentingannya adalah untuk kepentingan masyarakat," lanjutnya.
Guru SMPN 22 Batam Selamatkan Siswa ke Hutan
Sementara itu, diberitakan Tribun Batam (jaringan Warta kota), suasana belajar mengajar di dalam ruang kelas gedung SMP N 22 Tanjung Kertang Cate, Batam, Kamis (7/9/2023) pagi mendadak gempar.
Uap gas air mata terbawa angin menuju lokasi SMPN 22 Batam.
Kondisi ini terjadi saat ricuh antara tim terpadu dengan warga Rempang.
Lokasi SMPN 22 hanya berjarak 100 meter dari ruas jalan trans Barelang.
Uap gas air mata yang ditembak ke udara seketika terbawak angin ke kawasan sekolah, lantas itu pun membuat para siswa dan guru dilokasi nyaris pingsan.
Alhasil, dengan sigap sang guru yang saat itu mengajar langsung mengajak para siswa keluar dari dalam kelas.
Siswa yang tak mampu bertahan atas udara gas air mata, mereka pingsan di dalam kelas.
“Kami sangat kaget pak, gak tau awalnya gimana pass saat saya mengajar tiba-tiba udara tak sedap memekik pernapasan,” ujar seorang guru SMP N 22, Delia kepada Tribun.
Delia tak tahu tentang gas air mata.
Sebab, saat itu Delia tengah mengajarkan mata pelajaran bahasa indonesia.
Namun seketika, suasana mendadak berubah. Udara yang menyelimuti ruang kelas membuat pernapasan sesak, mata pedih.
“Kayak mau mati rasanya. Langsung lah kami sama anak anak berhamburan keluar. Diluar ruangan kelas pun hal yang sama terjadi. Terpaksa kami bawak anak-anak masuk ke hutan,” ujar Delia menceritakan kejadian saat itu.
Delia menyaksikan betul kondisi beberapa siswa yang terjatu pingsan. Namun ia bersama guru lainnya berusaha menyelamatkan ratusan siswa agar tidak terjebak dalam udara gas air mata.
“Tadi gak terbayangkan pak. Banyak juga anak anak siswa yang sampai lompat pagar, masuk hutan bersembunyi,” tuturnya
Warga tumbangkan pohon besar
Sementara itu, dikutip dari Tribun Batam, sejumlah pohon yang berada di pinggir jalan sengaja ditumbangkan oleh warga Pulau Rempang, Kota Batam, Provinsi Kepri.
Tujuannya agar petugas dari tim gabungan kesulitan untuk menuju lokasi pemasangan patok di Pulau Rempang.
Setidaknya ada sekitar lima pohon sengaja dipotong dengan posisi menutup badan jalan.
Akibat adanya pohon tumbang tersebut, ruas jalan menuju jembatan lima Galang macet.
Tidak hanya petugas saja, warga sekitar yang hendak menuju jembatan lima juga harus antre.
Tim gabungan harus membuang pohon dengan alat seadanya.
Pantauan di lapangan, sejauh ini sejumlah warga masih melakukan protes.
Namun polisi juga terus maju membubarkan masa yang sedang beraksi.
Pos penjagaan diperketat saat memasuki wilayah kelurahan Cate dipeiksa terlebih dahulu.
Saat memasuki lokasi kejadian banyak kendaraan aparat kemanan terparkir di pinggir jalan.
Jalan dipenuhi kaleng dan tanah bekas lemparan saat kericuhan terjadi.
Banyak warga turun kejalan meluapkan kekecewaannya atas aksi unjuk rasa yang terjadi hari ini.
Warga masih terus berjejer di pinggir jalan, sementara untuk anak anak dievakuasi untuk diamankan.
Untuk kondisi saat ini aksi unjuk rasa di kelurahan Cate sudah mulai kondusif.
