Kualitas Udara yang Buruk Membuat Masyarakat Rentan Terkena ISPA, Begini Saran Dokter | Garuda News 24
Kualitas Udara yang Buruk Membuat Masyarakat Rentan Terkena ISPA, Begini Saran Dokter | Garuda News 24
– Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui unggahan akun Instagram resminya mengungkapkan bahwa dalam dua tahun terakhir yakni 2021-2023, tren polusi udara di Jabodetabek melebihi batas aman WHO dan batas aman peraturan kualitas udara di Indonesia. Sementara pada 7 September 2023, website Indeks Kualitas Udara (AQI), menunjukkan selain Jabodetabek, Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Sumatra Selatan tercatat pula sebagai kota di Indonesia dengan kualitas udara buruk.
Terlebih lagi, menurut Kemenkes, peningkatan kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada periode Januari hingga Juli 2023 di DKI Jakarta, yang semula berjumlah 50.000 kasus, meningkat menjadi 200.000 kasus. Melihat status kualitas udara di Indonesia yang tengah jadi sorotan dan memberi dampak buruk bagi kesehatan masyarakat Indonesia, khususnya terhadap kaum rentan seperti balita, dokter Spesialis Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi (Paru), dr. Jaka Pradipta pun mengatakan sejak tiga minggu terakhir ia telah menangani banyak pasien yang terdiagnosis ISPA.
Di sisi lain, dr. Jaka Pradipta, SpP juga menanggapi kaitan musim kemarau hingga kebakaran hutan dapat menjadi faktor meningkatnya kasus ISPA. Misalnya saja seperti di Sumatra Selatan yang tengah menghadapi musim kemarau dan kebakaran hutan di Pulau Kalimantan.
Baca Juga: Update Penanganan Polusi Udara, DKI Jakarta Pamerkan Beberapa Langkah Ini
“Musim kemarau memicu partikel debu bertebaran di udara dan organisme virus lebih mudah meningkat sehingga dapat dengan cepat menginfeksi tubuh manusia. Sedangkan kebakaran hutan yang menyebabkan polusi udara memburuk dan suhu udara meningkat, juga dapat mengakibatkan turunnya imunitas seseorang. Risiko yang umum terjadi di musim kemarau yakni terpapar ISPA pada anak balita dengan gejala seperti batuk, pilek, radang sakit tenggorokan, bersin-bersin, hingga demam,” jelas dr. Jaka Pradipta melalui keterangannya.
Melihat fenomena ini, dr. Jaka Pradipta, SpP memberikan beberapa tips dan upaya preventif agar anak tidak terpapar ISPA akibat udara yang buruk.
Jalani Gaya Hidup Sehat
Menurut World Health Organization (WHO), penyakit ISPA merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan kematian pada anak balita. Terdapat beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita mulai dari faktor lingkungan termasuk polusi, kebiasaan merokok, dan kurangnya pengetahuan orang tua perihal ISPA.
Menurut dr. Jaka, polusi adalah partikel organisme berbahaya yang saling berhubungan dengan infeksi dan dapat memengaruhi perlindungan imun dan saluran pernapasan. Bahkan, bagi kaum rentan seperti balita, polusi udara yang buruk dapat menyebabkan perkembangan paru tidak sempurna, picu Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), hingga Autisme.
Baca Juga: Tahun ini, Kasus ISPA di Surabaya Menurun Dibandingkan Tahun Lalu
“Salah satu faktor balita lebih rentan mengalami infeksi saluran pernapasan dibanding orang dewasa yakni karena organ vitalnya belum berkembang sempurna. Sehingga pertahanan tubuh bayi terhadap virus belum terbentuk. Sehingga pemberian ASI untuk bayi di bawah 2 tahun dan pemberian gizi sehat dan seimbang, hingga vitamin menjadi sangat penting untuk menjaga imun tubuh,” lanjut dr. Jaka.
Lengkapi Vaksin
Dirinya melanjutkan, di tengah kondisi udara yang memburuk, vaksin menjadi senjata untuk mengurangi risiko anak terpapar ISPA. Sehingga, program imunisasi nasional yang dianjurkan Kemenkes, seperti vaksin Pneumococcal Conjugate Vaccine (PCV) untuk mencegah pneumonia (radang paru), vaksin BCG mengurangi risiko tuberkulosis, dan Vaksin DPT-HB-HIB untuk pencegahan batuk rejan serta pneumonia, hingga vaksin Influenza sebaiknya dipenuhi.
“Untuk anak yang memiliki sensitivitas terhadap debu dan udara, rentan terkena batuk dan pilek hingga mengakibatkan ISPA. Sehingga, pemberian imunisasi dapat menjadi upaya pendukung untuk menjaga kekebalan tubuh anak. Vitamin saja tak cukup, namun menjalani gaya hidup sehat menjadi yang utama,” lanjut dr. Jaka.
Komentar
Posting Komentar