Batas Usia Capres-Cawapres Kembali Digugat ke MK By CNN Indonesia

 

Batas Usia Capres-Cawapres Kembali Digugat ke MK

By CNN Indonesia
cnnindonesia.com
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Brahma Aryana mengajukan permohonan uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang mengatur syarat usia capres-cawapres ke Mahkamah Konstitusi (MK). (ANTARA FOTO/AKBAR NUGROHO GUMAY)
Jakarta, CNN Indonesia --

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Brahma Aryana mengajukan permohonan uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang mengatur syarat usia capres-cawapres ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Brahma meminta MK menyatakan hanya gubernur yang belum berusia 40 tahun yang dapat maju sebagai capres-cawapres.

"Menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 6109 Sebagaimana telah dimaknai Mahkamah Konstitusi dalam Putusan No. 90/PUU-XXI/2023 terhadap frasa "yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah" bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik lndonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai "yang dipilih melalui pemilihan kepala daerah pada tingkat Provinsi". Sehingga bunyi selengkapnya "Berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan kepala daerah pada tingkat Provinsi"," demikian bunyi petitum Bhahma.

Permohonan ini diajukan pada Senin (23/10) dan teregistrasi di MK dengan Nomor AP3: 137/PUU/PAN.MK/AP3/10/2023. Bharma menunjuk Viktor Santoso Tandiasa dan Harseto Setyadi Rajah sebagai kuasa hukumnya.

Dalam permohonannya, Bharma menyebut dirinya bukan penggemar salah satu calon di Pilpres 2024, namun dirinya selalu memperhatikan isu demokrasi.

Bharma menyinggung Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang telah mengubah syarat usia capres-cawapres yang semula "berusia paling rendah 40 tahun" menjadi "berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah".

Menurut Bharma, terdapat persoalan konstitusionalitas pada frasa "yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah". Ia menilai tidak terdapat kepastian hukum pada tingkat jabatan apa yang dimaksud pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah.

"Sehingga timbul pertanyaan, apakah hanya hanya pada Pemilihan Kepala Daerah tingkat Provinsi saja? atau juga pada Pemilihan Kepala Daerah tingkat Kabupaten/Kota? atau pada pemilihan kepala daerah tingkat provinsi maupun Kabupaten/Kota? Demikian pula pada pemilu pada pemilihan DPR saja? atau pada tingkat DPRD tingkat Provinsi saja? atau Kabupaten/Kota saja? Atau pada ke semua tingkatannya, yakni DPR, DPD, DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota?" kata Bharma dalam permohonannya.

Bharma turut menyoroti komposisi pendapat hakim konstitusi pada putusan tersebut.

Ketua MK Anwar Usman, Guntur Hamzah, dan Manahan MP Sitompul mengabulkan dengan syarat. Kemudian Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P. Foekh menyatakan memiliki alasan berbeda (conccuring opinion).

Sementara Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Suhartoyo menyatakan memilik pendapat berbeda (dissenting opinion).

Bharma mengatakan apabila melihat komposisi hakim tersebut, ada ketidakpastian hukum karena ada perbedaan dari lima hakim yang sepakat untuk mengabulkan permohonan.

Ia menyebut tiga hakim setuju dengan memberikan syarat pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah. Sementara itu, dua hakim lain memberikan syarat berpengalaman sebagai kepala daerah tingkat provinsi atau pada jabatan gubernur.

"Bahwa hal tersebut tentunya dapat mempertaruhkan nasib keberlangsungan negara lndonesia yang memiliki wilayah sangat luas serta memiliki jumlah penduduk yang sangat banyak kurang lebih 280 juta jiwa, dengan beraneka ragam suku, golongan, ras, dan agama serta kekayaan alam yang sangat melimpah, sehingga dibutuhkan pemimpin negara yang berpengalaman dan kemapanan mental serta kedewasaan dalam memimpin," kata Bharma dalam paparan alasan permohonannya.

Sejumlah pihak mengajukan uji materiil terkait syarat usia capres-cawapres. MK juga telah memutus sejumlah pengujian tersebut.

Salah satu permohonan yang dikabulkan adalah perkara nomor 90/PUU-XXI/2023. Pada putusan tersebut, MK menambah ketentuan syarat minimal capres-cawapres.

Capres-cawapres tidak harus mencapai usia 40 tahun jika sudah pernah atau sedang menduduki jabatan yang dipilih lewat pemilu termasuk pilkada.

Putusan itu membuka jalan bagi Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka yang juga berstatus sebagai putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) sekaligus keponakan Ketua MK Anwar Usman maju di Pilpres 2024.

Kini, Gibran juga telah diumumkan sebagai bakal cawapres yang akan mendampingi Prabowo Subianto.

(pop/fra)

Baca Juga

Komentar

 Pusatin Informasi 


 Postingan Lainnya