Sederet Hal soal Tornado Api yang Muncul Saat Kebakaran Bromo - Kompas

 

Sederet Hal soal Tornado Api yang Muncul Saat Kebakaran Bromo - Kompas.com

MALANG, KOMPAS.com- Pada Minggu (10/9/2023), tornado api muncul di tengah kebakaran hutan dan lahan di Gunung Bromo.

Kejadian itu sempat terekam dalam video dan menyebar di media sosial. 

Terjadi beberapa kali

Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Malang Sadono Irawan mengemukakan, tornado api itu muncul beberapa kali di lokasi yang sama.

"Karena ada kobaran api, tornado itu juga menggulung api," kata dia melalui sambungan telepon, Senin (11/9/2023).

Menurutnya kejadian tersebut lumrah terjadi di kawasan sabana ketika musim kering dan panas.

Tornado api itu membuat risiko penyebaran api jauh lebih besar.

"Sampai saat ini, titik api menyebat ke wilayah bukit Jemplang, Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang dan Nongkojajar, Kabupaten Pasuruan," kata dia.

Penjelasan BMKG Juanda

Koordinator Bidang Data dan Informasi BMKG Kelas I Juanda Teguh Tri Susanto mengungkapkan, fenomena tornado api yang muncul merupakan fenomena dust devil. Yakni pusaran yang kecil namun kuat.

Fenomena itu terjadi ketika udara kering dan sangat panas. Ketidakstabilan terjadi di permukaan tanah dan naik dengan cepat melalui udara yang lebih dingin di atasnya.

Udara kering itu membentuk aliran berupa pusaran yang membawa debu, serpihan, atau puing-puing di sekitarnya, termasuk api seperti yang terjadi di Bromo.

"Namun objeknya dominan api, hal tersebut terjadi karena ada pemanasan udara oleh api," ungkapnya.

Dust devil, kata dia, dapat terbentuk saat terjadi pemanasan matahari yang cukup intensif.

Tutupan awan sangat sedikit, banyak debu dan pasir dan kelembaban permukaan tanah yang rendah

“Fenomena ini umum terjadi di tanah lapang yang minim hambatan. Karena udara panas menimbulkan pusat tekanan rendah dan menyebabkan terbentuknya pusaran udara dari udara di sekelilingnya yang lebih dingin,” ucapnya.

Fenomena ini berbeda dengan puting beliung. Terjadi dalam waktu singkat dan tak bersifat destruktif.

“Bukan dari awan cumulonimbus, namun dari pemanasan lokal, kecepatan angin tidak terlalu tinggi. Dampak yang disebabkan tidak menghancurkan, waktunya enggak lama, kurang dari satu menit,” ujar dia.

Sumber: Kompas.com (Penulis : Imron Hakiki, Andhi Dwi Setiawan | Editor : Andi Hartik)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Ad
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting, topik menarik, dan informasi lainnya
Aktifkan

Baca Juga

Komentar

 Pusatin Informasi 


 Postingan Lainnya