Mahfud MD Tegaskan Bukan Penggusuran
Menko Polhukam Mahfud MD menekankan bahwa insiden bentrokan antara aparat gabungan TNI-Polri dan warga Pulau Rempang, Batam, pada Kamis (7/9/2023) bukanlah hasil dari upaya penggusuran, tetapi merupakan proses pengosongan lahan oleh pemegang hak.
"Harapannya agar kasus ini dipahami sebagai pengosongan lahan dan bukan penggusuran, karena lahan tersebut memang akan digunakan oleh pemegang haknya," kata Mahfud saat diwawancarai di Hotel Royal Kuningan, Setiabudi, Jakarta Selatan pada Jumat (8/9/2023).
Mahfud menjelaskan bahwa pada tahun 2001-2002, pemerintah memberikan hak atas Pulau Rempang kepada sebuah perusahaan dengan bentuk hak guna usaha.
Sebelum investasi dimulai, tanah tersebut tidak digarap dan tidak pernah dikunjungi. Kemudian, pada tahun 2004 dan seterusnya, keputusan diambil untuk memberikan hak baru kepada pihak lain untuk menghuni lahan tersebut.
Namun, Mahfud menekankan bahwa Surat Keterangan (SK) haknya telah dikeluarkan pada tahun 2001-2002 secara sah.
Mahfud juga mengomentari kesalahan yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
"Pada tahun 2022, ketika investor hendak memulai proyeknya, pemegang hak datang ke lokasi dan menemukan bahwa tanahnya telah dihuni," ungkap Mahfud MD.
"Issue yang saat ini menjadi penyebab konflik adalah proses pengosongan lahan, bukan hak atas tanah atau hak guna usaha," tambahnya.
Menurut Mahfud MD, kesalahan yang dilakukan oleh KLHK adalah mengeluarkan izin penggunaan tanah kepada pihak yang tidak berhak.
"Jika saya tidak salah, ada sekitar lima atau enam keputusan yang dinyatakan batal karena terbukti melanggar dasar hukum," jelas Mahfud.
Mahfud MD mengusulkan agar pemegang hak dan warga setempat berdiskusi bersama untuk menyelesaikan masalah ini.
"Sekarang, yang diperlukan adalah diskusi mengenai solusi, mungkin bantuan sosial, bukan kompensasi karena mereka sebenarnya tidak memiliki hak. Ini adalah tindakan belas kasihan, dan bagaimana cara memindahkan mereka, dan ke mana mereka akan dipindahkan," ungkap Mahfud MD.
"Menurut saya, ini adalah solusi terbaik," tegasnya.
Kapolri Sebut akan Prioritaskan Musyawarah
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan pihaknya akan memprioritaskan musyawarah dalam upaya penyelesaian masalah yang terjadi di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau.
Kepala Badan BP Batam, Muhammad Rudi berkomitmen untuk menyelesaikan hunian baru untuk masyarakat Rempang Galang yang terdampak relokasi dalam pengembangan Rempang Eco City.
Hal itu, disampaikan oleh Muhammad Rudi pada "Dialog Pengembangan Rempang" yang dihadiri oleh ratusan masyarakat Rempang, di Ballroom Hotel Harmoni One pada Rabu (6/9/2023).
"Relokasi ke tempat yang baru ini akan kami siapkan. Kami tidak akan pindahkan bapak dan ibu begitu saja," tegas Muhammad Rudi.
Jika hunian baru tersebut belum selesai, maka masyarakat Rempang Galang akan mendapatkan hunian sementara.
Tidak hanya itu, biaya hidup masyarakat selama di hunian sementara juga akan ditanggung setiap bulannya.
Adapun biaya hidup selama masa relokasi sementara itu sebesar Rp 1.034.636 per orang dalam satu KK.
Biaya hidup tersebut termasuk biaya air, listrik, dan kebutuhan lainnya.
Sementara, untuk masyarakat yang memilih untuk memilih tinggal di tempat saudara atau diluar dari hunian sementara yang disediakan, akan diberikan tambahan biaya sewa sebesar Rp 1 juta per bulan.
Artikel ini telah tayang di TribunBatam.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar