Mahasiswa Palestina di Yogya Cemas Hilang Kontak Keluarga di Gaza By CNN Indonesia

 

Mahasiswa Palestina di Yogya Cemas Hilang Kontak Keluarga di Gaza

By kum | CNN Indonesia

kum | CNN Indonesia

Minggu, 15 Okt 2023 19:40 WIB

Mahasiswa Palestina di Yogya mengaku amat cemas memikirkan keluarga dan sanak saudara yang kini terjebak di tengah ketegangan antara Hamas dan Israel.

Mahasiswa Palestina di Indonesia, Mohammed Albohisi, cemas hilang kontak dengan keluarga di Gaza. (CNN Indonesia/Tunggul Damarjati)

Yogyakarta, CNN Indonesia --

Raut wajah Mohammed Albohisi tampak tenang dan gestur tubuhnya kalem ketika bercerita betapa mencekamnya Gaza, Palestina saat ini.

Namun, ia tetap mengaku amat cemas memikirkan keluarga dan sanak saudara yang kini terjebak di tengah ketegangan antara Hamas dan Israel.

Albohisi adalah mahasiswa asli Palestina, kelahiran Deir-al Balah 23 tahun silam. Si bungsu dari empat bersaudara bersama keluarganya kemudian pindah dan menetap di pusat kota Gaza.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia lalu kuliah di India dan sekarang mengambil kursus Bahasa Indonesia di Fakultas Imu Budaya (FIB) Universitas Gadjah Mada, Sleman, DIY. Di sana Albohisi mengejar program magister bioteknologi setelah mendapat beasiswa pendidikan dari Pemerintah Indonesia.

"Terakhir kali saya berkomunikasi dengan keluarga saya sekitar dua hari lalu dan mereka terdengar sangat ketakutan karena situasinya buruk sekali. Mereka bilang keadaan macam ini, anda tahu, dibombardir, itu belum pernah kami alami sebelumnya," kata Albohisi ditemui di FIB UGM, Kamis (12/10) sore.

Albohisi mengaku bersaksi atas ketegangan antara Hamas dan Israel selama lebih dari satu dekade terakhir. Desingan peluru, dentuman roket yang menghantam gedung serta rumah-rumah warga, dan blokade di kanan-kiri bagi dia pemandangan normal di Gaza yang berjuluk 'penjara terbuka terbesar di dunia'.

Akan tetapi percakapan terakhir dengan keluarga ditambah pemberitaan di media cukup meyakinkan buat Albohisi bahwa situasi pertempuran yang sekarang jauh lebih mengerikan dan belum pernah ia rasakan sebelumnya.

"Malam di Gaza terasa sangat panjang. Saat malam tiba, mereka (Israel) menyerang besar-besaran. Tentara mereka memakai sejenis senjata ilegal. Memang bukan kali pertama, tapi ini terasa beda," katanya.

Jaringan Wi-Fi terputus membuat jalur komunikasi lumpuh seluruhnya. Semuanya nyaris luluh lantak, mulai dari pemukiman, rumah sakit, menara hunian, kampus, setiap kendaraan beroda tak ada yang luput dari rudal membabibuta tentara Zionis. Tidak ada jaminan selamat bila nekat pindah tempat.

"Anda tidak tahu harus menghindar ke mana, sangat berbahaya karena (serangan) bisa datang kapan pun. Kami tahu dari pemberitaan, kami cek keluarga, teman-teman. Kami baca mereka (Israel) hancurkan ini itu dan sudah tiga hari tanpa listrik, tanpa air di sana. Rumah sakit kehabisan pasokan listrik dan bantuan dihalangi masuk ke Gaza. Akan lebih banyak korban berjatuhan," ungkapnya.

"Situasi dulu tidak terlalu stabil atau tidak mendingan juga dan sekarang tambah buruk. Sekarang ini yang terburuk. Maksud saya, kita sedang membicarakan orang-orang yang menyaksikan banyak perang semasa hidup, tapi kali ini beda. Lebih kejam, banyak orang tak berdosa terbunuh. Dahulu pergi menjauh dari perbatasan (Palestina-Israel) bisa aman, sekarang tak ada yang aman," sambungnya.

Sudah banyak tetangga dekat Albohisi yang jadi korban peperangan. Salah seorang guru di tempat ia bersekolah bernasib sama. Ikatan batin warga Gaza terjalin kuat meski terpisah jarak dan hubungan darah.

Tergambar di benak Albohisi wajah penuh ketakutan dan tangis keponakan-keponakannya, anak kakak perempuannya yang tinggal di wilayah perbatasan. Melihat foto-foto korban di pemberitaan, hancur hatinya membayangkan jika itu menimpa orang-orang yang ia cintai.

"Dan bagian terburuknya adalah saya merasa tidak berdaya. Tak berdaya karena jika anda merasa tidak bisa berbuat apa-apa, anda tidak berdaya," ucapnya.

Albohisi memikirkan betul masa depan anak-anak Palestina yang harus tumbuh besar diliputi rasa kekhawatiran. Tanpa tempat berlindung dan bernaung saat tembakan artileri militer Israel terus merundung.

"Rumah anda hancur dan seseorang menawari anda tinggal di rumah mereka dengan korban-korban lainnya, dan rumah mereka pada akhirnya juga rata dengan tanah. Haruskah mereka tinggal di jalan dan menunggu ajal menjemput, operasi militer bisa saja meluas," ujarnya.

Lanjut baca di halaman berikutnya...

Pengorbanan Demi Tanah Palestina


BACA HALAMAN BERIKUTNYA

Baca Juga

Komentar