Hidup dari Makanan Kaleng, Pengungsi Gaza Sudah Tak Mandi Berhari-hari By BeritaSatu
Hidup dari Makanan Kaleng, Pengungsi Gaza Sudah Tak Mandi Berhari-hari
:extract_focal()/https%3A%2F%2Fimg2.beritasatu.com%2Fcache%2Fberitasatu%2F960x620-3%2F2023%2F10%2F1697430677-1339x892.webp)
Rafah, Beritasatu.com – Banyak warga sipil Palestina yang meninggalkan Gaza mengaku, sudah tak mandi berhari-hari, setelah wilayahnya mendapat gempuran hebat dari militer Israel. Serangan itu telah memutus aliran air, listrik, dan pasokan makanan.
Salah seorang pengungsi Palestina, Ahmed Hamid (43) meninggalkan Kota Gaza bersama istri dan tujuh anaknya menuju ke Rafah setelah tentara Israel pada Jumat lalu memperingatkan penduduk di utara wilayah tersebut untuk pindah ke selatan.
"Kami sudah berhari-hari tidak mandi. Bahkan pergi ke toilet harus mengantre," kata Hamid kepada AFP.
Ia melanjutkan,“Tidak ada makanan. Semua barang tidak tersedia, dan harga makanan yang ada tinggi. Satu-satunya makanan yang kami temukan hanyalah tuna kaleng dan keju. Saya merasa seperti beban, tidak mampu berbuat apa-apa.”
PBB memperkirakan, sekitar satu juta orang telah mengungsi sejak Israel memulai pengeboman udara tanpa henti di Gaza sebagai pembalasan atas serangan mendadak Hamas pada 7 Oktober 2023 lalu.
Serangan Hamas ke Israel itu menyebabkan lebih dari 1.400 orang tewas, kebanyakan dari mereka adalah warga sipil.
Di wilayah Gaza, setidaknya 2.670 orang tewas, sebagian besar adalah warga sipil Palestina.
Israel juga memutus semua pasokan air, listrik dan makanan ke wilayah pesisir yang padat penduduknya itu. Namun, pada Minggu (15/10/2023), Israel melanjutkan pasokan air ke selatan Gaza.
Pengungsi Palestina lainnya, Mona Abdel Hamid (55), meninggalkan rumahnya di Kota Gaza menuju ke kediaman kerabatnya di Rafah. Namun, ia mendapati kerabatnya sudah tak ada di sana. "Saya merasa terhina dan malu. Saya mencari perlindungan. Kami tidak punya banyak pakaian dan sebagian besar pakaian sekarang kotor, tidak ada air untuk mencucinya," katanya.
Ia melanjutkan,“Tidak ada listrik, tidak ada air, tidak ada internet. Saya merasa seperti kehilangan rasa kemanusiaan saya.”